Peran Krusial Pesawat Angkut dalam OMP dan OMSP TNI (Berdasar Tinjauan Terhadap Jumlah Pesawat Angkut Negara Sekitar)
Pendahuluan
TNI memiliki tugas pokok untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas pokok TNI sebagaimana dijelaskan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pasal 7 ayat (2) huruf (a) dan (b) terbagi ke dalam dua bentuk operasi militer, yaitu:
- Operasi militer untuk perang (OMP)
- Operasi militer selain perang (OMSP)
Adapun untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas pokok TNI tersebut, baik untuk operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP), tentunya diperlukan sarana dan prasarana yang menunjang kelancaran tugas-tugas pokok tersebut. Sarana dan prasarana penunjang tersebut bisa berupa keberadaan alutsista yang mendukung. Jenis alutsista yang akan coba saya angkat dalam tulisan ini adalah pesawat angkut dan peranannya di dalam mendukung tugas-tugas pokok TNI.
Peranan pesawat angkut dalam mendukung tugas-tugas pokok TNI
Pesawat angkut militer (military transport aircraft) merupakan salah satu jenis alutsista yang dapat mendukung tugas-tugas pokok TNI, baik dalam hal operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP). Penggunaan pesawat angkut bukanlah hal baru di dalam operasi-operasi TNI. Kita pun juga dapat melihat peranan yang begitu besar dari pesawat angkut kelas berat (heavy transport aircraft) semisal C-130 Hercules dan Fokker-27 Troopship milik TNI-AU maupun yang dari kelas medium (medium transport aircraft) semisal Casa C-212 dan CN-235.
Di dalam kaitannya tugas pokok TNI yang bersifat operasi militer untuk perang (OMP), pesawat angkut dapat digunakan untuk mengangkut barang-barang keperluan militer (logistic) bagi personel tentara, pelepasan logistic dari udara (dropping logistic), mengangkut senjata, angkut personel, serbuan lintas udara (airborne assault) untuk menduduki wilayah-wilayah musuh, search and rescue, ataupun dirancang khusus untuk VIP/VVIP seperti Kepresidenan. Sedangkan di dalam kaitannya tugas pokok yang bersifat operasi militer selain perang (OMSP), pesawat angkut dapat digunakan untuk membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengiriman bantuan kemanusiaan (bisa berupa bahan pangan dan obat-obatan) dan juga dapat membantu pencarian dan pertolongan kecelakaan (search and rescue).
Mengapa pesawat angkut diperlukan di dalam menanggulangi akibat bencana alam dan pengiriman bantuan kemanusiaan? Hal ini disebabkan karena penanggulangan akibat bencana alam dan pemberian bantuan kemanusiaan juga masuk ke dalam tugas pokok TNI dalam hal operasi militer selain perang (OMSP) sebagaimana dijelaskan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pasal 7 ayat (2) huruf (b) poin no (12) dan (13) yang bunyinya sebagai berikut:
- membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
- membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue);
Peranan pesawat angkut di dalam bantuan kesehatan dan penanggulangan bencana alam adalah dengan melakukan dropping bahan makanan, obat-obatan maupun barang-barang keperluan lainnya dari udara ke titik-titik daerah yang dilanda bencana yang kesulitan ditempuh dengan kendaraan darat serta untuk keperluan penangan korban bencana alam lebih lanjut. Penggunaan pesawat angkut dalam tugas ini juga merupakan wujud pengejawantahan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2012 tentang Mekanisme Koordinasi Bantuan Kesehatan di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia dalam Penanggulangan Bencana Bab IV Mekanisme Koordinasi pasal 11 ayat (1) huruf (d) dan pasal 15 ayat (1) huruf (c) sebagai transportasi udara.
Kondisi kesiapan pesawat angkut yang dimiliki oleh TNI
Peranan krusial pesawat angkut bagi OMP dan OMSP TNI-AU ternyata tidak sebanding dengan kondisi kesiapan pesawat di lapangan. Faktor usia pesawat dan juga faktor maintenance telah berdampak pada kesiapan operasional pesawat.
Kita tentu masih ingat peristiwa jatuhnya pesawat Fokker-27 Troopship dengan nomor registrasi A-2708 milik TNI-AU pada hari Kamis, 21 Juni 2012 tentu menyisakan kepedihan yang mendalam. Pesawat ini tercatat masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1966 yang kalau dihitung sampai masa sekarang sudah berumur 46 tahun. Bagi TNI-AU, ini merupakan kali kedua mengalami kecelakaan pesawat Fokker-27. Kecelakaan pertama terjadi pada 6 April 2009 di Lanud Hussein Sastranegara Bandung. Kala itu, pesawat Fokker-27 dengan nomor registrasi A-2703 jatuh menimpa hanggar Aircraft Services milik PT Dirgantara Indonesia dan menewaskan 24 personel TNI-AU.
