Geopolitik Pertahanan Indonesia Ala Bung Karno dan Implikasinya Terhadap Masa Depan Pertahanan Nusantara
Oleh: Mayor Laut (P) Salim
“Untuk mempertahankan tanah air kita yang terdiri dari pulau pulau, bangsa kita yang mempunyai kepribadian khas, ekonomi kita yang mempunyai kepribadian khas, kita tidak bisa mempertahankan tanah air dan bangsa kita itu dengan taktik yang tidak reponderen kepada bentuk tanah air kita, keadaan tanah air kita, keadaaan bangsa kita, rasa yang terkandung dalam hati bangsa kita.”
Mempertahankan Indonesia adalah lain daripada mempertahankan Jepang. Mempertahankan Indonesia adalah lain daripada mempertahankan India. Mempertahankan Indonesia adalah lain daripada mempertahankan Jerman. Mempertahankan Indonesia adalah lain daripada mempertahankan Amerika. Tiap tiap pertahanan jikalau mau efektif harus satu pertahanan yang bersendi, berurat nadi kepada keadaaan keadaan nyata dari tanah airnya dan kepada bangsanya. Oleh karena itu dalam menyusun pertahanan Indonesia hendaknya lebih mengenal dan mengetahui dahulu segala dari unsur tanah air dan bangsa Indonesia.
Dalam memahami pemikiran Bung Karno, terutama masalah pertahanan dan keamanan, tidak bisa dilepaskan dari konsep revolusinya secara menyeluruh. Berbagai macam amanat beliau pada saat saat berbicara tentang pertahanan keamanan bung Karno menjelaskan secara mendasar bagaimana visi Bung Karno membangun pertahanan dan keamanan Indonesia. Visi beliau tidak terlepas dari cita-citanya tentang masa depan sebuah bangsa yang jauh dari l’exploitation de I’homme par I’homme, membangun negara yang berdaulat dari Sabang sampai Merauke, membangun masyarakat adil dan makmur tanpa l’exploitation de I’homme par I’homme hingga menjalin persahabatan dengan seluruh bangsa-bangsa untuk membangun tatanan dunia baru yang damai, adil dan sejahtera tanpa l’exploitation de nation par nation. Oleh karena itu visi tersebut kemudian menurunkan berbagai konsepsi pemikirannya yang salah satunya lewat pertahanan dan keamanan, yakni bagaimana membangun konsep pertahanan-keamanan Indonesia yang tangguh agar bisa membangun dunia tanpa eksploitasi manusia atas manusia ataupun eksploitasi suatu negara atas negara lain.
Menurut Bung Karno Pertahanan Nasional hanyalah dapat sempurna semaksimal maksimalnya, jikalau kita mendasarkan pertahanan nasional itu atas pengetahuan geopolitik. Implementasi dari pemikiran Bung Karno dalam pengenalan tentang geopolitik Indonesia dapat dilihat dalam pengembangan konsep wawasan nusantara yang kemudian ditegaskan lewat Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Pembentukan kopartemen maritim dengan ada departemen perhubungan laut, departemen perikanan dan pengolahan laut, departemen perindustrian maritim adalah salah satu perwujudan gagasan pemerintahanya dalam bagaimana membangun nation building bahari.
Tak luput juga dalam konsepsinya penguatan Angkatan Laut sebagai military power yang tangguh sebagai landasan dan konsep pertahanan-keamaman yang bersendi pada konsep negara kepulauan. Itulah pemikirannya agar Angkatan Laut betul-betul menjadi fighting power sesungguhnya dalam menjaga kedaulatan hingga penjagaan kekayaan laut Indonesia. Konsep inilah yang menjadi perbedaan konsepsi pertahanan-keamanan di pemerintahan Bung Karno dengan sesudahnya terutama era-pemerintahan Soeharto sampai dengan sekarang.
