Indonesia: Visi Pertahanan Negara Maritim Di Dalam Negara Kepulauan
Kejayaan maritim Nusantara pernah beberapa kali mencapai masa keemasan, yakni pada saat zaman Kerajaan Sriwijaya yang berhasil memperluas kekuasaan Negara serta menguasai perdagangan rempah-rempah dunia dari kepulauan Maluku melalui selat Malaka hingga mencapai India, China maupun Negara-negara di Timur Tengah. Pasca keruntuhan Sriwijaya kemudian visi sebagai Negara maritim pun kemudian dilanjutkan kembali oleh Kerajaan Majapahit dimana Sang Mahapatih bernama Gadjahmada dengan lantang memproklamasikan Sumpah Palapa demi menyatukan wilayah Nusantara menjadi satu kesatuan baik melalui perdagangan maritim maupun perkuatan kekuatan laut dan Mpu Nala Sang Panglima Armada laut Majapahit berhasil menundukkan sebagian besar kerajaan-kerajaan di pesisir pantai Nusantara. Kita ketahui bahwa 75% wilayah Indonesia adalah berupa lautan dengan perbandingan 5,8 juta kilometer persegi dan 1,8 juta kilometer persegi adalah daratan. United Nations Convention On The Law of The Sea (UNCLOS) 1982, mensahkan bahwa Indonesia sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State) dimana gugusan pulau-pulau yang digabungkan menjadi satu kesatuan oleh lautan disekitar pulau-pulau tersebut. Kondisi demikian seharusnya tidak dapat dipisahkan dari konsep kekuatan di lautan. Sedikit perbedaan antara Negara kepulauan yang disebutkan di atas, bahwa Negara Maritim adalah terdiri dari lautan yang luas yang di dalamnya terdapat gugusan pulau-pulau dan menjadi satu kesatuan oleh kekuatan laut yang dimilikinya.
Sesuai dengan undang-undang yang berlaku serta hukum internasional, Indonesia adalah Negara Kepulauan, akan tetapi dengan luas lautan beserta kekayaan alam terkandung di dalamnya maka mutlak bagi Indonesia untuk mengembangkan visi maritim dalam rangka meningkatkan serta mengoptimalkan kemampuan untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya laut tersebut. Bisa dibayangkan berapa triliyun rupiah dalam satu tahun kerugian yang terjadi akibat pencurian kekayaan lautan Indonesia. Menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rochmin Dahuri: kerugian akibat illegal fishing, illegal mining dan illegal trading berkisar di angka Rp 200 triliun per tahun dengan beberapa kawasan yang rawan terhadap kejahatan kelautan antara lain (Prioritasnews ;2012):
- Ikan : Laut Arafura, Natuna, Laut Sulawesi (ikan tuna)
- Benda arkeologi bawah laut: ada sekitar 463 titik yang rawan pencurian, di antaranya di Bangka Belitung, Selat Malaka, Perairan Riau, Pantai Utara Jawa.
- Pasir besi: Kepulauan Riau
Kebanyakan modus pencurian yang dilakukan adalah dengan menggunakan kapal kecil yang menyerupai kapal nelayan tradisional Indonesia untuk melakukan illegal fishing dan dilaksanakan pada malam hari menjelang pagi disekitar daerah perbatasan. Selain itu para pelaku pencurian yang kebanyakan berasal dari Thailand, Vietnam, Taiwan, China, Korea dan Malaysia tersebut biasanya “menggaet” satu perusahaan asing yang memiliki ijin sehingga dengan berbekal satu surat ijin tersebut digunakan untuk banyak kapal asing.
Demikian contoh di atas adalah suatu bukti konkrit bahwa betapa saat ini Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki lautan begitu luas namun belum dapat melakukan penjagaan yang optimal terhadap kekayaan lautnya sendiri.
“Sebuah lagu”
nenek moyangku orang pelaut
gemar mengarung luas samudra
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa
angin bertiup layar terkembang
ombak berdebur di tepi pantai
pemuda b’rani bangkit sekarang
ke laut kita beramai-ramai
Potongan lirik tersebut adalah sebuah gambaran bahwa wilayah yang sedang digunakan untuk hidup oleh bangsa Indonesia saat ini merupakan sebuah Negara maritim dan pernah berjaya di kawasan maupun internasional dimana nenek moyang bangsa Indonesia terbukti adalah bangsa maritim yang jauh sebelum Marcopolo menemukan benua Amerika di abad ke 15 mereka sudah berhasil mengembangkan layar sampai ke China, India dan Timur tengah sejak abad sebelum Masehi.