Pesawat angkut yang lain milik TNI-AU, yaitu C-130 Hercules pun kondisinya juga tak jauh beda. Pesawat yang mulai diterima Indonesia pertama kali pada tahun 1975 (3 unit C-130B) ini pun pernah terjadi insiden pesawat jatuh sebanyak 2 kali. Insiden yang pertama terjadi di Condet, pada tanggal 5 Oktober 1991 dalam perayaan HUT ABRI ke-46 menewaskan 133 prajurit Paskhas TNI-AU dan 2 warga sipil. Sedangkan insiden yang kedua terjadi pada tanggal 20 Mei 2009 dimana sebuah pesawat Hercules TNI-AU dengan nomor registrasi A-1325 jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan.
- Pesawat Hercules TNI AU (foto: http://poskotanews.com)
Adapun daftar kecelakaan pesawat angkut TNI pada periode 2000-2009 selain yang sudah saya sebutkan di atas adalah sebagai berikut:
- 8 Januari 2001, pesawat Casa C-212 milik TNI-AL No. Penerbangan U614 Timika menabrak Pegunungan Jayawijaya.
- 20 Desember 2001, pesawat Hercules C-130 No. A-1329 milik Skuadron Udara 31 Bandara Polonia Medan tergelncir dan terbakar.
- 21 Juli 2005, pesawat CN-235 milik TNI-AU jatuh ketika hendak mendarat di Bandara Malikussaleh Lhokseumawe.
- 19 Juli 2006, pesawat Casa 212 200 milik TNI-AD jatuh di Tambak Cilendek, Semarang.
- 28 Juni 2008, pesawat Casa 212 yang sedang mengangkut 18 orang, termasuk 12 personel militer dan 6 warga sipil, yakni 3 orang masing-masing dari India, Inggris dan Singapura, jatuh di Gunung Salak.
Banyaknya pesawat angkut yang mengalami kecelakaan atau jatuh tentunya berpengaruh terhadap jumlah kesiapan pesawat angkut yang dimiliki oleh TNI. Ini di luar faktor perawatan dan ketersediaan spare part. Kondisi seperti ini tentu membahayakan keselamatan prajurit.
Perbandingan jumlah pesawat angkut milik TNI dengan Negara sekitar.
Pada bagian ini akan saya tampilkan data perbandingan jumlah pesawat angkut yang dimiliki TNI dibandingkan dengan negara-negara sekitar. Adapun sumber data jumlah pesawat angkut saya ambil dari World Air Forces Special Report 2011/2012, Flight International adalah sebagai berikut:
1) Indonesia
Dari data yang ada, Indonesia memiliki 10 unit aktif pesawat angkut ringan C-212, 5 unit aktif CN-235, 6 unit aktif Fokker-27, dan 15 unit aktif pesawat angkut sedang C-130 B/H Hercules. Indonesia juga memesan 9 unit CN-295 yang akan digunakan sebagai pengganti pesawat angkut Fokker-27.
2) Brunei
Dari data yang ada pada World Air Forces Special Report 2011/2012, Flight International, Brunei tercatat hanya memiliki 1 unit aktif pesawat CN-235.
3) Malaysia
Malaysia tercatat memiliki 6 unit aktif CN-235 dan 10 unit aktif pesawat angkut sedang C-130H Hercules. Malaysia juga memesan 4 unit A-400M dimana 1 unit akan dikirim pada tahun 2015, dan 3 unit sisanya pada tahun 2016.
4) Filipina
Dari data yang ada, Filipina hanya memiliki 1 unit aktif pesawat angkut sedang C-130H Hercules, 2 unit aktif Fokker-27 dan 1 unit aktif Turbo Commander.
5) Papua Nugini
Papua Nugini tercatat memiliki 3 unit aktif IAI Arava dan 2 unit aktif CN-235.
6) Singapore
Singapore tercatat memiliki 5 unit aktif C-130H Hercules dan 4 unit aktif Fokker-50.
7) Thailand
Thailand tercatat memiliki 1 unit aktif Airbus A-310, 10 unit aktif C-130H Hercules, 2 unit aktif IAI Arava dan memesan 6 unit CN-235.
8) Australia
Australia tercatat memiliki 5 unit aktif pesawat angkut berat C-17A Globemaster, 9 unit aktif C-130H Hercules, 12 unit aktif C-130J Hercules dan 9 unit aktif pesawat angkut serba guna King Air 200/350.
