Sekilas Mengenai ADIC (ASEAN Defence Industry Collaboration)
Pertemuan antara mentri pertahanan se-Asean dalam rangka Asean Minister Meeting 2010 di Hanoi, vietnam, menghasilkan keputusan untuk mengembangkan industri pertahanan antar negara2 asean. Keputusan ini didasarkan pada kenyataan bahwa Negara Anggota Asean adalah konsumen perlengkapan pertahanan dan keamanan. Di sisi lain, industri pertahanan ASEAN tumbuh secara signifikan, Terutama selama dua dekade terakhir di sektor ruang angkasa, maritim, persenjataan, otomotif, serta sektor Teknologi informasi dan komunikasi.
Seperti sudah diketahui sebelumnya, terdapat banyak sekali struktur industri pertahanan dan peraturan pemerintah diantara negara-negara ASEAN. Beberapa Negara Anggota ASEAN telah memiliki industri pertahanan yang berada di bawah kontrol dan kepemilikan dari kementerian pertahanan dan kementerian terkait lainnya. Di lain pihak, negara lain telah memiliki industri pertahanan yang terdiri dari perusahaan swasta yang beroperasi atas dasar komersial dan bersifat independen dari pemerintah, dimana industri pertahanan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam masih berada dalam berbagai tahap pembangunan
Oleh karena itu, kerjasama industri pertahanan sangat bergantung pada kebijakan pemerintahan yang berbeda untuk setiap Negara Anggota ASEAN, dimana pertahanan sektoral ASEAN tidak mempengaruhi dan berakibat positif pada kolaborasi industri pertahanan diantara negara anggota ASEAN.
Industri pertahanan didefinisikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan manufaktur pertahanan yang meliputi produksi peralatan modal, suku cadang dan komponen serta jasa pemeliharaan dan perbaikan untuk memenuhi kebutuhan militer, penegakan hukum dan keamanan negara.
Dalam pertemuan ini, dihasilkan sebuah rancangan kerjasama yang setujui oleh semua perwakilan mentri pertahanan dan keamanan negara negara ASEAN, yang disebut ASEAN DEFENCE INDUSTRY COLLABORATION (ADIC). Dalam penerapannya, ADIC memiliki berbagai prinsip, tujuan , lingkup dan bentuk kegiatan.
Asean Military Spending.
Industri pertahanan merupakan industri yang sedang berkembang khususnya di Asean saat ini. Data 2 tahun terakhir menunjukan jumlah belanja militer untuk negara negara Asean.
Vietnam |
Indonesia |
Singapura |
Malaysia |
Thailand |
|
2009 |
2,401 |
4,702 |
7,743 |
3,881 |
4,907 |
2010 |
2,410 |
6,009 |
7,651 |
3,259 |
4,336 |
(dalam jutaan dollar US)
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa negara mengalami kenaikan belanja militer termasuk Indonesia. Sedangkan negara lain relatif konstan maupun mengalami sedikit penurunan. Sudah menjadi rahasia umum bahwan sebagian besar jumlah diatas di belanjakan di luar negara negara Asean. Faktor ini disebabkan karena belum adanya barang yang dapat diproduksi diantara negara negara asean maupun karena ketidak tahuan negara lain akan hasil industri alutsista negara lainnya sesama anggota asean. Hal inilah yang dapat kita ambil sebagai celah usaha dalam memajukan industri pertahanan nasional.
BUMNIS yang memiliki potensi untuk ikut dalam program ADIC
Saat ini Indonesia memiliki berbagai industri pertahanan strategis antara lain PT DI, PT Pindad, PT Krakatau Steel dan PT PAL. Dengan program ADIC ini setiap badan usaha dalam negara Asean, khususnya Indonesia, dapat mengajukan ide untuk membuat suatu produk yang nantinya dapat mengembangkan industri pertahanan lokal kita dengan support baik berupa dana maupun asistensi dari negara negara Asean lainnya sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup dari ADIC.
