Pentingnya Teknologi Baterai Lithium-Ion untuk Propulsi Kapal Selam

Scorpene-class submarine. Foto: India Navy
Ir Adrianus Prima M, IPM ASEAN Eng, PMP., Hanif Rahadian S.Sos.
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada abad ke-21 saat ini berdampak signifikan terhadap seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya sektor energi dan pertahanan. Tentunya, kemajuan teknologi ini membawa para ilmuwan di berbagai bidang untuk saling berlomba dan menciptakan sebuah sistem maupun alat yang sesuai dengan perkembangan zaman. Ciptaannya tidak hanya lebih modern, namun juga diharapkan dapat lebih hemat biaya dan energi, berkualitas tinggi serta memiliki kapabilitas ideal untuk dapat diandalkan oleh para penggunanya. Semakin kompleks nan dinamisnya tantangan keamanan global saat ini memantik banyak negara untuk meningkatkan kesiapan dan kewaspadaannya apabila terjadi sebuah eskalasi yang dapat berdampak terhadap kepentingan nasional sekaligus kedaulatan negara tersebut. Sebagai upaya untuk menjawab tantangan yang ada, maka banyak negara, melalui angkatan bersenjatanya, perlu dibekali dengan platform persenjataan yang sesuai dengan perkembangan zaman serta secara optimal dapat mengemban segala kebutuhan operasional yang diinginkan.
Salah satu platform persenjataan yang dapat diandalkan untuk dapat mengemban tugas dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan sebuah negara, adalah Kapal Selam. Platform senjata yang dapat bergerak dengan senyap di bawah kedalaman laut ini memiliki nilai strategis penting. Sulitnya mencari dan mendeteksi keberadaan kapal selam yang bergerak di bawah laut ini secara presisi, memberikan daya gentar yang kuat bagi pasukan musuh. Penggunaan teknologi yang modern pun sudah barang tentu disematkan pada kapal selam yang dibangun oleh berbagai galangan kapal di dunia saat ini. Khususnya untuk kapal selam konvensional, perkembangan teknologi sistem propulsi atau sistem penggerak dari sebuah kapal selam terus mengalami evolusi. Moda penggerak dari kapal selam utamanya adalah penggunaan baterai, yang menjadi sebuah sumber energi vital bagi kapal selam. Evolusi daripada teknologi persenjataan di dunia juga meliputi penggunaan moda energi bagi kapal selam di zaman modern. Penggunaan baterai Lead-Acid sebagai energi di kapal selam lambat laun ikut bertransformasi dengan munculnya sistem Air-Independent Propulsion (AIP) sampai dengan teknologi baterai Lithium-Ion.
Lead Acid Battery dan Air-Independent Propulsion (AIP)
Lead Acid Battery atau juga dikenal sebagai Asam Timbal adalah salah satu jenis baterai yang dapat diisi ulang dan sudah telah lama digunakan oleh kapal-kapal selam diesel elektrik dari perang dunia ke 2. Baterai ini dikembangkan oleh seorang fisikawan asal Prancis Gaston Plante sejak 1859. Penggunaan lead acid di kapal selam memang menjadi andalan, selain harganya yang relatif murah, sistem baterai ini juga mampu memberikan lonjakan daya yang kuat. Baterai jenis lead acid, dinilai dapat diandalkan dan pengoperasiannya pun dipandang cukup aman.
Meski begitu, lead acid battery memiliki beberapa kelemahan seperti penggunaan energi yang terbatas, pendeknya masa pakai hingga pengisian daya baterai yang lama dan tidak efisien. Berat dan besarnya ukuran yang dimiliki oleh jenis baterai ini, juga berpengaruh terhadap kesediaan ruang, kecepatan sekaligus daya tahan (endurance) dari kapal selam itu sendiri. Dampak dari beberapa kekurangan yang dimiliki akhirnya memaksa sebuah kapal selam diesel elektrik yang energinya disokong oleh lead acid battery, memiliki endurance yang tidak optimal. Apalagi pengisian baterai yang lama juga meningkatkan mengharuskan kapal selam tersebut untuk berada di atas permukaan laut dalam waktu yang lama, kondisi ini praktis meningkatkan risiko kapal tersebut lebih mudah terdeteksi oleh musuh.
