Peran Informasi Dalam Perbuatan Positif
“Mendapatkan seratus kemenangan dari seratus pertempuran adalah hal yang biasa, akan tetapi dapat mengalahkan musuh tanpa bertempur adalah luar biasa”-Sun Tzu
Demikian yang dilakukan oleh seorang ahli perang ataupun seorang panglima perang asal China yang kita kenal bernama Pak Sun Tzu. Dan terbukti ilmu beliau semakin membahana di era modern ini dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi dunia.
Perang Informasi dapat kita definisikan sebagai suatu aksi yang diambil untuk dapat mempengaruhi dan mengambil keunggulan melalui penguasaan propaganda, penguasaan terhadap segala sesuatu yang ber-basiskan informasi, menguasai sistem informasi sampai dengan jaringan komputer atau yang kita kenal dengan istilah cyberwar.
SEJARAH
Menurut Alvin dan Heidi Toffler, pendekatan menuju peperangan yang terjadi di dunia terbagi menjadi tiga fase, yaitu;
Fase Agraris. Diawali oleh kehidupan manusia yang berpindah-pindah untuk mencari tempat dalam rangka mempertahankan hidup, kemudian mempertahankan suatu wilayah dan juga merebut suatu wilayah ketika melihat ada tempat yang lebih baik daripada miliknya. Hanya dilengkapi peralatan perang sederhana dan tidak terorganisir dengan baik. Fase ini berlangsung mulai zaman purbakala sampai dengan abad pertengahan dimana belum adanya peralatan perang dengan menggunakan mesiu maupun bahan peledak.
Fase Industri. Revolusi Industri telah merubah bagaimana cara manusia berperang. Dimana manusia mulai menemukan peralatan perang yang canggih. Salah satu contohnya adalah, berselang beberapa tahun sejak Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang, maka pada perang dunia pertama sampai dengan perang dunia kedua masyarakat dunia menggunakan pesawat tempur sebagai sarana memenangkan suatu perang.
Fase Informasi Global. Setelah Amerika Serikat muncul sebagai pemenang perang dengan mengalahkan Jepang dengan sukses serta didukung oleh berbagai kemajuan teknologi informasi, maka sistem yang terjadi dalam perang adalah melalui propaganda dan menguasai segala lini informasi, satelite dan jaringan. Yang kita ketahui kembali Amerika Serikat memenangkan perang dinginnya terhadap Uni Soviet diakhir abad ke 20.
Seni memerankan perang informasi ini sebenarnya telah lama dan pernah menjadi unsur kekuatan Indonesia di zaman Kerajaan-kerajaan dan membuat Kerajaan Majapahit berdiri dengan kokoh pada saat itu, dimana Raden Wijaya Sang pendiri Majapahit yang menggunakan kekuatan tentara Mongol untuk mengalahkan rival politiknya, kemudian mengambil keuntungan dengan mengusir tentara Mongol setelah membantunya mengalahkan musuh. Selain itu Sang Patih Gajahmada yang mahsyur pun pernah menggunakan taktik deception saat membunuh rombongan Kerajaan Sunda dengan mengambil keuntungan dari kisah roman antara Dyah Pitaloka (putri Kerajaan Sunda) dengan Sang Maharaja Hayam wuruk. Jadi sesungguhnya apa yang kita kenal dengan information warfare sudah lama mengakar dikancah kekuatan pertahanan Bangsa Indonesia.
Walaupun demikian, bangsa Indonesia pun pernah dipecah belah menjadi suatu negara-negara kecil dimasa pendudukan kolonial Belanda dengan politik propaganda devide et impera yaitu suatu pemecah-belahan suku/etnis dan saling adu domba agar tidak terciptanya persatuan dan kesatuan rakyat sebagai kekuatan yang ditakuti saat itu. Sehingga jelas sekali bahwa menguasai informasi dalam suatu peperangan adalah hal yang mutlak menjadi garda terdepan. Terlebih dimasa modern dan serba canggih saat ini, dimana segala sesuatu dapat dikendalikan melalui media massa serta media informasi jaringan.
TEORI
Dalam perang informasi modern, kita mengenal beberapa jenis pergelaran yang dilakukan dalam operasi informasi, diantaranya:
1. Perang Elektronik. Dimana suatu peperangan untuk menguasai lawan melalui penguasaan spektrum elektromagnetik melalui penggunaan teknologi elektromagnetik tersebut.
