Ketika Masyarakat Overdosis Berita Buruk

Bambang Trisutrisno

Pemerhati Pertahanan

8 Responses

  1. sephiror says:

    hmm, terkadang ini menjadi polemik yang sangat saya sesalkan….
    dimana tidak ada buffer dalam pemberitaan,

    nonstop pemberitaan yang buruk terus menerus ditayangkan, sedangkan penderitaan kabar baik, mendapatkan space yang sangat sedikit, ini bukan hanya si oposisi A punya media lengkap dan sebagainya dan incumbent ga punya apa-apa.

    tapi ini soal pemikiran kebangsaan, bahwa pemikiran kebangsaan tidak hanya sebatas meja Debat baik politikus dan mahasiswa, pemikiran kebangsaan juga meliputi bagaimana sebuah kelemahan bangsa dan kelebihannya di kupas menjadi sebuah “roda” yang bisa berputar, walau bannya telah tercuil dan rusak, tapi poros sumbu-sumbunya tetap kuat. sehingga seburuk apapun yang terlihat diluar, tapi kedalam, persatuan dan saling toleransi itu tetap kokoh seandainya pemikiran kebangsaan terpegang teguh.

    sayangnya media tidak menjembatani antara poros sumbu ini dengan ban.. sehingga cenderung menjadi duri bermata dua, yang merusak Bannya, maupun poros sumbu….

    mudah saja dalam membetulkannya yaitu cabut dan betulkan yang menjadi duri,
    sama halnya media, Cabut yang menjadi pengganggu dalam independensinya dan bersihkan media dari isi nya yang hanya mengejar berita cacat, menjadi isi yang mengejar berita yang mengundang aura positif, sehingga pemikiran kebangsaan bisa pulih perlahan-lahan tapi pasti

  2. yuan says:

    Jadi ingat mengenai konsep CSR-nya media menurut bapak Dahlan Iskan. Menurut beliau, CSR-nya media bukanlah kegiatan “bagi-bagi rizqi” seperti yang sering ditampakkan korporasi-korporasi yang ada di Indonesia, tapi bagaimana media mampu menyampaikan pemberitaan yang objektif, adil, dan edukatif. Saya sepakat dengan penulis, bahwa pemberitaan hal-hal negatif yang terus-menerus dalam jangka panjang akan membentuk mental dan kepribadian bagi siapapun yang menyimaknya. Hal ini baik untuk kita jadikan renungan bersama. Dari sisi pelaku media, hendaknya lebih selektif dalam memilih berita yang mencerdaskan dan mencerahkan. Sebaliknya, dari sisi penyimak media, agar tidak langsung menyerap informasi apapun yang diberitakan. Karena kita semua rakyat Indonesia. Karena kita semua adalah elemen yang ikut membentuk dan mewarnai “rumah” Indonesia. Karena – mengutip dari header di atas – ketika kita bermimpi, ketika kita belajar, ketika kita berkomentar, ketika kita berdiskusi, ketika kita berfikir, ketika kita menulis, ketika kita bekerja, semua itu adalah untuk Indonesia. Tentunya untuk Indonesia yang lebih baik..

    • Shinto says:

      Setuju om… tapi alangkah sedihnya jika media sekarang sudah menjadi kepanjangan tangan pihak-pihak yang mempunyai tujuan politik, jadi ada beberapa media yg menurut saya sudah terseret ke ranah politik dalam penyampaiannya, sehingga pemberitaan yang objektif, adil dan edukatif itu sudah tidak berkesan lagi.

  3. Bambang Trisutrisno says:

    Betul mas…
    belum lagi kondisi masyarakat kita yang “latah” dan mudah sekali terhasut seharusnya membuat siapapun yang mempunyai tugas sebagai pencari dan penyamapai Informasi untuk lebih mengutakan hati nurani dari sekedar rangking semata. Selain itu, seharus pemerintah juga harus mempunyai media publik yang lebih luwes dan tidak sebatas fungsi Humas yang kadang sangat kaku..

    Salam

  4. Shinto says:

    Kenapa ya koq pemerintah tidak memberdayakan kementrian penerangan, jd bisa untuk mengcover pemberitaan media yang terlalu keblabasan, jadi masyarakat bisa menarik kesimpulan dari argumen yang disodorkan oleh kedua belah pihak yaitu media dan pemerintah. Jadi intinya masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh pemberitaan yang terkadang mempunyai unsur politis, tidak berdasarkan fakta yang ada.

    • Fitrah Anshari says:

      sebenernya menurutku tugas kementrian penerangan bisa dialihkan kementrian komunikasi sebagai corong untuk menjembatani antara informasi yang sudah beredar di masyarakat dengan apa yang terjadi versi pemerintah.. Namun entah mengapa selama ini fungsi tersebut kurang djmaksimalkan menurut saya..

      • Bambang Trisutrisno says:

        Seharusnya iya mas..
        KEMINFO seharusnya memang menjadi fungsi HUMAS Negara yang dapat memberikan Informasi yang berimbang dan wisdom-wisdom kemajuan Bangsa. alangkah sayang jika fungsinya yang dirasakan saat ini masih berfokus kepada pornografi saja.

  5. tavip says:

    nimbruk
    begitulah media, mereka-mereka hanya mau memuat berita yang sedang trend dan hangat-hangatnya demi menaikkan rate agar media tersebut meiliki “nama”, kalaupun ada media-media yang meng counter hal tersebut tetap saja nanti media (yang mecounter) kalah dalam hal pemberitaannya. ini dikarenakan untuk menjadi yang terdepan dalam pemberitaan kalau pun ada yang mecounter apabila dia juga mau menaikkan rate ya mereka harus pandai-pandai menggunakkan bahasa-bahasa/gaya Jurnalisme yang lain
    sedangkan untuk etika pers atau jurnalistik saat ini di Indonesia belum bisa diterapkan malah dijadikan sebagai alat untuk menghasut……dan menurut saya sendiri dibentuknya AJI/Aliansi Jurnalistik Independen maupun PWI sendiri pun tidak memunculkan jalan terbaik untuk saat ini…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.