Seapower dan Kejayaan Negara Kepulauan
Oleh : Mayor Laut (P) Endra Hartono hartonoendra@gmail.com
“Kejayaan Indonesia sebagai Negara Kepulauan sangat ditentukan oleh konsep kesatuan seluruh komponen kekuatan nasional dalam mengeksplorasi sumber daya nasional.”
Seapower dapat diartikan sebagai negara yang memiliki kekuatan angkatan laut yang luar biasa atau pun hanya berarti kekuatan angkatan laut.[1] Seapower juga bermakna kemampuan suatu negara dalam menggunakan dan mengendalikan laut (sea control) serta mencegah lawan menggunakannya (sea denial).[2] Dua abad yang lalu, Alfred Thayer Mahan melalui bukunya “The Influence of Sea Power upon History” telah membuka cakrawala bangsa Amerika tentang peran seapower bagi kejayaan bangsa. Puluhan abad sebelum Mahan menginspirasi bangsa Amerika, bangsa Indonesia telah meyakini dan mengimplementasikan seapower sebagai upaya dalam mengendalikan jalur perdagangan dan mempertahankan otoritas kejayaannya. Sebagai bangsa yang hidup di wilayah kepulauan, laut memiliki peran yang sangat signifikan bagi bangsa Indonesia.
Negara Kepulauan (archipelagic states) sesuai pasal 46 Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) berarti suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Kepulauan berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.[3] Secara kewilayahan Indonesia memiliki luas wilayah yurisidiksi nasional ± 7,8 juta km² dengan dua pertiga wilayahnya adalah laut seluas ± 5,9 juta km², yang mencakup Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas ± 2,7 juta km² dan Laut Wilayah, Perairan Kepulauan serta Perairan Pedalaman seluas ± 3,2 juta km². Selain itu memiliki panjang garis pantai ± 81.000 km, serta memiliki 17.499 pulau yang terdiri atas 5.698 pulau bernama dan 11.801 pulau tidak/belum bernama.[4]
Indonesia telah diproklamasikan pada tahun 1945 dan keberadaannya sebagai Negara Kepulauan baru diakui dunia pada tahun 1982 melalui UNCLOS. Walaupun demikian, akar kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia telah ada dan berkembang di nusantara ribuan tahun sebelumnya. Timbul tenggelamnya kejayaan bangsa yang bermukin di nusantara telah menjadi catatan sejarah nasional, regional bahkan dunia. Kejayaan berarti kemegahan, kebesaran, kemasyhuran atau keadaan yang mapan dan menguntungkan.[5] Kejayaan tidak dapat dipisahkan dari konsep kesatuan. Sejarah telah mencatat bahwa bentuk pemerintahan apapun (kerajaan, militer, demokrasi, sosialisme maupun federal) dapat mencapai kemasyhuran apabila dilandasi oleh unity of command maupun unity of effort dalam mengelola seluruh komponen kekuatan nasional. Puluhan abad silam, Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit telah mampu menunjukkan kejayaannya pada dunia internasional melalui visi maritimnya dalam upaya penyatuan wilayah dan penguasaan jalur-jalur vital perdagangan laut nusantara. Visi maritim kedua kerajaan tersebut tentunya didasari oleh pentingnya laut sebagai media ekonomi dan pemersatu dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya.
Sebagai bangsa yang hidup di negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah yang sebagian besar terdiri dari lautan, laut memiliki fungsi yang sangat strategis dan penting guna menopang kelangsungan hidup dan masa depan bangsa, yaitu sebagai media pemersatu bangsa, media sumber daya, media perhubungan, media pengembangan pengetahuan dan teknologi, media membangun pengaruh dan sebagai media pertahanan negara. Perairan nasional dengan sumber daya yang sangat besar, apabila dapat dikelola dengan baik merupakan peluang sekaligus harapan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia di masa mendatang. Sebaliknya apabila tidak mampu mengamankan dan melindungi wilayah tersebut maka peluang dan harapan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain.
Mengamankan dan melindungi berarti mewujudkan kondisi perairan nasional yang terkendali yaitu laut yurisdiksi nasional secara leluasa dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional. Di sisi lain, hal tersebut juga mencegah laut yurisdiksi nasional dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu tanpa sepengetahuan kita. Itulah esensi dari kita dapat mengamankan dan melindungi wilayah laut kita. Oleh karena itu seluruh perhatian, upaya dan sumber daya harus diarahkan dan dikerahkan untuk mewujudkan penguasaan atas laut nusantara, tidak hanya di waktu perang saja tetapi justru di waktu damai dimana laut tersebut dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa.