Baterai lead acid juga memiliki kelemahan di sisi penggunaan energi yang tidak terlalu efisien jika dibandingkan baterai masa kini. Apabila digunakan dengan daya maksimal di awal pemakaian setelah pengisian, maka kapasitas baterai yang dapat digunakan juga berkurang. Seiring dengan berkurangnya kapasitas baterai, maka kecepatan maksimal yang diperbolehkan bagi kapal selam untuk melaju, juga akan berkurang untuk menghindari adanya kerusakan baterai. Oleh karenanya, beberapa negara mulai menggunakan teknologi Air Independent Propulsion (AIP) sebagai metode untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan oleh kapal selam saat berada di atas air maupun di periscope depth. Melalui teknologi AIP, sebuah kapal selam tidak perlu naik ke kedalaman periskop untuk mengisi daya dengan diesel generator, karena udara yang digunakan untuk pembakaran dipasok oleh fuel cell. Kondisi ini akan berdampak terhadap berkurangnya indiscretion rate atau rasio kapal berada di permukaan dibanding dengan lama patroli. AIP memungkinkan kapal selam untuk dapat melakukan bottoming tanpa perlu memunculkan diri ke permukaan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Gambar 1. Contoh Peralatan tambahan untuk sistem AIP di kapal selam kelas U-214
Meski begitu, teknologi AIP tidak serta merta mengurangi pemakaian baterai lead acid. Karena sumber daya utama yang digunakan untuk gerak kapal selam tetap menggunakan baterai. AIP hanyalah salah satu cara yang digunakan untuk menyiasati kelemahan kapal selam diesel elektrik konvensional yang harus naik ke kedalaman periskop guna menghidupkan generator yang digunakan untuk mengisi baterai. Dari seluruh kapal selam diesel elektrik yang beroperasi di seluruh dunia, hanya sekitar 25% saja yang menggunakan teknologi AIP. Penggunaan AIP lebih sering ditemui pada kapal selam yang profil misinya memerlukan banyak bottoming dengan area patroli terbatas atau tidak memiliki ambisi maritim yang besar. Contohnya seperti Jerman, Swedia, Singapura, Italia dan Korea Selatan.

Gambar2. Ilustrasi Indiscretion Rate pada kapal selam dengan Sistem AIP
Teknologi AIP merupakan teknologi yang penggunaanya sekali pakai. Apabila fuel cell sudah digunakan, maka diperlukan adanya proses pengisian ulang di pelabuhan-pelabuhan tertentu yang mendukung pengisian fuel cell hidrogen dan oksigen. Kebutuhan dukungan infrastruktur ini yang menyebabkan beberapa negara nampaknya belum mampu mengadopsi AIP pada armadanya disebabkan oleh kompleksitas daripada infrastruktur pendukung, sehingga serta menjadikan kapal selam tersebut hanya dapat melakukan port call di pelabuhan tertentu saja jika ingin mengisi ulang kembali AIPnya. Pengisian fuel cell AIP juga berisiko karena gas yang digunakan rawan ledakan.