Berbicara tentang kedaulatan maritim Indonesia adalah termasuk dalam ranah pertahanan Negara dimana kedaulatan Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke; termasuk sampai batas Zona Ekonomi Eksklusif; dan seluruh wilayah udara yang berada di atas kedua batas tersebut dalam poin satu dan dua tidak terkecuali secara vertikal dan tanpa batas. Namun jika dibicarakan doktrin sebagai Negara Kepulauan versus Negara maritim maka akan timbul perbedaan yang mencolok sehingga berpotensi membuat bangsa ini terlena akan ketidakpahamannya terhadap kekayaan alam bangsa sendiri. Ir. Ade Muhammad, M.Han dalam artikelnya menyebutkan doktrin tersebut sebagai berikut (Defenceanalysis ;2011):
- Doktrin negara kepulauan: Angkatan Darat sebagai first line of defence (mirip continental strategy seperti yang dilaksanakan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte, ketika Daendels ditugaskan untuk menyiapkan jalur anyer– panarukan, kemudian digunakan untuk jalur logistik pasukan perancis untuk melawan dominasi inggris). Sehingga untuk aplikasinya dibutuhkan Angkatan Darat yang sangat besar dan kedua angkatan lain hanya sebagai pendukung.
- Doktrin negara maritim: Angkatan Laut sebagai first line of defence. Melakukan anti blokade atau blokade laut terhadap musuh di wilayah sendiri atau wilayah perairan musuh (maritime strategy penemuan Inggris — dalam menghadapi continental strategy napoleon). Contoh aplikasi modern : dengan perkembangan teknologi yang telah mengembangkan banyak pesawat terbang dan mengambil sedikit peran kapal laut sebagai sarana yang lebih cepat sehingga membuat pertempuran dalam mempertahankan Negara menjadi lebih singkat dan dapat ditempuh dalam jarak yang jauh sebelum musuh masuk dalam wilayah Nasional bangsa. Akan tetapi bukan berarti pesawat tempur dapat serta merta menghncurkan target di lautan mengingat kemampuan terbang pesawat yang hanya dapat bertempur dalam waktu singkat maka akan lebih efektif jika pesawat tempur bukan digunakan untuk menyerang target dilaut melainkan pesawat versus pesawat dan kapal perang versus kapal perang. Lebih baik lagi jika Angkatan Laut juga mampu membawa supremasi udara ke tengah lautan ( Aircraft Carrier ship). Karena sifat perang yang semakin mobile (tidak bisa mengandalkan pangkalan pangkalan tetap di pulau pulau). Dan tidak pula melupakan peran Angkatan Darat sebagai ibu dari segala perang, untuk tetap mempertahankan wilayah daratan sebagai bagian integral kedaulatan Negara jika pertahanan berlapis dari luar batas wilayah Negara berhasil ditembus oleh lawan.
Dari kedua doktrin di atas, kita ketahui bahwa sudah banyak Negara-negara di dunia yang mengedepankan visi Negara maritim seperti China dan Amerika Serikat walaupun wilayah kelautan keduanya tidaklah lebih luas dari wilayah kelautan Indonesia. Maka jelaslah jika Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara adalah tiga nyawa yang tidak dapat dipisahkan dengan peran dan tanggung jawab yang sama. Ketiganya harus dapat bersinergi tanpa memikirkan perbedaan warna baju yang mereka miliki demi mengembalikan kejayaan Indonesia dimasa yang akan datang. Walaupun undang-undang yang berlaku yakni UNCLOS 1982 menyebutkan Indonesia sebagai Archipelagic State (Negara Kepulauan) maka dapat diambil sebuah keuntungan dengan adanya batas-batas yang luas dari sebuah Negara kepulauan tersebut, akan tetapi visi sebagai Negara maritim tetap mutlak harus dikedepankan mengingat dalam rangka menjaga kedaulatan dari batas-batas Negara yang telah diakui dunia tersebut sangat dibutuhkan pertahanan aktif ke arah luar bukan sebaliknya yakni menjaga wilayah yang sangat luas dengan pertahanan ke arah dalam.
Semoga Bangsa Indonesia kembali berjaya sebagai bangsa bahari, bangsa maritim yang berdaulat.