Secara fundamental, wilayah laut memang berbeda dengan wilayah darat yang dapat dikuasai secara mutlak, dipagari secara permanen dan didirikan benteng di titik-titik strategis serta dijaga selama 24 jam sehari sepanjang tahun[6]. Wilayah laut tidak mungkin dipagari, apalagi diduduki sepanjang tahun. Wilayah laut hanya dapat dikendalikan. Pengendalian laut merupakan kemampuan dalam mengendalikan wilayah laut serta mencegah lawan menggunakan wilayah tersebut untuk kepentingan mereka. Pengendalian laut itu sendiri sangat terkait dengan kekuatan laut (seapower) yang dimiliki oleh suatu bangsa. Seapower tidak berarti hanya armada kapal perang saja, tetapi juga mencakup segala potensi kekuatan nasional yang menggunakan laut sebagai wahananya, seperti penegak hukum di laut, armada kapal niaga, pelabuhan, serta industri dan jasa maritim. Mencermati kondisi saat ini, seapower Indonesia tidak dapat berdiri sendiri seperti era Sriwijaya dan Majapahit eksis di lautan. Kejayaan Indonesia sebagai Negara Kepulauan sangat ditentukan oleh konsep kesatuan seluruh komponen kekuatan nasional dalam mengeksplorasi sumber daya nasional. Dari sisi pertahanan, kemegahan, kebesaran dan kemasyhuran Indonesia ditentukan oleh ketangguhannya di darat, kejayaannya di laut serta keperkasaannya di udara. Dari sisi ekonomi dan politik, kejayaan sebagai keadaan yang mapan dan menguntungkan ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengelola sumber daya dan memperjuangkan kepentingan nasionalnya.
Rasanya tidaklah berlebihan, di tengah munculnya kecenderungan global terhadap pentingnya kawasan laut sebagai wahana dalam mencapai dan melindungi kepentingan nasional, maka visi maritim yang disertai oleh tindakan nyata menjadi hal yang mutlak untuk diwujudkan. Visi maritim tidak berarti berpaling dari visi agraris yang telah berkontribusi dalam pembangunan nasional. Visi maritim tidak juga berarti meniadakan visi dirgantara. Membangun visi maritim bangsa dalam bingkai wawasan nusantara tidak dapat dilaksanakan secara parsial, namun perlu dipandang secara komprehensif-integral yang mencakup aspek-aspek idologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan serta kondisi geografi dan demografi yang saling saling terkait satu dengan lainnya. Seapower merupakan salah satu komponen yang memiliki multiplier effect bagi kejayaan negara kepulauan. Viribus Mari Victoria, naval power gives victory.
[1] Drs. Peter Salim, M.A, “The Contemporary English-Indonesian Dictionary” (Modern English Press, Jakarta 2002), hal. 1739.
[2] Deborah W. Cutler and Thomas J. Cutler, “Dictionary of Naval Terms” (Naval Institute Press, Annapolis, Maryland, 2005), hal. 195.
[3] Babinkum TNI, “Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982)” (Jakarta, 2012), hal.39.
[4] Dinas Hidrografi dan Oseanografi TNI AL, “Pulau-Pulau Kecil Terluar” (Jakarta, 2004).
[5] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Balai Pustaka, Cetakan kesepuluh, 1999).
[6] Wahyono S.K, “Indonesia Negara Maritim” (Yayasan Senapati Nusantara, 2007), hal. 33
Seperti mendengar lagi ungkapan, siapa yang mengendalikan lautan dia mengendalikan dunia….eh itu punya britis yah?
Betul Pak Istamar, Sir Walter Raleigh mendeklarasikannya pada awal Abad ke-17, “For whosoever commands the sea commands the trade; whosoever commands the trade of the world commands the riches of the world, and consequently the world itself.”
Ijin mas..
Apakah Doktrin Eka Sasana Jaya, TNI-AL masih dijadikan pedoman dalam pembangunan dan operasi TNI AL ?
Matur suwun..