Apapun visinya Bung karno yang memiliki geographical awareness menyadari akan kejayaan bangsa Indonesia di masa lampau, dan dalam usia kemerdekaan yang relatif singkat pada era 1960-an, kekuatan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) adalah yang terbesar di Asia Tenggara dan termasuk yang terbesar di Asia. Kekuatan armada laut kita saat itu adalah 234 kapal perang, terdiri dari sebuah kapal penjelajah (cruiser), 12 kapal selam, 7 kapal perusak(destroyer), 7 fregat (frigate), dan berbagai jenis kapal perang lainnya.
PENGERTIAN GEOPOLITIK DAN INSTRUMENNYA
Geopolitik ialah pengetahuan keadaan, pengetahuan segala sesuatu berhubungan dengan geografische constenatie sesuatu negeri. Seperti halnya dengan Pancasila bahwasannya pancasila menurut bung karno adalah hasil dari pengetahuan geopolitik, jangan di kira kalau bung karno dulu menggali pancasila seperti halnya menggali singkong di kebun, tidak. Namun di gali dari ilmu geopolitik yang pada dasarnya dipelajarinya dari Karl Haushofer, Die Geopilitik des Pazifischen Ozeans, Geopolitik dari Samudera Pasifik. Dari buku tersebut kemudian di bangun bagaimana sesuatu bangsa dijadikan besar, harus mengetahui geopolitik bangsa tersebut.
Dengan keunikannya sebagai negara kepulauan yang berada pada posisi silang tersebut, 2/3 wilayah Asia Tenggara berada dalam lingkup ruang yurisdiksi Nasional Indonesia. Kondisi ini membawa implikasi terhadap semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu aspek pertahanan keamanan, aspek politik, aspek ekonomi dan aspek sosial budaya. Konsep Copy Paste asal jiplak dari konsep negara lain hendaknya jangan dijadikan instrumen utama dalam menyusun sebuah strategi pembangunan bangsa khususnya pada penyusunan Kebijakan Pertahanan Nasional.
Kepualauan Indonesia yang unik tersebut merupakan satu kesatuan dengan melihat peta Indonesia seorang anak kecil pun mengetahui akan keadaaan ini, sudah jelas bahwasannya sekian ribu pulau, sebagai kekuatan berualang ulang yang mana oleh Tuhan Yang Maha Esa di jadikan satu kelompok. Hal tersebut adalah suatu Objektief gegeven untuk membangun negara, untuk membangun bangsa, untuk mempertahankan bangsa, lantas apa Objektivitetnya dan apa objektief gegevennya?
Pertama, bahwasannya negara Indonesia adalah suatu archipelagic yang lain dari pada India, lain dari pada China, lain dari Jepang. Perbedaan tersebut merupakan keunikan tersendiri yang memiliki ke khas an tersendiri pula di banding dengan negara yang lain.
Kedua, Archipelagic tersebut oleh Tuhan Yang maha Esa diletakkan antara dua benua dan dua samudera, oleh karena itu dalam hal geopolitik Indonesia posisi tersebut di kenal dengan posisi silang, Kreuz Position menurut Karl Haushofer. Sehingga Kreuz Position, cross position, kruis positie Indonesia berbeda dengan Yugoslavia, Rusia atau bahkan Tanganyika.
Ketiga, Ribuan pulau yang bercerai berai mengandung resources yang amat sangat kaya. Baik tanahnya subur, maupun buminya mengandung di dalam haribaannya mineral mineral tambang – tambang yang tiada taranya di dunia, bahkan tanah air kita mengandung uranium namun dimanfaat kan oleh bangsa lain. Kekayaan alam kita tidak hanya di permukaan laut namun juga di dalam haribaan bumi.
Keempat, Suku suku yang ada di Indonesia merupakan qua ras inter related dengan bangsa bangsa yang mendiami Kepulauan Paisifik, bangsa bangsa yang mendiami Indocina, bangsa bangsa yang sampai kepulauan Madagaskar. Menurut Mr. Dr. Moh Nazif La chute du royaume de Marina bahwa kerajaan marina racial historisch ada hubungannya dengan bangsa kita, dimana suku yang ada disana merupakan cabang dari suku yang ada di Indonesia.