Adapun potensi potensi yang dapat dikembangkan dari BUMNIS antara lain :
- PT. Pindad
PT Pindad saat ini telah mampu memproduksi berbagai senapan dan kendaraan lapis baja . Bahkan sebagian hasil produksinya sudah di ekspor ke luar negeri seperti APC Anoa yang dieskpor ke Malaysia. Diharapkan dengan adanya program ini, keluhan yang selama ini ada seperti kurangnya biaya riset serta terbatasnya kapasitas produksi dapat di minimalkan.
Sedangkan untuk program yang dapat di ajukan dalam proyek ini antara lain :
- Standarisasi penggunaan senapan serbu untuk negara negara Asean
Dengan program ini diharapkan Pindad mampu memenuhi kebutuhan senapan serbu untuk negara negara Asean lainnya yang di khususkan untuk penggunaan tentara reguler disetiap negara. Selama ini, selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pindad juga telah mengekspor hasil produksinya ke negara lain seperti Filipina. Program ini dapat dilanjutkan nantinya dengan standarisasi amunisi yang digunakan didalam tentara.
- Produksi Kendaraan Lapis Baja (APC/IFV)
Apabila pindad mengajukan program ini, nantinya diharapkan pindad mampu mengisi sebagian besar kebutuhan negara negara Asean dalam pemenuhan kendaraan lapis baja untuk tentara di masing masing negara.
- Pengembangan Rudal SAM
Pengembangan SAM dimungkinkan dengan adanya kerjasama antar lembaga yang selama ini dllakukan didalam negeri. Selain itu, dengan adanya ADIC ini, pindad dapat bekerjasama dengan lembaga lembaga lainnya diantara negara Asean. Konsep yang dapat dipakai dalam kerjasama ini dapat di contoh dari kerjasama antar negara eropa dalam proyek EUROSAM.
2. PT. Dirgantara Indonesia
Berbekal lisensi/rancang bersama yang didapat dari EADS, selama ini PT DI telah menghasilkan berbagai produk baik yang digunakan didalam maupun diluar negri. Salah satu contohnya adalah produksi CN-235 yang di ekspor ke korea yang digunakan sebagai pesawat MPA.
Adapun proyek yang bisa diajukan antara lain :
- Pesawat angkut ringan
PT DI selama ini telah melakukan produksi dalam segmen ini dengan adanya CN-235. Dengan berbekal pengalaman ini, ditambah program ADIC, merupakan sebuah nilai tambah untuk PT DI merangkul negara Asean lainnya dalam memproduksi pesawat angkut ringan yang nantinya dapat digunakan dalam berbagai fungsi seperti pengangkut logistik apabila terjadi bencana maupun fungsi lainnya seperti MPA.
3. PT. PAL
PT PAL sebagai salah satu BUMNIS di bidang rancang bangun kapal telah memiliki sejumlah produk yang di hasilkan baik itu kapal niaga maupun maupun kapal khusus yang dipesan pemerintah seperti LPD untuk TNI AL maupun kapal cepat untuk dinas kementrian kelautan dan bea cukai.
Berbekal kemampuan diatas, terdapat beberapa proyek yang dapat di ajukan dalam program ADIC :
- Landing Platform Dock
Sebagian wilayah negara Asean yang berbatasan dengan laut seperti Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura merupakan celah pasar yang besar dalam pengembangan proyek ini. Penggunaan kapal dengan multi fungsi seperti LPD selain dapat digunakan dalam kegiatan militer, dapat juga digunakan sebagai pengangkut logistik apabila terjadi bencana maupun sebagai rumah sakit terapung.