Gambar 3. Contoh alat yang harus tersedia di pelabuhan untuk pengisian Fuel Cell AIP
Berdasarkan data yang ada, AIP hanya bisa digunakan 24-28% dari 50 hari masa patroli. AIP sendiri membutuhkan 10-12% berat dari kapal selam karena AIP merupakan sistem yang cukup kompleks dan membutuhkan penyimpanan gas hidrogen dan gas oksigen yang memiliki batas compressibility. Penggunaan AIP pada akhirnya membutuhkan biaya operasi dan perawatan yang tinggi. Perawatan AIP membutuhkan keterampilan ekstra untuk memperhatikan tingkat keamaan dan keselamatan, utamanya saat melakukan penanganan terhadap hidrogen juga pengisian ulang oksigen murni. Kebutuhan akan dukungan logistik dan infrastruktur juga menjadi hal yang patut diperhatikan, sebab fasilitas pengisian ulang daya AIP tidak tersedia di banyak tempat, kondisi ini akan menyulitkan apabila pengisian dibutuhkan saat situasi genting atau dalam keadaan perang.
Mengenal Lithium-Ion Battery, Disebut “Game Changer“
Lithium Ion Battery disebut sebagai evolusi terkini bagi propulsi kapal selam modern, bahkan juga diklaim sebagai sebuah game changer. lithium-ion Baterai memungkinkan sebuah kapal selam untuk memiliki daya tahan lebih lama ketika berada di bawah air. Apabila dibandingkan dengan teknologi lead acid, lithium-ion justru memiliki masa pakai yang jauh lebih panjang sekaligus perawatan yang lebih mudah. Usia masa pakai dari baterai lithium-ion pada kapal selam pun diprediksi dapat bertahan selama 10 hingga 12 tahun tahun, angka ini jauh lebih panjang apabila dibandingkan masa usia pakai dari baterai lead acid yang hanya mencapai 5 hingga 8 tahun.

Gambar 4. Contoh roadmap pengembangan baterai lithium-ion oleh TKMS
Daya maksimal yang dapat digunakan pada baterai lithium-ion juga mencangkup hampir seluruh kapasitas baterai, berbeda dengan baterai lead acid yang memiliki aturan ketat terkait batasan daya terpakai pada kapasitas tertentu. lithium-ion memungkinkan sebuah kapal selam untuk dapat menggunakan kecepatan maksimal di hampir seluruh persentase kapasitas baterai. Pengunaan teknologi AIP pun bahkan tidak memungkinkan penambahan kecepatan kapal selam, karena sistem AIP lebih ditekankan untuk mengurangi indiscretion rate. Saat kapal berada dalam mode AIP, maka kapal tersebut hanya dapat melaju dengan kecepatan di bawah 10 knot karena terbatas pada charging rate dari baterai lead acid.
Tidak dapat dipungkiri bahwa baterai lithium-ion memiliki resiko ledakan juga ketika tertusuk, robek atau terjadi overcharge yang dapat mengakibatkan terjadinya thermal runaway. Meski begitu, tidak ada gas berbahaya yang dihasilkan dalam penggunaan baterai lithium-ion, sekali lagi ini jelas berbeda dengan baterai lead acid yang justru menghasilkan gas hidrogen saat penggunaan, sehingga perlu adanya antisipasi agar gas hidrogen tersebut tidak terakumulasi. Gas hidrogen yang terakumulasi dapat menjadi sumber bahaya ledakan. Beberapa contoh terjadinya insiden ledakan yang disebabkan oleh akumulasi gas hidrogen pada kapal selam adalah seperti yang terjadi dengan kapal selam K-141 Kursk milik Angkatan Laut Rusia, yang mengalami ledakan dan tenggelam pada 12 Agustus 2000 akibat ledakan yang terjadi pada tabung torpedo karena akumulasi gas hidrogen. Insiden kapal selam Kursk mengakibatkan seluruh awak kapal yang berjumlah 118 orang gugur. Kemudian yang selanjutnya, insiden serupa terjadi pada kapal selam milik armada Angkatan Laut India INS Sindhurakshak (S63) yang meledak saat melakukan aktivitas pengisian ulang daya baterai pada 14 Agustus 2013, dan kemudian tenggelam di Galangan Kapal Angkatan Laut di Mumbai, insiden ini menewaskan setidaknya 18 orang. Penyebab ledakannya pun kuat diyakini akibat daripada penumpukan gas hidrogen.