Kelima, bahwasannya kultur yang ada di Inonesia terdiri dari beberapa unsur, unsur asli Indonesia, unsur unsur Tionghoa, unsur unsur Hindu, unsur unsur Islam.
Oleh karena itu menurut Bung Karno bahwa instrumen instrumen tersebut dapat dijadikan pedoman dalam menyusun Pertahanan Indonesia dimana juga disebutkan oleh Mao Ze Dong dan Ho Chi Minh, sesuatu pertahanan nasional hanyalah benar benar kuat bila berdiri diatas karakteristik dari bangsa sendiri, tanah air sendiri. Dan pengetahuan mengenai bangsa sendiri, tanah air sendiri, itulah yang dinamakan Geopolitik.
IMPLIKASI TERHADAP PERTAHANAN INDONESIA
Dengan memahami Geopolitik Pertahanan ala Bung Karno dan memasuki situasi yang semakin memburuk dalam situasi negara serta akibat teori gabungan Newton, Einstein dan Kuantum serta didukung oleh alam semesta, maka diperlukan reformasi pertahanan untuk membangun kapabilitas pertahanan. Hal tersebut bertujuan untuk memadukan antara profesionalisme pengawak pertahanan negara dan memberdayakan perumus kebijakan dan seluruh rakyat Indonesia, agar dapat memandang perkembangan pertahanan yang disesuaikan dengan Geopolitik secara jernih berdasarkan kepada ancaman dan kepentingan rakyat Indonesia.
Kedaulatan dan Keutuhan wilayah menjadi kepentingan pertahanan negara. Oleh karena itu penguasaaan geografi secara utuh sesuai dengan sifat, bentuk, karakteristik akan jatidirinya akan menjamin kedaulatan yang utuh pula. Beberapa ketentuan Konstitusi diantaranya di dalam Pertahanan Negara dan secara yuridis bahwasannya pasal 3 UU no 3 Tahun 2002 telah mengatur bahwa Pertahanan Negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai Archipelagic State. Permasalahnnya adalah bahwa landasan Yuridis ini tidak diimplementasikan sebagai kerangka landasan pemikiran dalam melaksanakan reformasi pertahanan, penyebabnya adalah belum adanya pemahaman dan pengahayatan makna yang terkandung didalamnya oleh Stake Holder pertahanan itu sendiri.
Dijaman modern sekarang ini menciptakan strategi perubahan multi dimensional moderen tanpa dibentuk dan dikondisikan oleh batas negara, melainkan dengan hasrat akan kebutuhan untuk melayani pasar yang atraktif dimana saja dengan mengambil sumber daya dimanapun berada. Oleh karenanya batas waktu wilayah secara instrumen ekonomi akan menjadi samar akibat dari investasi yang merangkak keseluruh dunia, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kearah homo homini lupus. Bangsa yang pertahanannya lemah akan menjadi “BUDAK” dengan kedok investasi ekonomi. Dalam konteks geopolitik pertahanan sudah seharusnya reformasi pertahanan menuju kapabilitasnya dengan berawal pada perkuatan kesadaran bela negara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran bela negara akan menjadi kunci perkuatan unsur lain kekuatan bangsa yang beresulatante dengan militery power yang sesuai dengan Geograpical Condition menjadi Diplomasi Power yang handal dan faktual. Hal inilah yang harusnya panah-panah reformasi pertahanan bergulir dan ditujukan.
Dalam konteks reformasi pertahanan hendaknya dijadikan pengembalian fungsi pertahanan didalam relnya, sehingga reformasi pertahanan yang demikian itu tidak mengakibatkan setiap rupiah dan keringat yang dikeluarkan tidak sia-sia dan dapat mendongkrak martabat bangsa.
PENUTUP
ERA SOEKARNO.
