Tantangan Pertahanan Negara Sang Presiden Terpilih
Eforia kampanye dan aksi dukung mendukung calon presiden menjelang pelaksanaan pemilihan presiden 2014 di masyarakat Indonesia saat ini merupakan sebuah keniscayaan dari salah satu proses demokrasi dimana pemimpin bangsa ditentukan langsung oleh rakyat yang dipimpinnya. Antusiasme masyarakat untuk memberikan dukungan kepada para calon presiden merupakan bukti bahwa masyarakat semakin sadar akan tantangan yang begitu nyata yang dihadapi bangsa ini sekarang, dan berharap kepada sang calon presidendapat menjawab seluruh harapan dari masyarakat tersebut dan membawa Indonesia menjadi Negara yang aman dan sejahtera sebagaimana menjadi tujuan didirikannya Negara dalam alinea keempat pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan dan tantangan yang serius sebagai sebuah Bangsa dan Negara, salah satunya menyangkut ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), baik yang berasal dari luar atau dari dalam negeri, berbentuk ancaman militer maupun nirmiliter.
Tantangan Militer
Tantangan kedaulatan yang berbentuk ancaman militer sebagian besar bersumber pada potensi terjadinya konflik perbatasan antara Indonesia dengan Negara tetangga baik menyangkut pebatasan didarat maupun dilaut (maritim). Didarat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga Negara yaitu: Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste.Sedangkan dilaut Indonesia berbatasan dengan 10 Negara yaitu: Malaysia, Singapura, Papua New Guinea, Thailand, Filipina, Republik Palau, India, Vietnam, Australia, dan Timor Leste dimana beberapa perbatasan tersebut sampai dengan saat ini belum mempunyai kesepakatan/perjanjian final sehingga dapat menimbulkan gesekan dikemudian hari. Potensi konflik tersebut antara lain seperti di perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste yang masih menyisakan sengketa di beberapa segmen batas Negara, seperti di Haumeni Ana Kabupaten Timor Tengah Utara yang pada 2012 sempat memicu bentrok terbuka antar penduduk perbatasan. Selain itu, di perbatasan darat Indonesia dan Malaysia juga tidak lepas dari masalah yang bersumber pada sering bergesernya patok batas Negara yang semakin lama banyak yang masuk ke wilayah Indonesia.
Adapun potensi konflik lebih besar terjadi di perbatasan laut (maritim). Dengan Malaysia misalnya, Indonesia saat ini masih terlibat sengketa di perairan ambalat, Kalimantan Utara yang hampir berujung konflik terbuka beberapa waktu yang lalu dan belum juga menunjukan tanda-tanda penyelesaian secara final walau sudah dilakukan pembicaraan sebanyak 27 kali namun pihak Malaysia masih enggan menerima hasilnya. Selain perairan ambalat, Indonesia dan Malaysia kembali berselisih soal batas negara di Tanjung Datu, Kalimantan Barat yang sempat mencuat seiring provokasi yang dilakukan pihak Malaysia dengan membangun mercusuar diwilayah sengketa yang kemudian di respon oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan mengirim kapal perang untuk menghentikan aksi pembangunan tersebut. Dari dua contoh sengketa perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia tersebut, maka Presiden terpilih harus mampu bertindak tegas dalam menghadapi setiap provokasi yang dilakukan oleh negeri jiran tersebut dan benar-benar memperhatikan pembangunan wilayah perbatasan Indonesia di Kalimantan yang panjangnya kurang lebih mencapai 2400 Km2, sehingga peristiwa lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan tidak terulang kembali.
Selain dengan Malaysia, potensi ancaman kedaulatan dan keutuhan NKRI juga datang dari selatan seiring strategi pertahanan maritim pemerintah Australia yang dikenal dengan sebutan Australia’s Maritime Identification System (AMIS). AMIS merupakan manifestasi konsep regional maritime security Amerika Serikat yang kemudian dilakukan oleh pemerintah Australia dengan melakukan deteksi dini setiap kapal yang akan berlabuh ke Australia sejauh 1000 mil dari garis pantai Australia, padahal jarak yang telah disepakati secara Internasional untuk deteksi dini sesuai UNCLOS 1982 adalah sejauh 200 mil dari garis pantai dan menjadi batas nasional suatu Negara berdaulat. Kebijakan pemerintah Australia tersebut jelas akan menabrak batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di selatan pulau jawa, sehingga sangat berpotensi mengancam kedaulatan wilayah NKRI. Masih menyangkut perbatasan maritim, meningkatnya konstelasi ketegangan di laut cina selatan (LCS) beberapa bulan terakhir setelah pemerintah Tiongkok secara resmi memasukkan wilayah sengketa kedalam Zona Identifikasi Pertahanan Udara/Air Defense Identification Zone (ADIZ) negeri tirai bambu tersebut. Kebijakan tersebut jelas menabrak batas-batas laut territorial negara tetangganya sehingga memicu ketegangan dikawasan. Khusus dengan Indonesia, klaimpemerintah Tiongkok yang berdasar pada peta“Nine-dotted line” tersebut juga menabrak wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di utara pulau Natuna dan menjadi ancaman nyata bagi kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI sehingga diperlukan sebuah kebijakan nyata oleh sang presiden terpilih untuk mewaspadai agresifitas negeri tirai bambu tersebut karena jelas berpotensi menjadi konflik terbuka antar Negara di kawasan.
Tantangan Nir Militer
Ancaman nirmiliter merupakan ancaman yang menggunakan faktor-faktor lain diluar militer namun mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan serta keutuhan wilayah Negara karena dapat bersumber dari kerapuhan ideologi, politik, sosial, teknologi informasi, ekonomi serta keselamatan umum (potensi bencana alama). Ancaman nirmiliter dapat berasal dari luar ataupun berkembang didalam negeri. Sebagai Bangsa yang dihuni oleh berbagai suku bangsa, etnis, ras, adat istiadat, kebudayan dan agama, dan terdiri dari kurang lebih 17.449 pulau maka potensi ancaman nirmiliter sangatlah besar, dan jauh lebih berbahaya dari ancaman militer karena memiliki daya rusak yang cukup besar dan sistematis namun tidak tampak dipermukaan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah strategis pertahanan nirmiliter yang dapat menjadi pedoman untuk merubah paradigm ancaman dan membangun serta mengelola kemampuan bangsa dan Negara untuk menghadapi ancaman nirmiliter tersebut. Presiden terpilih seharusnya sudah mengerti akan tantangan nyata yang menyangkut kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara yang dihadapi oleh Bangsa saat ini, karena presiden bukanlah pemimpin golongan atau partai, namun merupakan pemimpin sebuah bangsa yang majemuk, dan memegang amanah sebagai penanggungjawab terlaksana atau tidaknya cita-cita kemerdekaan sebagaimana terkandung alinea keempat pembukaan Undang Undang Dasar 1945.