Pancasila Masih(Kah) Milik Indonesia (?)
“Pancasila tidak diingat, bukan pancasila yang merugi. Pancasila tidak diadopsi dalam kebijakan negara, bukan pancasila yang rugi atau malu karena statusnya sebagai dasar filsafat negara. Tetapi negara, dan kita sebagai rakyat yang merugi dan malu”. Setiap tanggal 1 juni selalu diperingati pemerintah indonesia secara resmi sebagai hari pancasila. Tapi bagi masyarakat Indonesia umumnya, tunggu dulu. Pancasila bagi masyarakat mungkin dipandang hanya sebagai bagian dari seperangkat upacara bendera. Mereka lebih mengenal HAM, parpol, korupsi, pilkada, demokrasi dibandingkan pancasila. Para siswa juga tak jauh dari itu, mereka mengenal pancasila hanya sebagai bagian dari mata pelajaran dan kelengkapan upacara bendera belaka. Pemerintah juga sama saja, bahkan kebijakan sering dibuat tanpa mempertimbangkan nilai-nilai pancasila. Mengenal HAM, demokrasi, dsb., sebenarnya tidaklah menjadi masalah. Karena semua itu telah menjadi materi penyusun dari pancasila. Menjadi masalah kemudian adalah ketika pengetahuan itu semua mengalahkan penerimaan akan pancasila. Harusnya pengetahuan dan pemahaman tersebut dapat dijadikan sebagai kritik dan penyempurnaan dari pancasila sebagai ideology terbuka.
Saya meyakini ‘ada’nya pancasila adalah ‘sesuatu’. ‘sesuatu’ yang menjadikan faktor ke’ada’an pancasila itu menjadi menarik, penting, dan bermakna dari ‘ada’nya indonesia. Saya terhenyak ketika mendengar teman calon doktor umur 25 asal Indonesia kuliah di harvad menyinggung pancasila januari lalu. Bertanyalah dia pada saya, Pancasila itu milik siapa sih? Masih Indonesia kan? Kenapa tidak jalankan. Siapa yang tidak kenal pancasila, karena tidak hanya Indonesia dan Tuhan yang tahu bahwa Pancasila adalah milik dan dari Indonesia. Negara-negara tetangga juga tahu kalau Pancasila adalah milik dan dari Indonesia, misalnya Australia; Saya sengaja menyantumkan Australia karena dinegara ini Pancasila ternyata dikaji mendalam oleh beberapa akademisinya. Orang Indonesia yang gak hafal pancasila pun tahu pancasila milik Indonesia. Pertanyaannya di letakkan dimanakah pancasila yang diketahui milik Indonesia itu. apakah sudah dicuri negara lain kok tidak pernah kelihatan kabarnya. Pancasila ‘dicuri’? mungkinkah itu terjadi. Pancasila bukan pemberian Tuhan, tetapi sebuah hasil sekaligus proses. Karena ke’ada’an pancasila adalah hasil dari sebuah tesa yang berkembang menjadi antitesa dan berevolusi menjadi sintesa sekaligus tesa baru, begitu seterusnya. Karena itu, selama pancasila tidak dijalankan artinya akan minim hal-hal baru yang muncul/memperkaya. Karena itu pula pancasila dapat ‘dicuri’ atau digunakan dan dikembangkan oleh siapapun selama orang dan atau negara itu berkendak.