4. PT. Krakatau Steel
Sebagai salah satu pemasok produksi baja di dalam negri, PT Kraktatau stell merupakan industri vital bagi pembangunan industri berbasis militer di Indonesia. Walau pun belum mampu memenuhi keseluruhan produksi untuk industri lokal, PT. KS dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan lain di antara negara Asean agar dapat memenuhi permintaan baja khususnya bagi industri strategis di Indonesia yang memiliki spesifikasi khusus dibandingkan dengan baja untuk produksi sipil. Dalam peringkat Asosiasi Baja Dunia, PT. KS menempati urutan 34 di dunia dibawah Malaysia (21) dan Thailand (27). Namun selama ini karena kurangnya produksi lokal dibandingkan dengan kebutuhan dalam negeri, Indonesia mengalami impor baja yang sangat besar. Dengan pembangunan infrastruktur yang terus berjalan, permintaan baja Indonesia akan tetap tumbuh. Hal ini menjadi potensi pasar untuk investasi baru. Dengan sinergi antara negara negara ini, diharapkan PT. KS dapat membendung dominasi produksi baja yang datang dari cina maupun India. Selain itu dengan kerjasama ini nantinya PT KS mampu memproduksi baja untuk keperluan industri militer baik didalam negeri maupun untuk negara Asean lainnya yang dapat mensupport proyek industri militer lainnya.
Selain hal hal positif yang didapat diatas, terdapat beberapa hal yang nantinya menjadi potensial problem terhadap keberlangsungan program ini kedepannya, antara lain :
- Masalah penentuan hak cipta apabila suatu proyek dikerjakan lebih dari satu perusahaan / lembaga
- Masalah alokasi dana dan SDM antara negara yang memiliki ide awal dengan negara lainnya yang ikut berkontribusi dalam program tersebut
- Masalah share keuntungan / profit yang akan didapatkan setelah keberhasilan program tersebut
Permasalahan permasalah diatas dapat diatasi apabila setiap anggota dapat mematuhi dan menjalankan prinsip prinsip yang telah disepakati dalam ADIC itu sendiri.
Kesimpulan
Program ADIC menawarkan kesempatan besar untuk berkolaborasi di bidang industri pertahanan bagi negara anggota Asean. Ini akan menjadi tonggak utama untuk berpartisipasi antar negara anggota Asean untuk menciptakan basis industri pertahanan dan teknologi yang terkoordinasi di wilayah Asean. Upaya ini dapat mengurangi tingkat ketergantungan negara anggota Asean terhadap produsen industri pertahanan diluar dan meningkatkan partisipasi dan kolaborasi negara anggota Asean dalam mengembangkan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki tanpa bergantung pada sumber eksternal.
Referensi:
Asean.org
hmm… singapura dari tahun 2009-2010 ga ada peningkatan yg signifikan, tp yg meningkat drastis malah kita ya..?
iya mas… Mungkin di kita karena faktor peningkatan GDP dan program pemerintah dalam mengejar ketertinggalan dan kebutuhan alutsista 🙂
Alasan klasik dari semua itu adalah DANA dan SDM, namun, menurut saya, satu hal yang HARUS dilakukan pertama kali kalau kita mau mewujudkan itu adalah KEMAUAN.. teringat memoar Pak Jusuf Kalla ketika pertama kali meminta PINDAD untuk membuat APC Anoa yang kira-kira seperti ini “Kita Mau Mempertahankan Negara ini atau Tidak…. Kalau Iya, berapa ongkosnya pasti ada jalan”
Salam
Tulisan yang bagus mas 😀
Dari ketiga poin potensial problem terhadap keberlangsungan program ADIC, mungkin juga bisa disebabkan oleh faktor ego masing-masing bangsa juga. Apalagi ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pertahanan dan teknologi persenjataan 😀
Yahh….setidaknya saya merasakan juga efek seperti ini dalam penelitian yang sekarang saya jalani, walau bukan dalam bidang militer sih, dimana member tim-nya berasal dari 2 negara bertetangga yang pernah terlibat konflik pemusuhan di masa lalu 😀
kita harusnya berkembang sendiri terlebih dahulu, setelah itu baru kita bisa join dengan negara-negara ASEAN dalam hal saling mengisi teknologi…, tapi saya lihat pertemuan antara Menhan dulu tuh malah ada beberapa negara ASEAN yang belum siap karena negara tersebut malah saling berperang,
yang jelas kita harus kuat dulu bargainningnya desain yang ditulis diatas bisa terwujud dan juga faktor politis kawasan ASEAN juga harus mendukung
Terima Kasih