Hendaknya kita berterima kasih yang mewariskan kita sebuah gagasan dan hati nuarani yang murni melalui pemikiran yang jernih pula dalam bentuk sebuah konsep pertahanan dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Bekal pijakan kita sebagai dasar membangun bangsa yang besar dan kuat yang memiliki cita cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagai cita-cita bangsa yang berlandaskan pancasila dan UUD 45.
ERA SOEHARTO.
Hendaknya kita berterima kasih yang mewariskan kita kengan-kenangan dengan konsep pertahanan dan kesejahteraan yang semu, bekal pengalaman yang historis dengan membangun besar besaran dan kekuatan angkatan bersenjata yang juga dikagumi dikawasan namun semua itu tragis manakala masih terlihat terbelenggu dimana kita melihat diakhirnya hanya untuk kepentingan perorangan dan kelompok.
ERA REFORMASI.
Hendaknya kita berterima kasih yang telah menyadarkan kita betapa pentingnya Visi dan Misi yang Konkrit yang mengarahkan kita kepada konsep pertahanan kearah relnya yang seharusnya dijalankan secara konsisten dan konsekuen. Kekaburan ini akan berakibat fatal bagi pemerintah dan rakyat indonesia yang akan berpengaruh kepada perkembangan lingkungan strategis Nasional, Regional maupun dalam kancah dunia Internasional.
ERA AKAN DATANG.
Hendaknya kita mulai membangun pertahanan yang kuat bukan menjadi bangsa budak pertahanan kawasan, yang mengandung arti terbebasnya bangsa Indonesia untuk mengatur manjaga dan mengamankan wilayah ruang darat laut dan udara. Kesemuanya itu untuk keadilan dan kemakmuran sesuai dengan amanah konstitusi. “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa saya yakin era mendatang akan tercipta kekuatan Pertahanan Indonesia yang benar benar sesuai dengan kondisi Geografis dan Geopolitik Indonesia sehingga terwujud Angkatan Perang Negara Kepualauan Indonesia yaitu angkatan perang yang disusun berdasarkan: Angkatan Darat Negara Kepualaun Indonesia, Angkatan Laut Negara Kepulauan Inonesia dan Angkatan Udara Negara Kepulauan Indonesia”
Dari bukit “Lembang” , Lagi mempelajari Sea Power dan Air Power Indonesia.
Sudah saatnya pertahanan Indonesia perlu utk “membunuh” konsep per sektor yg tentunya akan memecah belah “unity of command” dari TNI itu sendiri…
Demikian pemikiran saya mentor…
mengedepankan interoperability ya mas? sejak perancanaan sampai ke pelaksanaan
iya, termasuk tri matra terpadu tanpa mengedepankan kebanggaan per matra…bergerak dan maju bersama dengan tujuan dan kepentingan nasional
Mas, saya pernah baca zaman dahulu ketika Akabri bagian Umum masih ada sebagai pusat pendidikan Taruna tingkat 1 seluruh angkatan, periode itu benar-benar dimanfaatkan sebagai pengintegrasian pola pikir para calon Perwira ABRI ke depan.
Sebenarnya saya sangat setuju dengan konsep itu karena dari pendidikan bersama itu, mereka bisa saling memahami tugas masing-masing matra dan menghormati satu sama lain karena tujuan mereka pada dasarnya kan sama.
Namun sayangnya, pada saat paska reformasi AKABRI dibubarkan karena Akpol dipisahkan dari struktur AKABRI.
Pada akhirnya terjadi segregasi antar angkatan yang menyebabkan sulitnya penyatuan pola pikir para perwira-perwira di masing-masing angkatan dalam rangka mendukung Tri Matra Terpadu yang selama ini digadang-gadang oleh MAbes TNI dan Kemenhan.
Tapi saya berharap dengan dikembalikannya pola pendidikan Akmil, AAU, dan AAL menjadi 4 tahun dengan 12 bulan pertama pendidikan integratif trimatra akan mengembalikan, setidaknya pola pikir para calon perwira dan menghilangkan segregasi antar angkatan yang selama ini terbentuk demi terciptanya sebuah Angkatan Perang Negara Kepulauan Indonesia yang diharapkan.