Jika memang pancasila dapat ‘dicuri’, apakah nasionalisme baru Obama adalah sebuah bukti? Silahkan simpulkan sendiri. Obama sekitar tahun 2008 di Universitas Indonesia mengingatkan keampuhan dan pentingnya pancasila bagi Indonesia khususnya, dan dunia umumnya. Akhir tahun 2012 obama melontarkan new nasionalisme yang lebih terkesan pancasilais dibanding liberalis-kapitalis. Inti kesamaan secara sederhana terlihat dari pengusungan konsep gotong royong yang kemudian di identifikasi oleh beberapa politisi oposisi sebagai komunalisme. Secara lebih ekstrim menuding obama membawa pancasila kedalam sistem politik dan gaya hidup bangsa Amerika. Ironis, hal itu berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia yang telah banyak melupakan Pancasila bahkan konsep tersederhananya yakni Gotong Royong. Pemerintah/eksekutif lebih cenderung memperlihatkan semangat liberalis-kapitalis, maupun neoliberalisnya. Gelaran pesta rakyat di daerah dan ibukota yang marak dengan semangat gotong royong makin berkurang. Tengoklah misal sekaten, Pekan Raya Jakarta, sekarang lebih menonjolkan sisi ekonomi dan pemihakan terhadap pemodal besar. Padahal ekonomi harusnya dipandang sebagai side effect dari gelaran pesta rakyat yang harusnya menjadi ajang guyub/kebersamaan.
Beruntung Indonesia tidak sekedar laboratorium yang melahirkan pancasila, Indonesia adalah media dan ruh pancasila. Yang artinya sejauh manapun pancasila dibuang dan disisihkan, tapi secara bawah sadar pancasila masih tersimpan dan akan menunjukkan dirinya pada saat tertentu. Hal ini dapat dibuktikan dalam setiap konflik sosial semisal di lampung di akhir tahun 2012 pancasila menunjukkan dirinya. Yakni masyarakat mengingat pancasila dengan sendirinya dalam upaya penyelesaian konflik. Tetapi sering kali pemerintah abai akan hal ini, sehingga konflik sering berulang kembali sebagai buah pengabaian nilai-nilai pancasila. Pancasila tidak diingat, bukan pancasila yang merugi. Pancasila tidak diadopsi dalam kebijakan negara, bukan pancasila yang rugi atau malu karena statusnya sebagai dasar filsafat negara. Tetapi negara, dan kita sebagai rakyat yang merugi dan malu. Lalu siapa yang diuntungkan dengan keadaan ini. Merekalah yang dalam term ancaman asimetris sebagai aktor bukan negara dan aktor negara. Mereka yang membuat kita lupa akan berkah dari Tuhan yang ditemukan dan disusun oleh pendahulu kita. Mereka yang membuat nilai-nilai luhur teruji ratusan tahun terlihat kuno dan tidak modern.
Menarik untuk disimak dan dibuktikan, asumsi pancasila identik dengan perilaku dan sistem yang korup dan otoriter. Bukan tanpa alasan saya mengajukan ide tersebut mengingat pertama, telah dua episode rezim yang dinilai melanggengkan kekuasaan atas nama pancasila. Kedua, tingkat korupsi yang tinggi dan kontrol ketat yang berlindung dibalik pancasila. Dua hal ini sempat sangat bergaung di awal gerakan reformasi, dan tampak begitu meyakinkan hingga masyarakat semakin trauma dengan Pancasila. Lengkaplah kampanye pancasila adalah sumber kehancuran dan layak ditinggalkan. Pandangan terhadap pancasila yang demikian ternyata dimiliki juga oleh pihak oposisi pemerintahan Obama. Saya tidak tahu apakah mereka ini adalah bagian dari otak proyek liberalisasi sistem politik dan ekonomi di Indonesia. Tapi satu fakta bahwa pemerintah amerika dan australia pernah memberikan bantuan asistensi pembuatan undang-undang. Dan fakta lain undang-undang hasil asistensi mereka banyak mendapatkan gugatan di MK. Fakta menarik lainnya adalah adanya upaya menggantikan pasal ekonomi kerakyatan (pancasila) yakni pasal 33 UUD seblum amandeman dengan pasal yang lebih berpihak kepasar pasar/liberalism.
Apa kita masih ingin pancasila?