Hanya pemikiran seorang Kapten Culun
Referensi:
- http://indonesiadefenseanalysis.blogspot.com/2011/02/doktrin-negara-kepulauan-dan-doktrin.html
- http://www.prioritasnews.com/2012/06/05/banyak-celah-laut-dijarah/
Eh, bener juga ya Mas?
Berarti kalo pertahanan kepulauan maka tiap2 pulau dipersiapkan untuk menghadapi serangan sendiri-sendiri..
Semoga ada yang memperhatikan dan segera memperbaikinya..
Aku hanya berfikir, apakah kesalahpahaman visi tersebut yg membuat bangsa kita ini jadi sering “berkelahi” satu sama lain, karena berfikir dari pulau2 yg terpisah….padahal sebagai negara bahari seharusnya kita satu…
yg jelas visi negara maritim ini nanti akan menyatukan Indonesia kembali, tidak terpecah2 antar pulau, suku, agama, ras dan golongan…
Bisa jadi mas…
Mengingat saat ini banyak penghuni Negara ini memahami Negara kepualuan dengan definisi negara terdiri dari rangkaian pulau-pulau dan daratan-daratan yang terpisah oleh lautan, BUKAN Negara yang terdiri dari wilayah lautan yang menghubungkan pulau-pulau di dalamnya.
sekali lagi semangat yang diusung sejak awal adalah laut sebagai penghubung, kalau negara lain yang punya kepentingan selalu menekankan laut sebagai pemisah
Assalamualaikum wr wb, salam sejahtera
mas saya mau tanya apa dalam strategi pertahanan laut itu ada doktrin gerilya, semisal gerilya laut … karena jika kita lihat dalam sejarah perang laut yang dilakukan Nazi jerman dengan mengerahkan U bot ke berbagi wilayah laut atlantik
untuk menyabotase setiap suplai sekutu untuk eropa apakah seperti itu doktrin gerilya dalam perang laut ?
Ataukah metode yang dilakukan oleh sosok legenda kita the ghost Laksamana Jhon lie, dimana beliau tanpa pernah terdikteksi mondar mandir indonesia ke kawasan asian untuk menyelundupkan persenjataan.
terimakasih
Waalaikum salam….
Kalo secara detail tentang doktrin perang gerilya dilaut sy masih kekurangan referensi ya mas…
Tetapi, jika melihat dalam pokok pokok perang gerilya dalam buku Jendral AH Nasution, sbb:
3. Perang gerlija tidak dapat secara sendiri membawa kemenangan terakhir, perang gerilja hanya untuk memeras darah musuh. Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yang teratur dalam perang yang biasa, karena hanya tentara demikianlah yang dapat melakukan offensif dan hanya offensiflah yang dapat menaklukan musuh.
5. Akan tetapi perang gerilja tidaklah berarti bahwa seluruh rakyat bertempur.
8. Gudang senjata gerilja adalah gudang senjata musuh.
dari poin 3,5 dan 8 tersebut maka jelas sekali bahwa apa yg dilaksanakan Laksmana Jhon Lie maupun Nazi dengan U bot nya termasuk dalam guerilla warfare…
Sebagai masukan,
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, bahwa pertahanan negara merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Dalam konteks tersebut, strategi pertahanan negara dikembangkan dalam wujud Strategi Pertahanan Berlapis yang menyinergikan lapis pertahanan militer dengan lapis pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan negara yang utuh dan saling menyokong.
Strategi pertahanan yang tepat harus mampu menjawab tiga pertanyaan yang mendasar, yaitu apa yang dipertahankan (Ends), dengan apa mempertahankannya (Means) serta bagaimana mempertahankannya (Ways). Lebih lanjut dalam strategi pertahanan negara menjabarkan Ends sebagai kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan serta kehormatan bangsa, Means yang dipakai adalah pertahanan militer yang diintegrasikan dengan pertahanan nirmiliter yang diwujudkan dalam postur pertahanan negara, dan Ways menggunakan strategi pertahanan berlapis. Untuk pertahanan negara di laut kita memiliki Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN), yang pada hakekatnya merupakan strategi pertahanan negara yang dilaksanakan di laut. Implementasi SPLN melalui operasi gabungan, operasi matra laut, dan operasi bantuan dengan dukungan kekuatan nasional/komponen cadangan.
siap mentor, demikian yg saya sampaikan pun bermaksud bahwa dgn visi pertahanan negara maritim lah maka sinergi tni tiga matra dapat terpadu
terima kasih mentor atas masukkannya
salam hormat
outstanding opinion sisoen ..
siap menthor, semoga tidak ada kendala yg berarti
Ijin bertanya mas, jika kita menganut sistem pertahanan maritim, mengapa masih ada ALKI..? bukannya itu menjadi kebijakan yang setengah-setengah dalam kedaulatan negara maritim…?
