Selamat Datang Rafale, Selamat Tinggal Sukhoi!
Oleh: Hanif Rahadian
Indonesia akhirnya secara resmi menandatangani kontrak pembelian 6 unit pesawat tempur Rafale, yang akan didatangkan langsung dari Prancis. Bukan hanya 6 pesawat, Kementerian Pertahanan disebut akan menandatangani kontrak lanjutan untuk 36 unit Rafale dalam waktu dekat, yang berarti total pembelian jet tempur berklasifikasi ‘Omnirole‘ ini oleh Indonesia akan mencapai total 42 unit.
Kunjungan Menteri Angkatan Bersenjata Prancis, Florence Parly ke Kementerian Pertahahan di Jakarta, pada Kamis (10/02), adalah untuk menjadi saksi penandatanganan sejumlah kesepakatan penting antara Indonesia dan Prancis. Salah satunya adalah aktivasi kontrak pesawat tempur Rafale, yang ditandatangani oleh Dassault Aviation dan Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan RI sebagai perwakilan dari kedua belah negara. Kesepakatan dari pembelian 42 unit pesawat Rafale oleh Indonesia mencapai nilai $8.1 Milliar
Terpilihnya Rafale sebagai pesawat tempur baru untuk Angkatan Udara Republik Indonesia, merupakan sebuah angin segar. Pasalnya, tujuh tahun sudah Indonesia mengalami kekosongan armada sebab pensiunnya pesawat F-5 Tiger dari jajaran skadron Angkatan Udara, keterbatasan jumlah pesawat akhirnya memaksa Indonesia untuk segera membeli sejumlah pesawat tambahan. Adanya kepastian dari kontrak pengadaan sejumlah pesawat tempur Rafale, praktis Indonesia mengucapkan selamat tinggal terhadap pesawat SU-35 dari Russia. Sejak lama, proses pembelian SU-35 terhambat karena adanya ancaman sanksi ekonomi dari Amerika Serikat yaitu Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), bagi negara yang ingin membeli sistem persenjataan dari “Negeri Beruang“. Hadirnya ancaman sanksi melalui CAATSA dan tidak terjaminnya Indonesia untuk bisa mendapatkan pengabaian (Waiver) apabila tetap ingin melanjutkan kontrak pembelian SU-35, mengakibatkan proses penggantian pesawat F-5 Tiger yang sudah pensiun akhirnya menjadi terhenti, walaupun proses negosiasi dan komunikasi oleh Indonesia terus berlanjut.
Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto, sejak dilantik pada tahun 2019, aktif melakukan safari dan penjajakan ke negara-negara Eropa, sebagai upaya untuk mencari sejumlah sistem persenjataan baru yang pas untuk bisa dibawa pulang ke Jakarta. Sejumlah pesawat pun akhirnya ‘dilirik’ oleh Menteri Pertahanan RI, baik Rafale sampai dengan Eurofighter Typhoon bekas yang rencananya akan dibeli dari Austria, di tengah ketidakpastian akan proses pengadaan SU-35 dari Russia. Ambisi besar dari Menteri Pertahanan Prabowo akhirnya membuahkan hasil, Indonesia resmi akan menjadi negara ke delapan di dunia, ke dua di Indo-Pasifik, dan pertama di Asia Tenggara yang akan mengoperasikan jet tempur Rafale produksi Prancis. Sejak adanya penandatanganan Letter of Intent (LoI) pada tahun 2020 antara Menteri Pertahanan Republik Indonesia dan Menteri Angaktan Bersenjata Republik Prancis tentang Kerjasama Peralatan Pertahanan Strategis, terdapat kesepakatan untuk saling dukung atas peralatan pertahanan di antara kedua negara, dan pesawat Rafale menjadi salah satu alutsista yang masuk dalam perjanjian. Komunikasi antara Prancis dan Indonesia selanjutnya menjadi semakin intens, dengan banyaknya kunjungan dan pertemuan yang melibatkan delegasi dari kedua negara, sertyaninspeksi langsung dari pabrikan Dassault Aviation ke Indonesia untuk meninjau kapabilitas fasilitas-fasilitas yang di Indonesia yang dapat digunakan sebagai sarana overhaul dan maintenance mesin Rafale, yang akan masuk dalam rencna program Offset Transfer of Technology (ToT) antara Prancis dan Indonesia, menyusul kemungkinan mendaratnya sang Omnirole di Indonesia.
Upaya penjualan Rafale ke Indonesia oleh Prancis semakin meningkat, terlebih setelah Prancis mengalami kerugian besar akibat hadirnya AUKUS yang berdampak kepada pembatalan kontrak penjualan kapal selam diesel elektrik dengan Australia, memastikan tidak lagi mengalami kerugian terutama di wilayah Indo-Pasifik, Prancis secara aktif memperkuat upaya penjualan pesawat keunggulan negaranya ke Indonesia, peluang ini pun dimanfaatkan oleh Jakarta untuk memperkuat proses negosiasinya dengan Paris. Selain AUKUS, hadirnya ancaman nyata dari agresivitas China di wilayah Laut China Selatan memaksa Indonesia untuk segera memodernisasi alutsista nya, salah satunya adalah urgensi untuk menambah kekuatan pada sektor udara. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto secara tegas mengatakan, bahwa Indonesia perlu meninggalkan pemikiran yang mengatakan bahwa dalam kurun waktu 40 tahun ke depan, Indonesia tidak akan terlibat dalam perang terbuka. Sadar akan hadirnya sebuah potensi ancaman yang bersifat konvensional, maka modernisasi angkatan bersenjata Indonesia akhirnya merupakan sebuah hal yang tidak lagi bisa ditawar.
Enam pesawat yang masuk ke dalam Batch awal pembelian, diprediksi akan tiba dalam jangka waktu 56 bulan atau sekitar 4 tahun 6 bulan. Menurut Menteri Pertahahanan RI, dalam waktu dekat Indonesia akan menyusul penandatanganan kesepakatan dengan Prancis untuk kontak pembelian 36 pesawat Rafale tambahan, meskipun belum jelas kapan rencana ini akan terealisasi. Mengutip dari website Dassault Aviation, penandatanganan kontrak pembelian Rafale mencakup paket komprehensif yang meliputi pelatihan awak pesawat, dukungan logistik untuk beberapa pangkalan udara Indonesia, serta pusat pelatihan dengan dua unit Full–Mission simulator. Lebih lanjut, Indonesia dan Prancis juga menandatangani kerjasama program Offset dan Transfer of Technology antara Dassault aviation dengan PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, mengamini proses pembelian pesawat ini oleh Kementerian Pertahanan, Presiden Jokowi mengharapkan bahwa kerjasama dengan Prancis tidak hanya terbatas pembelian persenjataan, tetapi juga meliputi produksi bersama, transfer teknologi dan adanya investasi pada Industri Pertahanan Indonesia. Selain penandatanganan pembelian dan Transfer Teknologi terkait Rafale, Indonesia dan Prancis juga turut menandatangani sejumlah Nota Kesepahaman, yang meliputi kerja sama Pembangunan Kapal Selam, kerja sama Satelit Pertahanan serta kerja sama produksi Kaliber Kecil dan Kaliber Besar.