Tidak ada gunanya membicarakan pancasila jika kita memang tak sungguh-sungguh menginginkannya. Membicarakan pancasila harus dilakukan terus menerus dan tidak hanya saat tanggal 1 juni saja. Karena tanggal 1 juni dan sekitarnya adalah momen tukang opini ngomong pancasila. Kemudian kapan momennya orang biasa dan birokrat kantoran hingga buruh membicarakan pancasila kalo pancasila hanya dibicarakan tanggal 1 juni saja. Sebagian dari kita mungkin akan berpendapat masyarakat kecil hidupnya sudah rumit, tidak akan sempat membicarakan pancasila. Bagi saya itu adalah pendapat orang yang menginginkan demikian, atau mendapatkan keuntungan dari kondisi itu. bagaimana tidak, pancasila itu menyangkut cara hidup masyarakat. Membicarakan pancasila berarti membicarakan cara hidup mereka sendiri. Tetapi membicarakan cara hidup mereka belum tentu akan mengarah kepada perbincangan pancasila. Membincangkan pancasila tidak harus dan selalu doktriner ataupun mengarah kearah indoktrinasi. Membincangkan pancasila bagi masyarakat dapat menjadi kritik dan kontrol terhadap penerapan atau penerjemahan pancasila oleh pemerintah. Membincangkan pancasila dapat membuat bangsa ini lebih cerdas menghadapi tantangan masa depan. Karena pancasila adalah sumber jawaban berbagai permasalahan bangsa ini. Karena pancasila adalah dasar filsafat bangsa ini.
Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh pancasila. Masalah ekonomi, pancasila menyarankan koperasi. Masalah sosial, pancasila menyarankan toleransi. Masalah hukum, pancasila menyarankan kesetaraan posisi. Masalah hankam, pancasila menyarankan gotong royong semua ikut. Masalah politik, pancasila menyarankan musyawarah. Menjadi pertanyaan kemudian, mau tidak bangsa ini mengadopsi dan membincangkan pancasila dalam penyelesaian permasalahan kebangsaannya. Masih tersisa dua pekerjaan besar dalam membincangkan pancasila diluar bulan juni. Pertama, pembuktian apakah benar Pancasila itu membuat korup. Kedua, apakah benar pancasila menjadikan suatu negara demokratis, menjadi negara yang otoriter. Sehingga masih pantaskah kita trauma dengan pancasila. Masihkah kita benar-benar menginginkan pancasila, atau perlukah kita rubah pancasila dengan Daulah Khilafah Islamiyah dsb.
Tulisan Mencerahkan Mas Is…..
Betul, Pancasila tidak membutuhkan pengakuan apapun dari kita, tapi bangsa inilah yang membutuhkannya untuk tetap menjaga kebhinekaan dan keragamanan Budaya yang sangat majemuk…
Begitulah mas Bambang, kebebasan dan keberbedaan budaya serta bahasa melupakan persatuan sebagai sebuah bangsa dan manusia Indonesia. Tidak mengherankan jika di jejaring sosial dan seringnya konflik sosial akan terdengar sumpah serapah berbau SARA, dan kalimat-kalimat provokatif yang mengarah ke pemisahan atau ajakan perang suku. Sukarno rela terpenjara dan mati demi Ide persatuan Indonesia. Bangsa ini lupa Yos Sudarso dan tentara- tentara kelas bawah atau gerilyawan dari sabang sampai merauke berjuang demi persatuan Indonesia terkhusus dalam konflik mengembalikan Papua Barat kedalam persatuan indonesia.
Jangankan yang berbeda suku atau agama; masih sama-sama Islam tetapi berbeda manzhab sudah melupakan persatuan dikalangan muslim apalagi persatuan sebagai bangsa. Jangankan sesama muslim, sesama penganut Kristen juga demikian kondisinya. Ibnu Khaldun mengingatkan dalam bukunya Mukhaddimah bahwa hancurnya sebuah kerajaan pertama-tama dimulai dengan hancurnya semangat persatuan. Semoga Negara ini tidak demikian, para pemimpin bisa belajar dari berbagai sejarah peradaban manusia di dunia dan sejarah peradaban di nusantara.
