Lebih jauh tentang Foreign Military Sales (FMS): Cukup baikkah untuk Indonesia? (Bagian 1)

22 Responses

  1. Mhn ijin Bang, ternyata konsekwensi dari pesawat hibah semuanya harus serba atas ijin Presiden AS…

    • Jon K. Ginting says:

      Btl, & tdk hny Presidential Determination sj, melainkan ada jg Congressional Notification utk kondisi2 tertentu. Selengkapnya tggu Bag 2 ya…

  2. Bambang Ts says:

    Sebuah ironi ya mas… namun menjadi sebuah konsekwensi selama Bangsa ini belum mampu berdikari dan berdiri diatas dua kakinya sendiri. Kalau FMS sejenis dari negara lain, apakah hampir sama mas perlakuannya….

    • Jon K. Ginting says:

      Pd intinya mas, G-to-G dgn negara manapun selalu berbasis pd kepentingan bisnis di satu sisi, & politik di sisi yg lain. Mekanisme mgkn berbeda, bergantung pd Perpu yg berlaku di negara ybs. Namun, ttp saja negara penjual sll memiliki kepentingan nasionalnya sendiri, & itu yg mrk perjuangkan melalui G-to-G dgn negara lain…

      • Bambang Ts says:

        Hmn.. Istilah “tidak ada makan siang yang gratis” selalu berlaku ya mas. Kalau begitu, dalam mengakusisi program sejenis adakah Panduan yang dijadikan patokan pengelolaan program sejenis mengingat efek yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan sejenis cukup sistemik untuk penggeralan kekuatan dimasa depan..?? misal, jika ternyata suatu hari Indonesia malah berseteru dengan Negara pemberi Progam..

        • Jon Keneddy Ginting says:

          Kl dari perspektif RI, sy belum lihat konsep itu. Tp kl dari perspektif AS, mrk sdh pny. Itulah sebabnya mereka mengharuskan “Presidential Determination” & “Congressional Notification” (yg akan sy singgung di Bag-2). Bbrp kasus bs dijadikan contoh, spt msh adanya pswt Hercules yg akan dibeli Iran bbrp tahun y.l, tp s/d skrg msh tertahan di AS krn mslh politik; RI sendiri prnh di-embargo bbrp wkt lalu. Itu sebabnya, kt hrs membuat kajian yg terukur dlm menganalisa stp rencana pembelian. Mekanisme kt selama ini msh jauh dr sempurna, bnyk yg hrs diperbaiki agar kt bs menjamin bhw stp barang yg kt terima berkualitas & lulus standar. Namun, itu juga bukan justifikasi utk menganggap bhw G-to-G (apakah itu FMS atw mekanisme berbeda dgn negara lain) sbg satu2nya jalan…

  3. sephiror says:

    kemandirian yang dikebiri, dengan bantuan,

    membuat negara berkembang bergantung, dan berpikir selama masih dibantu, untuk apa membuat sendiri, lebih baik konsen pada pendanaan yang lain. bukan riset alutsista yang menghabiskan biaya gemuk…

    *hanyapikiransederhanasaya

    • At least…

      Kemandirian akan mengurangi ketergantungan pd luar negeri walopun tetap dibantu…namun sebuah proses harus berjalan daripada tidak sama sekali….masalah biaya gemuk…ehm….masa depan bangsa ini milik kita….mau kah kita merubahnya?

      Just my two cent bro….

  4. Machfud says:

    Menarik ini dan perlu diketahui bagi yg peduli pertahanan nasional. Izin ditunggu bang bagian duanya.

  5. tavip says:

    izin tanya mas Ginting,
    1. berarti konsep diatas itu yang melakukan ada 3 departemen diantaranya Presiden AS, Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri ya mas? kalau Departemen Perdagangannya tidak terlibat?
    2. apabila dari 3 tersebut pertanyaan diatas ada yang berhalangan (misal Presiden AS) apakah menteri pertahanan atau Menteri Luar negeri bisa memberikan akses?

    • Jon K. Ginting says:

      Jadi begini mas,

      FMS itu bagian dr portofolio besar kerjasama internasional “Pemerintah AS” dlm konteks hubungan luar negeri. Krn konteksnya hubungan luar negeri, maka DOS (Deplu) yg berwenang. Tapi krn materiil FMS itu adl produk2 pertahanan (apakah itu barang, jasa, atau pelatihan), maka DOD (Dephan) yg berkompeten. Menngingat kebijakan luar negeri AS (sebagaimana negara2 lain jg pd umumnya) berdampak pd kelangsungan kepentingan AS di berbagai penjuru dunia, maka ada kondisi2 tertentu yg mengharuskan Presiden (atas persetujuan Kongres) memutuskan apakah FMS dgn negara tertentu dpt dilakukan atw tidak. DOC (Depdag) jg terlibat dlm konteks memberikan perlindungan & jaminan kelangsungan industri AS, tp tidak dalam kerangka pelaksanaan proses FMS nya scr langsung.