Dari perbandingan data di atas, sekilas ada beberapa negara yang memiliki jumlah pesawat angkut aktif hamper sama dengan Indonesia. Namun meilhat dari sisi jumlah saja menurut saya cukup naif, tentu jika dibandingkan dengan luasnya wilayah Republik Indonesia. Bila dibandingkan dengan luas keseluruhan wilayah Republik Indonesia, maka jumlah pesawat angkut yang kita miliki masih sangat kurang, utamanya untuk mendukung tugas-tugas pokok TNI, baik dalam hal operasi militer untuk perang (OMP) ataupun untuk operasi militer selain perang (OMSP). Hal ini belum termasuk faktor kesiapan operasional dan keperluan perawatan pesawat-pesawat angkut tersebut.
Kebutuhan krusial peremajaan pesawat angkut bagi TNI
Dengan melihat kondisi nyata di lapangan dilihat dari faktor perawatan, jumlah pesawat angkut, perbandingan jumlah pesawat angkut Negara sekitar serta luas wilayah keseluruhan Indonesia, maka tidak berlebihan jika menurut saya pribadi diperlukan adanya peremajaan pesawat angkut bagi TNI.
Ada dua dasar kebijakan yang dapat dijadikan dasar pijakan tentang perlunya penambahan pesawat angkut demi mendukung tugas-tugas pokok TNI. Dasar pijakan yang pertama adalah Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 26 Tahun 2012 tentang Rencana Strategis Pertahanan Negara Tahun 2010-2014 Bab V Kebijakan, Strategi, Program, Kegiatan dan Prioritas Pembangunan nomor (18) huruf (a) yang isinya sebagai berikut:
- Arah Kebijakan. Sesuai yang tercantum dalam dokumen RPJMN 2010-2014, terdapat 14 (empat belas) arah kebijakan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan, dimana 10 (sepuluh) diantaranya merupakan arah kebijakan pembangunan bidang pertahanan, yaitu:
- Modernisasi Alutsista serta penggantian Alutsista yang umur teknisnya sudah tua dan membahayakan keselamatan prajurit.
Sedangkan dasar pijakan yang kedua berupa Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 08 Tahun 2012 tentang Kaji Ulang Strategi Pertahanan (Strategic Defence Review) 2011 nomor (5) Pokok-pokok Kebijakan, huruf (f) Penyelarasan MEF Komponen Utama, yang intinya adalah penyelarasan MEF diharapkan mampu dapat menunjang TNI dalam operasi militer perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP). Hal ini karena berdasarkan perkiraan strategis tiga tahun ke depan, salah satu proyeksi TNI adalah untuk membantu mengatasi bencana alam juga yang tak lain adalah salah satu bagian dari operasi militer selain perang (OMSP).
Adapun upaya realisasi terhadap hal ini adalah rencana pengadaan 9 unit pesawat CN-295 sebagai pengganti dari pesawat Fokker-27 yang sudah berusia uzur, menerima hibah 4 unit C-130H Hercules dan pembelian 6 unit C-130J Hercules baru, keduanya berasal dari Australia. Pemilihan Hercules tentunya bukan tanpa pertimbangan matang, karena kita memang telah memiliki sistem penunjang pemeliharaan dan perawatan-nya.
Penutup
Pada akhirnya, mengingat peran yang krusial keberadaan pesawat angkut di dalam mendukung tugas-tugas pokok TNI, baik operasi militer perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP) di seluruh wilayah Indonesia, maka peremajaan pesawat angkut mutlak diperlukan. Peremajaan ini mutlak diperlukan mengingat fakta di lapangan menunjukkan bahwa kondisi sebagian pesawat angkut yang dimiliki sudah cukup uzur dan bisa membahayakan keselamatan prajurit. Banyak keuntungan yang bisa didapat dari adanya peremajaan ini, mengingat kegunaan pesawat angkut ini yang begitu besar.
Akhir kata, tulisan ini tak lebih dari pandangan saya pribadi sebagai penulis. Saya mengharapkan masukan, saran dan kritik dari siapapun yang membaca tulisan ini mengingat tulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Tak lupa saya haturkan terima kasih kepada saudara Adrianus Prima yang telah memberikan gagasan tulisan dan mas Hendrian Deddy atas referensi kebijakan-kebijakan yang ada, dan juga kepada teman-teman Lembaga KERIS yang lainnya yang mendukung penyelesaian tulisan ini.