Penyusunan doktrin angkatan laut bertitik tolak dari pengertian Doktrin Militer yang dianut secara universal oleh negara-negara di dunia, dengan mengadopsi pandangan-pandangan dari para pemikir doktrin maritim maupun doktrin militer, baik di tingkat nasional maupun tingkat dunia. Pada tahun 2001 TNI Angkatan Laut secara resmi menggunakan Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya. Nama Doktrin ini berasal dari nama Doktrin Perjuangan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) yang disahkan oleh Presiden RI yang pertama pada tahun 1965. Eka berarti Satu, Sasana adalah Ajaran, dan Jaya Unggul atau menang, sehingga berarti Satu ajaran yang akan menuntun ke arah keunggulan Angkatan Laut di medan perang. Jiwa dan semangat doktrin yang lalu tetap digunakan sebagai landasan perjuangan TNI AL dimasa sekarang maupun masa yang akan datang, dengan satu keyakinan yang utuh dan bulat, bahwa bangsa Indonesia akan menjadi besar dan kuat serta disegani di dunia apabila bangsa Indonesia memiliki kekuatan dan kemampuan maritim yang kuat serta Angkatan Laut yang dapat diandalkan.
Pada tahun 2011 Mabes TNI simultan dengan Mabes Angkatan melakukan revisi terhadap doktrin masing-masing untuk disesuaikan dengan konsep dasar Trimatra terpadu. Proses revisi masih berlangsung sehingga selama belum dikeluarkan secara resmi doktrin yang baru (hasil revisi) maka doktrin lama tetap berlaku.
Kalau saya berpendapat, Seapower di abad 21 sendiri sudah mencakup keseluruhan dari Maritime Awareness. Karena merupakan hal yang harus didukung oleh seluruh komponen bangsa, mulai dari kesadaran sebagai bangsa maritim, ketertiban di laut, penggunaan laut sebagai urat nadi perdagangan, dan detterence yang dimiliki TNI AL. Sehingga tentu saja ini meninggalkan beragam PR bagi bangsa dan negara ini, seperti penyederhanaan institusi di laut dan kejelasan pengelolaan SDA di laut
Setuju dengan Pak Adrianus, semoga PR tersebut bisa segera diselesaikan.
Selain masalah Maritime Awareness, satu hal yang menjadikan pertanyaan bagi saya pribadi, sebenarnya bagaimana pengelolaan laut kita saat ini seharusnya, sehubungan dengan adanya Bakorkamla yang mengkordinasikan kepentingan dari berbagai Instansi di Laut.
pertanyaan yang masih dibenak saya mas, sudah banyak tulisan ataupun artikel tentang pentingnya sea power, akan tetapi sampai saat ini wujud nyata pemerintah dalam mewujudkan kejayaan negara maritim kembali koq sepertinya masih jauh ya mas..?
Dalam konsep Sea Power TNI AL apakah sudah memperhitungkan juga soal penguasaan wilayah udara diatasnya juga? dalam hal ini apakah penguasaan udara diatasnya dilakukan secara pasif yakni dengan kekuatan hanud setiap kapal dan pesawat pengintainya? ataukah perlu penguasaan wilayah udara diatasnya secara aktif yakni dengan kemampuan pesawat tempur untuk menghalau fighter dan kapal musuh sebelum bertemu dengan konvoi kapal perang kita?
Bung Istamar, dalam konsep peperangan terpadu, perang laut tidak dapat dipisahkan dari perang udara diatasnya. Kekuatan udara matra laut fokus pada mendukung naval warfare, seperti intai maritim taktis, anti kapal selam, dan angkut terbatas. Kekuatan udara dari matra udara tetap dikerahkan untuk memberikan payung udara serta perlindungan udara terhadap manuver kapal perang. Selain itu, kekuatan udara matra udara dapat juga berperan dalam intai udara taktis dan strategis yang memberikan informasi real time/near real time tentang gambaran ancaman udara lawan.
kekuatan matra udara untuk beroperasi ditengah lautan kan terbatas jika mengandalkan pangkalan aju yang ada didaratan. setidaknya dibutuhkan air refuelling atau tangki tambahan. menurut saya dapat juga ditempuh alternatif pertama, dengan pengoperasian bersama pangkalan apung entah itu aircraft carier/LHD antar matra, yang kedua apakah mungkin AL mengoperasikan aircraft carier/LHD secara mandiri dengan pertukaran crew antar matra secara periodik.
pilihan mana yang diambil sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan. nah pertanyaannya apakah fokus kekuatan udara matra laut yang sekarang msh efektif untuk mendukung seapower dan air superiority di tengah laut dalam peperangan modern? apakah tidak ada rencana untuk berkolaborasi dengan matra lain secara lebh dalam lagi dalam mengelola seapower? mengingat contoh perang modern pertama setelah PD II yakni Malvinas, kekuatan udara yang berbasis di daratan kurang mampu mendukung penguatan seapower dalam pengendalian kekuatan udara diatas laut.