Pilihannya akankah kita menjadi bagian dari pembusukan bangsa ini dengan mengabaikan pancasila khususnya soal persatuan, ataukah kita menjadi bagian yang mencegah meluasnya pembusukan dengan menggelorakan Pancasila dan persatuan indonesia dalam menangani problem sosial Indonesia.
Luar Biasa artikelnya mas, kebobrokan politik dan anteknya yang berlindung dibawah pancasila akan menuai hasil nya sendiri, penggalian Pancasila berasal dari nilai nilai luhur budya bangsa bukan hanya sejak bangsa indonesia merdeka tetapi sejak pertama kali yang namanya Nusantara Lahir. Yang berlindung dibawah Pancasila adalah mereka mereka yang keblinger yang hanya menghambat perkembangan bangsa ini. Bila masih di kuasai oleh: Kuasa Gelap there is no way that we have to enter Kuasa Terang. The way how to get there, is The way of PANCASILA. Spiritualisasi Pancasila tak lain dan tak bukan bertujuan melakukan pembentukan Jiwa. Jika tidak maka selimut Republik yang kotor oleh Korupsi, Kemiskinan, Pengangguran dan Bencana Alam serta degradasi moral akan kian kotor.
cuplikan pidato bung karno yang memperkenalkan Pancasila di PBB dalam rangka Membangun Dunia Kembali To Build The World a New, 30 September 1960. “Sesuatu” itu kami namakan “Pancasila”, ya “Pancasila” atau Lima Sendi Negara kami. Lima Sendi/Dasar tidaklah langsung berpangkal pada Manifesto komunis ataupun Declaration of Independence. Declaration of Independence memang, gagasan-gagasan dan cita-cita itu mungkin sudah ada sejak berabad-abad telah terkandung dalam bangsa kami. Dan memang tidak mengherankan bahwa paham-paham mengenai kekuatan yang besar dan kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan Nasional.”.
Satu hal yang kita takutkan adalah bila bangsa ini tdk cepat berubah memaknai Pancasila, Bukan tidak mungkin dasar negara ini dipakai bangsa lain dan kita tinggal gigit sepatu bukan gigit jari lagi.
Best Regard
Terima Kasih mas. Sepertinya pujian itu berlebihan, mungkin hanya mengena karena realitas yang demikian bobrok di Negeri Tercinta. Saya sering teringat sebuah babat sewaktu di Lombok yang menceritakan kemunduran dan keruntuhan Majapahit yang kondisinya kok mirip Indonesia sekarang. Saya hanya berdoa semoga mulai tahun-tahun sekarang adalah sebuah titik balik dan tidak semakin bobrok seperti Majapahit dahulu.
Kebangkitan Pancasila menyongsong tanggal 1 Juni 2011 semakin menggelora dipicu antara lain oleh kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang Pancasila seperti jajag pendapat Kompas 4-6 Mei 2011 yang 92,5 % responden menyatakan perlunya penguatan terhadap ideology Pancasila, kesimpulan dan rekomendasi Saresahan Nasional Pancasila 2-3 Mei 2011 di UGM yaitu Nilai Pancasila Harus Membumi, Megawati Sukarnoputri Tawarkan Pancasila Kepada Dunia di World Cultural Forum 18 Mei 2011, Kesepakatan Temu 9 Lembaga2 Negara 24 Mei 2011 yakni Semua lembaga negara berkomitmen secara aktif mengambil tanggung jawab untuk menguatkan Pancasila sebagai ideologi Negara, Seluruh lembaga negara sepakat bahwa Pancasila harus menjadi ideologi dan inspirasi untuk membangun kehidupan berbangsa yang rukun, harmonis, dan jauh dari perilaku mendahulukan kepentingan kelompok atau golongan, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika adalah empat pilar kebangsaan yang harus diterapkan, Diperlukan rencana aksi nasional untuk mensosialisasikan dan menguatkan nilai-nilai Pancasila.