Perkembangan teknologi baterai lithium-ion saat ini masih sangat menjanjikan, tahun ini saja energy density-nya mengalami perkembangan sampai 5 kali lipat dan masih mempunyai ruang untuk pengembangan, sehingga dapat mengurangi kebutuhan ruangan dan berat baterai. Ini tentu saja akan meningkatkan performa dan endurance kapal selam. Jika dibandingkan dengan teknologi AIP yang sekali pakai dan ketika habis harus kembali ke pelabuhan, tentu saja teknologi baterai lithium-ion mampu diisi ulang selama supply kapal selam baik bahan bakar, minyak lincir, dan bahan makanan masih mencukupi. Kedepannya, efisiensi baterai lithium-ion sudah mengarah ke solid state battery. Solid state battery tidak lagi menggunakan cairan sebagai komponen penyusunnya, memiliki densitas energi yang tinggi, serta tidak memiliki resiko kebocoran maupun ledakan. Banyak negara saat ini berlomba-lomba untuk menciptakan solid state battery yang efisien dan cost effective.
Teknologi baterai ini selain menawarkan risiko keamanan dan keselamaatn yang lebih baik, juga mampu menghasilkan keluaran daya yang lebih besar. Pengisian daya baterainya pun dapat dilakukan dengan cepat dan dapat dilakukan di laut, penggunaan energi baterai juga dapat menghasilkan output yang jauh lebih optimal. Lithium-ion akan memungkinkan sebuah kapal selam untuk dapat berada di bawah air lebih lama, mengurangi indiscreation rate-nya. Beberapa keunggulan yang dimiliki dan dapat ditawarkan oleh lithium-ion ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya mobilitas taktis dari kapal selam itu sendiri. Kapal akan mampu bergerak dengan lebih senyap, lebih lama dan lebih cepat saat menyelam. Otomatis, kondisi tersebut akan meningkatkan ketahanan kapal selam terlebih jika sedang melakukan sebuah misi/operasi yang memerlukan jangka waktu cukup lama. Potensi-potensi dari lithium-ion jauh lebih menguntungkan apabila dibandingkan dengan teknologi lead acid maupun AIP. Atas dasar alasan-alasan tersebutlah, lithium-ion diyakini memiliki potensi besar untuk dapat disematkan di kapal selam modern bagi banyak angkatan laut di dunia, bahkan disebut juga berpotensi menjadi sebuah Game Changer bagi kontestasi bawah air.
Jepang , Korea Selatan & Cina Beralih ke Lithium-Ion
Melihat bagaimana lithium-ion dapat mengoptimalkan performa sebuah kapal selam saat melakukan operasi, sejumlah negara sudah mulai mengembangkan serta menyematkan teknologi tersebut ke armada kapal selamnya masing-masing, seperti Jepang, Korea Selatan dan bahkan Cina.

Gambar 5. Kapal selam kelas Taige milik JMSDF, JS Taige (SS-513). Dok: JMSDF.
Kapal selam Taigei-Class yang memasuki masa bakti dan dioperasionalkan oleh Japan Maritime Self-Defense Force (JMSDF) sejak maret 2022 lalu, adalah salah satu kapal selam yang beroperasi dengan menggunakan lithium-ion . Pengembangan teknologi baterai lithium-ion yang disematkan di kapal kelas Taigei milik JMSDF berdasarkan berbagai penelitian yang sudah dilakukan, dan sebelumnya, implementasi teknologi baterai lithium-ion ini sudah sempat digunakan Jepang pada dua kapal selam terahir kelas Sōryū mereka, yaitu JS Ōryū (SS 511) dan JS Tōryū (SS-512) .