Referensi:
- http://km.ristek.go.id/index.php/klasifikasi/detail/20710/
- http://rahakundini.multiply.com/reviews/item/46
- http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-jamespanja-33256
- http://www.anneahira.com/pesawat-angkut-militer.htm
- http://news.detik.com/read/2012/06/23/134735/1949060/10/dpr-dukung-peremajaan-pesawat-angkut-tni
- http://www.aviasista.com/2012/07/fokker-f-27-troopship-pesawat-angkut.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/C-130_Hercules
- http://news.viva.co.id/news/read/60032-jatuhnya_pesawat_militer
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
- Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2012 tentang Mekanisme Koordinasi Bantuan Kesehatan di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia dalam Penanggulangan Bencana
- http://www.beritasatu.com/nasional/66381-hercules-dipilih-karena-sistem-penunjangnya-sudah-ada.html
- http://www.tempo.co/read/news/2012/08/24/078425293/Menhan-Klaim-Hibah-Hercules-Australia-Untungkan-RI
- http://www.jurnalparlemen.com/news/2012/09/inilah-21-program-pengadaan-alutsista-tni
- World Air Forces Special Report 2011/2012, Flight International
- http://www.mindef.gov.sg/imindef/mindef_websites/atozlistings/air_force/assets/aircraft/Helicopters_and_Transport_.html
- http://www.flightglobal.com/news/articles/malaysia-to-receive-first-a400m-in-january-2015-370760/
- http://www.airforce.gov.au/Technology/Aircraft/
- Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 26 Tahun 2012 tentang Rencana Strategis Pertahanan Negara Tahun 2010-2014
- Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 08 Tahun 2012 tentang Kaji Ulang Strategi Pertahanan (Strategic Defence Review) 2011
Izin koreksi Mas, untuk Hercules baik yang hibah maupun yang beli dari Australia semua berasal dari tipe H.
Patut diperhatikan bahwa dalam hal pesawat terbang, dengan sedikit pengecualian pada jenis pesawat tempur, usia pesawat bukanlah faktor utama dalam hal kesiapan operasional.
Namun faktor utama adalah kesediaan spare part dan muatan teknologi yang berada di dalamnya.
Seperti pada kasus hibah+beli pesawat Hercules dari Australia ini.
Walau di atas kertas, flight hour yang dicatatkan pada log book sudah cukup tinggi namun dengan populasinya yang banyak di dunia dan jaminan dari pabrikan akan ketersediaan suku cadang, menyebabkan opsi ini diambil pemerintah karena untuk membeli pesawat baru, baik dari jenis Herky tipe J atau pesawat lainnya, dana yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi jumlah yang diinginkan.
Selain itu faktor kesiapan SDM dan fasilitas pemeliharaan serta dukungan simulator tentunya juga merupakan salah satu faktor di belakang keputusan tersebut.
Lain halnya dengan F-27, dengan semakin banyaknya AU-AU di dunia yang mulai mengistirahatkan armada F-27, praktis penyumbang terbesar dari populasi F-27 adalah dari versi sipil yang digunakan beberapa airline di dunia, termasuk Merpati (data terakhir menyebutkan 164 unit pada Agustus 2006, dan kemungkinan sudah berkurang).
Mesin F-27, Rolls Royce Dart, berasal dari akhir dekade 40an dan tercatat produksi terakhir pada 1987 seiring dengan produksi terakhir F-27.
Saya bahkan tidak tahu kalo spare part mesin ini masih tersedia di pasaran atau tidak, karena mesin ini pun sudah jadi koleksi museum di negara asalnya Inggris.
Selain itu pabrikan Fokker yang sempat dinyatakan bangkrut dan dua kali berganti pemilik hingga akhirnya diselamatkan oleh Stork AG, saya rasa juga menyumbang seretnya pasokan sucad untuk jenis pesawat ini.
Kalaupun ada mungkin harganya sudah tidak ekonomis ataupun tidak dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya.
Beberapa faktor ini, dan tentu saja 2 kejadian total lost dalam kurun waktu 3 tahun, yang menyebabkan TNI-AU memutuskan untuk mengakhiri pengabdian dari pesawat ini.
Keputusan pemerintah untuk memenangkan CN-295 atas C-27 dalam penggantian F-27 saya rasa sudah merupakan keputusan yang tepat karena CN-295 tak lain dan tak bukan adalah pengembangan dari CN-235 yang diproduksi bersama oleh PTDI dan AM yang tentu saja memudahkan bagi kita untuk mendapat ToT dari pesawat tersebut.
Kalau saya gak salah dengar, skadron baru Herky akan disiapkan di Makassar untuk meng-cover area timur Indonesia.
Jadi mari kita kawal proses pemenuhan MEF ini agar tidak keluar dari jalur sehingga kas negara yang digelontorkan untuk hal ini dapat tepat sasaran dan memenuhi tupoksi dari TNI-AU
Hormat saya,
Terima kasih Rif koreksinya, coba saya benahi dulu tulisannya
Info yang sangat baik
jangan Lupa kunjungi http://ittelkom-sby.ac.id/
Terima kasih, artikel yang menarik~
Kunjungi : pls check
Website Kami
Website Kami