Menanti Pertemuan Ukraina dan Rusia dalam KTT G-20
Oleh: Hanif Rahadian
Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty (KTT-G20) akan digelar di Bali, pada 21 November 2022 mendatang, pada kesempatan tahun ini Indonesia bertindak sebagai tuan rumah dan memegang palu presidensi.
Presidensi G20 Indonesia tahun ini diwarnai oleh tantangan diplomasi yang berat, lantaran Rusia pada akhir Februari 2022 melancarkan apa yang disebut sebagai “operasi militer spesial” ke Ukraina. Serangan militer yang dilancarkan Rusia mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional, terkhusus oleh negara-negara Barat.
Akibat tindakannya, Rusia akhirnya harus menerima banyak sanksi, termasuk upaya pemboikotan negara tersebut di berbagai forum internasional tidak terkecuali G20. Presiden Amerika Serikat Joe Biden merasa bahwa Rusia sudah selayaknya dikeluarkan dari keanggotaan G20.
Mengingat Indonesia pada tahun ini merupakan pimpinan sidang, maka Presiden Biden beranggapan bahwa Ukraina juga harus ikut diundang apabila Indonesia tetap ingin menghadirkan Rusia beserta presidennya yaitu Vladimir Putin untuk bergabung dalam KTT G20 akhir tahun nanti.
Senada dengan Amerika Serikat, sejumlah negara seperti Kanada, Inggris dan Australia mendukung upaya pemboikotan Rusia sebagai anggota G20. Australia bahkan mengatakan bahwa mengundang pemimpin negara yang melakukan invansi ke negara lain merupakan suatu tindakan yang ‘berlebihan’.
Indonesia dihadapkan pada posisi diplomasi yang sulit, dengan kebijakan politik luar-negeri bebas aktif yang dijalankan oleh negara ini, Indonesia tidak dapat dengan mudahnya mengikuti seruan-seruan dari Amerika Serikat ataupun negara lain yang menentang Rusia, terlebih secara hubungan diplomatik dan kerjasama bilateral, hubungan Indonesia dan Rusia ada pada kondisi yang baik. Justru Indonesia secara tegas akan tetap mengundang Rusia dan Presidennya, tindakan yang dirasa paling sesuai dengan konstitusi negara serta memang dilakukan oleh negara-negara presidensi sebelumnya.
Berharap KTT G20 sukses besar, Presiden Joko Widodo beserta jajaran menteri Kabinet terutama Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia berusaha melakukan proses negosiasi dengan banyak pejabat tinggi negara-negara anggota G20, termasuk juga bertukar pandang terkait isu-isu global dan situasi terkini di Ukraina.
Secara mengejutkan pada 27 April 2022, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan dalam cuitan akun sosial media twitternya bahwa dirinya baru saja berbicara dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau biasa disebut Jokowi melalui sambungan telepon. Presiden Ukraina mengatakan bahwa ternyata Presiden Jokowi turut mengundang dirinya untuk menghadiri KTT G20 di Indonesia.
Indonesia berusaha untuk tetap netral dalam konflik Ukraina-Russia. Hal tersebut dinilai sejalan dengan konstitusi yang dianut oleh Indonesia dan kebijakan politik luar negeri bebas aktif yang menjadi landasan kenapa Indonesia menolak mengirimkan bantuan persenjataan kepada Ukraina sebagaimana diminta oleh Presiden Zelenskyy. Namun, Presiden Jokowi mengaku siap apabila Indonesia diminta untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan.
Sehari setelah menghubungi Ukraina, Presiden Jokowi kemudian menelepon Rusia dan berbicara dengan Presiden Vladimir Putin. Tujuan dari Presiden Jokowi saat menghubungi Vladimir Putin adalah untuk membahas situasi yang terjadi di Ukraina dan proses negosiasi yang saat ini masih berjalan, Presiden RI mengatakan kepada Presiden Putin untuk memberikan kesempatan terhadap negosiasi perdamaian dan pentingnya perang untuk segera diakhiri. Melalui kesempatan yang sama kedua negara berdiskusi terkait hubungan di antara Rusia dan Indonesia, termasuk kepemimpinan Indonesia dalam forum G-20 tahun ini, Presiden Jokowi pun mengkonfirmasi kedatangan Presiden Putin ke Bali.
Indonesia memainkan peran vitalnya sebagai pemimpin dari perhelatan G20 2022 yang diwarnai dengan tantangan diplomasi akibat perang yang berkecamuk di antara Rusia dan Ukraina. Sejalan dengan model politik luar negeri yang dijalani, Indonesia harus bekerja lebih keras.
Selain berusaha untuk netral, upaya negosiasi perlu dijalankan sebaik mungkin sehingga rencana kegiatan yang disusun untuk KTT-G20 dapat berjalan dengan baik, semua negara anggota dapat hadir, kerjasama dapat berjalan dengan mulus dan yang paling penting kepentingan nasional Indonesia terpenuhi.
Langkah mengejutkan Indonesia untuk mengundang Ukraina yang bukan merupakan negara anggota G20, kemungkinan besar didasari oleh dorongan-dorongan negara-negara Barat, terkhusus Amerika Serikat yang sedari awal menginginkan Ukraina untuk ikut ambil bagian dalam forum ekonomi tersebut.
Meskipun belum ada jawaban pasti terkait kehadiran Ukraina dan Presiden Zelenskyy ke Bali pada akhir tahun ini, namun setidaknya Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan undangannya. Mengundang Ukraina adalah solusi yang diambil Indonesia sebagai upaya untuk “memuaskan” keinginan tamu-tamu spesialnya, semata-mata demi kelancaran G20.
Masih banyak hal yang kemungkinan akan terjadi hingga bulan November nanti. Namun, apabila memang Presiden Ukraina dan Presiden Rusia berhasil dipertemukan dalam forum internasional tersebut, maka ini akan menjadi hal yang patut untuk dinantikan. Pasalnya, hingga tulisan ini ditulis, Presiden Putin tetap menolak untuk bertemu dengan Presiden Zelenskyy.
Walaupun hadir dengan tantangan berat, G20 dapat menjadi sebuah panggung bagi Indonesia untuk tampil di mata dunia internasional. Selain sukses mempertemukan kedua Rusia dan Ukraina, Indonesia dapat mendorong kedua negara tersebut untuk mencapai kesepakatan damai manakala konflik masih berlangsung hingga akhir tahun ini, dan apabila hal itu memang terjadi nantinya, maka hal tersebut merupakan sebuah pencapaian luar biasa.
Forum G20 merupakan sebuah forum ekonomi yang penting untuk membahas banyak kerjasama ekonomi strategis di antara negara-negara anggotanya, adanya perpecahan dalam forum tersebut akan berdampak tidak baik, apalagi bagi Indonesia sebagai negara berkembang pertama yang memiliki kesempatan berperan sebagai “presiden”. Itulah sebabnya Presiden RI Jokowi menekankan bahwa Indonesia ingin menyatukan G20, tanpa adanya perpecahan. Menurut Presiden Jokowi, perdamaian dan stabilitas adalah kunci bagi pemulihan dan pembangunan ekonomi dunia.