Kementerian Pertahanan Jepang berpendapat, bahwa kapal kelas Taigei ini nanya akan dilengkapi dengan sistem penyimpanan dan pasokan listrik yang lebih terpadu dan efisien. Dampak utama yang dihasilkan tentunya kemampuan untuk bertahan lebih lama di dalam air, tanpa harus merubah desain maupun bentuk kapal. Taigei-Class ialah kapal selam JMSDF pertama yang dilengkapi dengan teknologi baterai lithium yang sudah lebih disempurnakan, sekaligus memberikan JMSDF kemampuan bawah air yang jauh lebih baik dan lebih canggih daripada Angkatan Laut manapun di dunia.
Pengembangan teknologi baterai lithium-ion juga masuk dalam perencanaan pertahanan Korea Selatan, di mana sejak tahun 2020, Badan Pengadaan Persenjataan Korea Selatan menyebut bahwa negaranya sedang dalam proses pengembangan baterai lithium-ion yang rencananya akan disematkan di kapal selam generasi terbaru mereka yaitu Jang-Bogo-Class III. Riset dan penelitian dilakukan sehingga baterai yang dikembangkan tersebut nantinya dapat memberikan beberapa manfaat, seperti masa pakai yang jauh lebih panjang, keamanan yang lebih baik, hemat biaya, kepadatan energi yang lebih tinggi, serta daya isi ulang baterai lebih cepat. Kapal selam terbaru yang dikembangkan Korea Selatan ini direncanakan dapat melaut pada 2026 mendatang, dan nantinya akan menjadi armada kapal selam pertama di negara tersebut yang dilengkapi dengan teknologi baterai lithium-ion. Korea Selatan berfokus agar baterai yang dibuat diharapkan mampu meningkatkan kepadatan energi dan daya tahan kapal yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sistem baterai lead acid maupun AIP yang masih digunakan pada kapal selam tipe 209 maupun tipe 214 milik angkatan laut Korea Selatan.
Setelah Jepang dan Korea Selatan, Cina menjadi negara selanjutnya yang akan beralih dari penggunaan sistem lead acid battery ke lithium-ion untuk armada-armada angkatan lautnya. Upaya peralihan teknologi tersebut sejatinya sudah lama direncanakan, namun pihak angkatan laut Cina merasa ragu akibat risiko mudah terbakar dan meledaknya baterai tersebut, namun berkat penelitian dan kemajuan Cina dibidang manufaktur mobil listrik, para ilmuwan disebut telah menemukan solusi teknis yang dapat mengatasi kekhawatiran angkatan laut, di mana hasil penelitian membuktikan bahwa teknologi baterai lithium dapat tetap beroperasi dengan aman bahkan di tengah situasi yang sulit.
Penemuan jawaban teknis ini mengindikasikan bahwa upaya Cina untuk menggantikan peran lead acid battery ke lithium-ion di satuan kapal selamnya bisa jadi tidak akan lama lagi. Cina sebelumnya mengatakan, bahwa teknologi lead acid yang mereka gunakan sejak Perang Dunia II, memiliki banyak masalah, seperti contohnya, kapasitas penyimpanan energi yang buruk, kemampuan isi ulang daya baterai yang lambat, pengeluaran power yang tidak maksimal, masa pakai yang pendek sampai dengan adanya kebocoran gas beracun berbahaya. Menurut studi yang dipublikasi di Cina, lithium-ion Battery apabila digunakan nantinya, akan meningkatkan kapabilitas kapal selam mereka secara signifikan, baik dalam upaya bertahan maupun bertempur. Penggunaan baterai dinilai mampu membuat kapal menyelam lebih lama di dalam air, memiliki akselerasi yang lebih cepat, bahkan memungkinkan kapal untuk memiliki ruang lebih guna menyimpan persenjataan.
Bagaimana Dengan Indonesia?