2. Operasi Jaringan Komputer. Yang dapat dilakukan dengan melakukan serangan terhadap jaringan komputer musuh, dimana saat ini semua peralatan perang banyak menggunakan jaringan komputer. Selain itu juga dengan membuat suatu pertahanan terhadap serangan jaringan komputer lawan. Operasi ini biasa digunakan untuk mendukung pengolahan dan pengumpulan data intelijen sebagai unsur inti dari information warfare itu sendiri.
3. Psyco War. Adalah suatu aksi yang dilakukan untuk dapat memainkan ESTOM (emosi, sikap, tingkah laku, opini dan motivasi) lawan. Sehingga diharapkan dapat menimbulkan opini publik internasional terhadap keadaan negara lawan yang sedang ingin dihancurkan. Contoh dari psyco war ini adalah perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet di akhir abad ke 20 yang berujung pada perpecahan Uni Soviet dan Amerika sebagai pemenang sekaligus super power tunggal.
4. Operasi Keamanan. Yaitu suatu proses untuk mengidentifikasi informasi kritis sekaligus menganalisa aksi yang akan dilakukan musuh dalam segala tindakan taktik perang, intelijen, mengamankan informasi pihak sendiri serta menghancurkan sistem intelijen lawan.
Perkembangan dari perang yang terjadi saat ini pun sudah dirasakan dan terlihat jelas mengarah pada peperangan informasi dimana telah ber-evolusinya command and control menjadi command, control, communication and intelligence. Kemudian diikuti lagi dengan beberapa unsur tambahan yaitu: computer, surveillance and recconaisance yang kita kenal dengan sebutan C4ISR.
Menilik dari beberapa teori, sejarah dan penjelasan di atas, dalam menghadapi segala ancaman asimetris di era globalisasi ini sudah sepantasnya pertahanan Indonesia lebih mengarah pada gelar kekuatan C4ISR tersebut yang mengutamakan segala lini informasi dan intelijen sebagai garis depan untuk memenangkan perang maupun mempertahankan keutuhan NKRI dari segala ancaman apapun bentuknya. Kita mengetahui untuk melengkapi C4ISR tersebut banyak kendala yang dihadapi terutama ketika dihadapkan pada masalah anggaran militer karena tentunya untuk mengutamakan kesejahteraan, taraf pendidikan dan perekonomian rakyat tetap menjadi target pencapaian utama bangsa ini. Jangan sampai menguatkan militer akan tetapi rakyat tidak cukup kebutuhannya. Dilema bagaikan “ayam dan telur” terjadi antara dua hal; ekonomi dan pertahanan, karena sesungguhnya keduanya tidak dapat dipisahkan begitu saja, tidak ada dari keduanya yang lebih penting karena keduanya harus berjalan paralel. Ekonomi kuat maka militer akan kuat, atau sebaliknya militer kuat sehingga detterent power pun membawa bangsa menjadi disegani, aman sehingga mendapatkan kepercayaan internasional untuk berinvestasi di Indonesia dengan aman dan nyaman.
Peran intelijen negara dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk tetap mengontrol keseimbangan emosi, sikap dan tingkah laku, opini dan motivasi nasional maupun internasional disaat kita memang baru berusaha membangun kembali perkonomian yang runtuh sejak 1998 yang diikuti kemerosotan kesiapan alutsista militer. Saat krisis tersebut sampai dengan saat ini sebenarnya kita sudah sangat jauh berbeda dalam segala hal, inflasi yang terkontrol dimana 1998 mencapai 77% dan saat ini mengecil hingga angka 5%. Kemudian Indonesia yang dinilai mampu menggeser posisi Russia dalam BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) menjadi BIIC (Brazil, Indonesia, India dan China) akan tetapi pemberitaan yang disampaikan dimasyarakat melalui media televisi maupun jaringan selalu mengenai sisi hal negatif saja.
Kritik adalah bagus, namun ketika semua orang di bangsa ini menjadi pengkritisi unggul, kemudian siapa yang akan berbuat?
Lets work in hand and talkless, that’s better, isn’t it?
Seveneleven