Sepakat dengan mbak nona pane harus ada rencana aksi secara nasional. Untuk apa pancasila ditawarkan ke dunia internasional jika kita sendiri tidak mau memakai. Btw pancasila sudah ditawarkan dan dikenalkan kedunia internasional oleh sukarno seperti yang diungkapkan oleh mas Salim dewan penasehat Keris. Selain itu semangat new nationalism Obama juga sangat mirip dan sama isinya dengan pidato Sukarno di PBB, sewaktu mengenalkan dan menawarkan pancasila sebagai solusi tatanan dunia baru setelah perang dunia II. Seandainya mbak nona pate berkenan memberikan, saya ingin meminta kopian kesepakatan temu 9 lembaga-lembaga negara tanggal 24 mei 2011.
Indonesia sedang mengalami permasalahan multikulturalisme yang akut. Entah mengapa pemerintah seperti tidak menyadari obatnya ada di Pancasila. Ada banyak jurusan antropologi, sosiologi, politik, hukum, ekonomi, dan filsafat yang menghasilkan lulusan bahkan hingga 4 kali setahun. Ironis, tidak ada diantaranya yang diajak untuk mendikusikan bagaimana mengatasi problem multikulturalisme di Indonesia. Tidak ada yang diajak untuk merumuskan bagaimana seharusnya implementasi Pancasila. Seolah-olah amanat konstitusi membuat rakyat cerdas haruslah dengan nilai Ujian Nasional tinggi. MPR yang mensosialisasikan 4 pilar kebangsaan masih sangat kurang komunikasinya.
Padahal dalam peperangan asimetris orang2 ahli di bidang sosial di luar birokrasi pemerintahan adalah ujung tombak, terutama dalam peperangan politik dan Ideologi. Kenapa seolah-olah hanya militer yang aware akan hal ini. Pihak kemenhan juga terkesan lamban dalam menyikapi bagaimana strategi nasional dalam peperangan asimetris. Dewan Ketahan Nasional (Wantannas) terkesan adem-ayem; padahal peperangan asimetris sangat mengancam kepentingan nasional Indonesia yang seharusnya menjadi perhatian wantannas.
Saya berfikir positif saja, mungkin Kemenhan sedang sibuk menggodok berulang kali berbagai perundangan menyangkut pertahanan yang masih menjadi PR sejak era menhan Yuwono S. Sedangkan kemendag sedang sibuk mengurus pilkada dan perda bermasalah. Kemenlu juga sangat sibuk berkaitan peran internasional Indonesia yang main berkembang dan diperhitungkan. Kemenkopolhukam sibuk ngurusi konflik yang tidak pernah mereka mengerti atau mungkin malas untuk mencoba mengerti. Kemendagri sedang sibuk impor dari china dan India. Kemenkesra sibuk ngurusi lapindo hingga BLSM. Elit pusat lain juga demikian, sama-sama sibuk. Kepentingan Nasional nampaknya masih menjadi PR pejabat selanjutnya sama seperti yang sudah-sudah.
Kadang kala, kita baru akan merasa kehilangan ketika hal tersebut sudah diterapkan dengan baik di tempat lain…. Apakah hal itu juga harus terjadi untuk Pancasila?