      *Skl lg, bagian 1 mmg blm membahas detail soal itu. Nanti di bagian 2 akan sy uraikan lbh lengkap mas :D*

  6. mochamad istamar says:

    wah ulasannya mantap, jadi kepikiran pengelolaan kita. akankah pemasarannya juga mengadopsi kebijakan macam ini?

  7. Jon K. Ginting says:

    Mekanisme kebijakan LN tiap negara kan beda mas, meski muaranya sama: kepentingan nasional. Kita bs adopsi apa yg dilakukan AS, bisa juga tidak, atau kita adopt sebagian. Yg jelas, kelangsungan indhan dagri sbg aset nasional hrs trs diperjuangkan pemerintah, artinya pemerintah-lah garda depannya. Ke dalam, indhan dagri-nya sendiri perlu ditata shg pny kapabilitas utk bersaing & go-international…

  8. Marjorie says:

    membeli atau menerima hibah dari nrgaea Barat adalah ibarat menyerahkan tangan kita untuk diborgol /menjadi tawanan oleh mereka.karena musuh utama kita adalah nrgaea barat yang berusaha memecah belah NKRI dengan alasan diskriminasi/ pelanggaran HAM lah dsb padahal ujung-ujungnya akan merampok kekayaan alam kita. Lebih baik membeli dari China, Taiwan atau Korea , Turki dsb. Buat apa membeli dari nrgaea Barat kalo9 kemudian hari gak b isa dipakai menjaga keutuhan NKRI dan hanya menjadi alat parade/ konvoi pada tan ggal 5 oktober saja.

    • Jon K. Ginting says:

      Sebenarnya, menerima hibah dari siapapun (tak hanya dari negara2 barat) akan menciptakan ketergantungan pada skala tertentu. Di sisi lain, membeli apapun dari negara manapun (tak hanya dari negara2 barat), juga lebih banyak menguntungkan negara2 penjual. Kalau dr non-negara2 barat, mgkn bukan soal HAM efeknya, tapi jelas ada persoalan di aspek2 lainnya. Tapi harap juga diingat, bahwa kita tak mungkin bisa memproduksi atau membuat semuanya. Selain karena keterbatasan, juga ada perhitungan2 tertentu dalam hal ekonomi. Jadi kita yg harus bijak & cerdas. Buat sendiri apa yg kita anggap sangat penting, bangun industrinya, siapkan SDM-nya, dsb. Yg lain, ngga apa2 kita beli atau terima hibah, yg penting ketahui betul untung ruginya, & siapkan langkah2 antisipatif bila suatu saat ada ‘dispute’ karena proses itu.

  9. Lorranny says:

    Yakh . dimana2 ya UUD Pak Kalo NIATnya baik, ya InsyaALLOH akan jadi baik. Tapi kalo nntyiaa sudah ngga karuan, mo ngomong apa lagi ?Sy kira, yg diperlukan negeri kita justru pesawat tanpa awak. Ato F-16 nya bisa dimodifikasi kalee ya ?Makasih infonya n salam

    • Jon K. Ginting says:

      Saya setuju bahwa dgn niat baik, semua akan berubah lebih baik. Justru krn itulah, mari kita semua berkomitmen utk berubah. Tidak hanya para pengambil keputusan atw pihak2 yg berkompeten, tapi kita sbg bagian dr masyarakat tdk boleh berhenti utk memberi kontrol atas semua proses yg berjalan, melaporkan segala penyimpangan, dsb. Saya percaya, tak ada sesuatupun yg dibuat atw terjadi krn manusia yg tak bisa dirubah. Kesemrawutan ini kan krn ulah manusianya, jadi pasti bisa diperbaiki kalau ada manusia2 lain yg berkomitmen utk memperbaikinya. Kita tak boleh menyerah & berkecil hati; kita harus yakin bhw kita bisa…

      Salam.

  10. Arief Yunan Priyoutomo says:

    Ijin menambahkan artikel Mas..
    Kebetulan saya nemu di web..
    Berikut tautan-nya http://www.acq.osd.mil/dpap/cpic/ic/docs/TAB%20C%20-%20FMS_DPAP%20Conf_Final%20Version2.pptx

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.