ALKI adalah salah satu konsekuensi pengakuan terhadap status negara kepulauan kita mas, kita wajib memberikan jalur melintas/safe passage
apakah dengan diberlakukannya ALKi tidak merugikan kita dlm segi keamanan sebagai negara maritim mas, karena dengan adanya jalur ALKI, maka kapal / pesawat asing bisa bebas keluar masuk alur tersebut, sehingga sangat memudahkan untuk infiltrasi ataupun observe sepanjang alur laut tersebut…? walaupun sudah ada ijin melintas, kalau birokrasi pengamanan di laut masih carut-marut sangat rawan untuk disalah gunakan.
kalo menurut aku, sejak zaman sejarah alir laut indonesia memang sdh digunakan sebagai jalir pelayaran internasional dan sesungguhnya ini adalah keuntungan yg nyata dgn posisi silang Indonesia yg strategis, namun tinggal bagaimana bangsa ini mengelolanya, visi pertahanan negara maritim adalah salah satu jawabannya krn bangsa kita pernah berjaya dgn visi tsb.
USA memegang prinsip seperti Inggris menguasai lautan brati jaya negaranya, gtu deh kl tidak salah
“Akan tetapi bukan berarti pesawat tempur dapat serta merta menghancurkan target di lautan mengingat kemampuan terbang pesawat yang hanya dapat bertempur dalam waktu singkat maka akan lebih efektif jika pesawat tempur bukan digunakan untuk menyerang target dilaut melainkan pesawat versus pesawat dan kapal perang versus kapal perang.” Sekedar masukan bahwa menurut Maj Gen William “Billy” Mitchel “The airplane is an offensive weapon, not a defensive weapon.” Jepang pada saat penyerangan ke Pearl Harbour menunjukan bahwa Pesawat terbang merupakan senjata yang paling efektif untuk menengelamkan kapal. Begitu juga 3 hari setelah penyerangan tersebut, Jepang berhasil menenggelamkan HMS Prince of Wales and Repulse di Laut Cina Selatan. Selain itu pada tanggal 4 Mei 1982 Pesawat AMD-BA Super Etendard Argentina berhasil merusakkan HMS Sheffield yang akhirnya tenggelam. Fakta-fakta tersebut menunjukan bahwa pesawat terbang dengan segala keterbatasannya masih merupakan senjata ofensif yang efektif untuk menghancurkan target-target termasuk kapal perang. Terima kasih.
Diterima masukkannya Pak…
Namun, Semua kasus jepang itu bs dicapai bila memang kekuatan udara lawan kecil ataupun tidak siap sama sekali….jika musuh punya kekuatan udara yg kuat atau lebih kuat rasanya cukup membuang efektifitas perang ya Pak….
Dan, pesawat vs pesawat serta kapal vs kapal itu termasuk ofensif sebenarnya dan sejalan dgn pola fikir Maj. Gen Wiliam
Salam
Kalau meninjau dari perspektif tentang maritim harus memiliki pertahanan maritim tentunya harus mengubah pola pikir yg di kenal dgn istilah Outward looking dan tdk berpikir inward looking. yang lebih menitik beratkan pertahanan di luar dan menghambat pada wilayah pertahanan medan lini utama , medan lini penyangga bukan setelah musuh mengokupasi wilayah baru kita lakukan perlawanan. ada beberapa faktor untuk memperkuat paradigma pertahanan maritim :a. Memperkuat dan mengembangkan alut sistha untuk mengamanakan wilayah laut dan alut sistha udara diatasnya
b. Alokasi anggaran yang memadai (Mef) baru 0.04 persen dari PDB (lihat Military balance pembangunan kekuatan negara lain sdh diatas 3 % dari pdb)
c. menyiapakan sdm dan pelatihan yang komprehensif dan berkesinambungan
d. mengamati balingstra negara regional
melihat ancaman yang ada telah bergeser (Tradisional dan Non tradisional)
pada akhirnya kebijakan politik dan mainset dari pemangku kepentingan yang bisa merealisasikan pertahanan negara indonesia berbasis maritim ( strtegi SPLN )
Terima kasih sudah berkenan untuk ikut serta menyampaikan pendapatnya mas,
Garis besarnya sama dengan apa yg termaksud dalam artikel saya.
salam