seperti peribahasa lama, kita baru nyadar kena kuman kalo kumannya sudah diseberang lautan
Dari kelima sila tersebut sangat jelas pengaruh aliran sosio-nasionalisme (Internasionalisme dan nasionalisme), sosio-demokratis (demokrasi dan keadilan sosial) dan agama (KeTuhanan). Paham sosio-nasionalime Bung Karno dipengaruhi oleh ajaran A. Baars (kosmopolitanisme A. Baars dari Belanda) sedangkan paham sosio-nasionalisme dipengaruhi oleh seorang sosialis Dr. Sun Yat Sen pendiri negara Tiongkok merdeka. Sedangkan sila KeTuhanan berasal dari diskusi antara Bung karno dan pemuka agama Islam saat itu. Jadi isi sila pancasila itu bersumber dari Belanda, Cina dan Islam. Jika ada yang bilang Pancasila digali dari budaya bangsa indonesia atau peninggalan nenek moyang itu adalah keliru.. hehehehehe.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Soekarno berada dalam pengaruh berbagai paham/ide yang mas gail sebutkan. Hal itu adalah wajar sebagai orang yang berpendidikan, pertanyaannya seberapa dalam, seberapa lama, dan bagaimana dia menerjemahkan paham itu, serta adakah faktor yang mempengaruhi pemahaman suatu ide dapat dicerap dan diterima oleh seseorang. Pemahaman dan tindakan seseorang akan sangat dipengaruhi oleh apa yang ada di dalam otaknya. Apa yang ada di dalam otaknya sangat bergantung dengan habit kehidupannya. Paham sosial demokrat dalam komunisme dapat dipahami dan diimplementasikan secara berbeda oleh Uni Soviet, China, Korea Utara, beberapa negara arab, dan Kuba. Jika mas Gail sempat untuk mencoba membaca buku strategi kebudayaan karya Romo Van Peursen maka itu akan membantu pemahaman anda, kenapa pancasila dikatakan sebagai peninggalan/digali dari budaya bangsa yang saya maksudkan. Singkatnya otak Soekarno adalah otak orang Indonesia, yang entah berapa jam sehari bersentuhan dengan berbagai hal berkaitan dengan Indonesia. Sejak baru lahir Soekarno langsung bersentuhan dengan adat dan budaya orang indonesia, jauh sebelum mengenal Ide-Ide itu.
Akan sangat membantu lagi jika mas Galil membaca kembali Isi pidato pancasila Sukarno, buku Pancasila ilmiah populer, buku kumpulan pidato tentang pancasila, dan buku-buku tentang pancasila yang ditulis oleh Driyarkara dan Notonagoro secara seksama. Dan mohon dipahami juga bagaimana ciri filsafat di Indonesia waktu itu bahkan mungkin hingga sekarang masih banyak yang tidak sistematis. Jadi tidak akan ditemukan istilah keren internasionalisme seperti dilontarkan Dr Sun. Itu pun Dr. Sun cukup enak mengutip filosof mereka semisal Confusius bla bla bla. Cukup terbatas bagi kita bangsa Indonesia untuk dapat mengutip sebuah filosofi yang bisa dikatakan tersistematisasi, ditambah akses pengetahuan yang ilmiah trsebut sangat sulit kala itu. Mungkin perlu dipertegas bahwa Pancasila sebagai peninggalan nenek moyang atau digali dari budaya bangsa bukan berarti menafikan budaya bahkan pemikiran asing. Justru dengan adanya penggalian dan pencarian peninggalan nenek moyang sebagai sebuah identitas adalah karena persinggungannya dengan budaya dan pemikiran asing. Semisal Yosodipuro menulis “jaman edan wong sing ora edan ora keduman” itu adalah bentuk persinggungan dengan unsur asing yang mulai meruntuhkan moral orang Indonesia(kala itu Jawa).
Pertanyaannya apakah sosio-nasionalisme memang tidak dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak sriwijaya maupun majapahit yang menyatukan dan mengatur bangsa-bangsa tua (jawa, sunda, minang, lombok mirah, bali, bahkan hingga bangsa khmer? apakah memang bangsa indonesia tidak memiliki ketuhanan (agama) seperti ditunjukkan hubungan akur hindu-budha yang melahirkan sinkretisme keduanya dst. ya, begitulah pancasila yang lebih menunjukkan identitas kita masa lalu dan bagaimana identitas kita kedepan. Apakah kita harus meminta pengakuan dunia Internasional khususnya dari A. Baars, dsb itu yang sering dikutip Sukarno untuk mengatakan bahwa ya indonesia pada dasarnya itu cenderung sosialis, komunalis, dsb. sejak masa kerajaan/bangsa tua?