Indonesia telah memiliki 5 unit kapal selam, 2 buatan HDW Jerman dan 3 buatan DSME Korea Selatan. Perlu diingat bahwa dari 5 kapal, saat ini hanya tersisa 4 yang aktif dan semuanya menggunakan teknologi diesel elektrik serta baterai lead acid. Siklus penggantian baterai lead acid pada kapal selam ada dalam rentan waktu 4-6 tahun sekali. Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) saat ini memang memiliki rencana untuk membeli sejumlah kapal selam baru.
Beberapa produsen saat ini sudah menjadi kandidat kuat untuk terpilih menjadi pemasok teknologi kapal selam yang akan dibeli oleh Indonesia. Bagaimanapun, diharapkan pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) baru di tubuh angkatan bersenjata Indonesia ini nantinya tidak hanya mampu memberikan lompatan teknologi bagi pengguna, tetapi juga turut andil dan berkontribusi dalam menggerakkan roda industri pertahanan dalam negeri, utamanya pada skema transfer of technology serta research and development yang optimal.
Sejumlah kandidat-kandidat kuat yang menawarkan produknya ke Indonesia memang masih menawarkan teknologi baterai konvensional dan juga teknologi AIP. Namun, berdasarkan apa yang sudah kami ulas sebelumnya dan melihat bagaimana pesatnya perkembangan teknologi baterai lithium ion, keunggulan teknis yang dimiliki serta bagaimana beberapa negara-negara di Asia juga sudah mulai beralih kepada penggunaannya, maka kami berharap bahwa teknologi baterai lithium ion dapat menjadi teknologi yang akan diadopsi pada kapal selam yang nantinya akan diakusisi oleh Kemhan. Tentu saja, dalam proses penetapan platform kapal selam terbaru Indonesia nantinya, perlu memperhatikan kebutuhan operasional dari penggunanya sendiri, yaitu TNI AL.
Referensi :
- https://www.thyssenkrupp-marinesystems.com/en/teaser/the-submarine-revolution–lithium-ion-battery-system-for-a-better-performance
- https://www.batterytechonline.com/materials/role-submarine-batteries-undersea-warfare-technology#:~:text=Lithium%2Dion%20batteries%2C%20particularly%20in,of%20their%20high%20energy%20density
- https://www.usni.org/magazines/proceedings/2022/december/japans-advanced-lithium-ion-submarines
- https://www.navalnews.com/event-news/cne-2023/2023/06/li-ion-batteries-are-underwater-game-changer-says-u212-nfs-progamme-manager/
- https://www.naval-technology.com/comment/lithium-ion-batteries-lib/
- https://interestingengineering.com/innovation/lithium-batteries-to-power-china-submarines
- https://www.scmp.com/news/china/science/article/3197670/chinas-submarine-fleet-may-soon-be-powered-lithium-batteries
- https://thediplomat.com/2022/03/japan-commissions-first-new-taigei-class-diesel-electric-attack-submarine/
- https://www.navalnews.com/naval-news/2021/03/japan-commissions-its-2nd-li-ion-battery-submarine-js-toryu%E3%80%8C%E3%81%A8%E3%81%86%E3%82%8A%E3%82%85%E3%81%86%E3%80%8D/
- https://www.researchgate.net/publication/344448031_Lithium-ion_Battery_Fire_Suppression_in_Submarine_Battery_Compartments
- https://interestingengineering.com/innovation/lithium-batteries-to-power-china-submarines
- https://www.thedrive.com/the-war-zone/7747/japan-goes-back-to-the-future-with-lithium-ion-battery-powered-submarines
- https://navyrecognition.com/index.php/naval-news/naval-news-archive/2021/june/10279-madex-2021-hanwha-defense-presents-its-new-technology-of-lithium-ion-battery-for-submarines.html
- https://www.thedrive.com/the-war-zone/7747/japan-goes-back-to-the-future-with-lithium-ion-battery-powered-submarines
- https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1742-6596/2131/4/042100/pdf
- https://jurnal.uns.ac.id/inkuiri/article/download/50082/30866
- https://www.nobelprize.org/uploads/2019/10/advanced-chemistryprize2019.pdf