Mohon koreksinya.
kebalik med, kalo dulu cuma tiga bulan diksar aja integrasinya, dan sekarang justru akademi tni tingkat 1 plus diksar dilaksanakan di magelang di akademi darat. Jadi justru saat ini akademi tni berintegrasi selama 15bulan….
Wah baru tau kalau selama ini beberapa konsep yang dipergunakan oleh TNI ternyata “Copy Paste” dari Negara lain. Padahal pada jamannya dulu beberapa konsep TNI seperti Perang Gerilya karya Jend. A.H. Nasution menjadi kiblat beberapa Negara lain.
Mantap Mas tulisannya, Pertama tapi langsung menggebrak..
Salam
menarik mas, memang dalam membangun pertahanan harus memperhatikan itu “Geopolitik”. yang harus menjadi kesadaran kita saat ni adalah kondisi geopolitik bukanlah hal yang tetap, tetapi selalu berubah. jadi perlu diadakan kajian secara kontinu tidak hanya dalam rangka mengetahui, tetapi juga membina atau mungkin mencipta geopolitik kita itu agar lebih valueable/bernilai.
Objectief Gegeven (fakta objektiv) akan selalu berubah sesuai perkembangan dunia. dan haruslah disadari bahwa hingga hari ini proses menjadi Indonesia masih berjalan. untuk itu perasaan satu negara dan bangsa harus selalu dipertebal. perasaan nasionalisme masih menjadi kunci utama dalam pertahanan kita. karena dengan nasionalisme semangat mempertahankan negara dan bangsa ini akan selalu ada. nasionalisme menjadi unsur penting yang harus turut diperhatikan dalam mengukur geopolitik kita secara objectiviteit (Objektivitas/jujur).
salam
Ide “penyatuan optimal” trimatra itu bagus, perlu dijadikan kajian serius. Dan harus berlanjut, ke penyatuan dg rakyat. Saya merasakan bahwa saat ini TNI adalah satuan yg eksklusif, terisolasi dari persoalan riil rakyat. Seolah olah masing2 punya persoalan sendiri yg tidak terkait.
Kita perlu ambil simulasi pak agar menarik cukup perhatian.
1. Apa yg terjadi di Libya beberapa waktu lalu bagus untuk dijadikan kajian sekiranya itu dapat diprojeksikan ke Indonesia. Kalau itu terjadi hari ini, apakah rakyat akan berpihak ke TNI ? Saya kira akhir kejadiannya akan sama.
2. Lain lagi jika yg kita projeksikan adalah Irak (persenjataan militer segala level ludes oleh amukan senjata modern). Militer Irak bertekuk lutut karena bersandar pada alutsista yg keseluruhan rahasianya telah diketahui musuh. Militer Irak mirip dg TNI, tidak cukup menyatu dg rakyat yg mestinya menjadi latar belakang kekuatan pukul. Apakah rakyat Indonesia tidak memiliki apapun untuk bankit memgantikan kekuatan formal yg bertekuk lutut seperti di Irak ? Hmmm …. saya tau tentu bukan bambu runcing yg dipersiapkan oleh rakyat.
Salam,
djoksar
terima kasih atas tanggapannya pak djoksar 😀
penyatuan trimatra ini memang sebenarnya sudah tuntutan jaman, dimana konsep joint operation sendiri sudah diadopsi oleh Amerika, salah satu kiblat pertahanan dunia. Meskipun di Amerika sendiri juga belum secara penuh teradopsi dan dijalankan, kalau saya mau menyoroti dari sisi teknologi (sesuai bidang ilmu saya) dimana untuk integrasi via Joint Tactical Radio System sendiri belum 100% diadopsi dan masih dalam proses. Saya berencana membuat tulisan tersendiri masalah integrasi tri matra terpadu dari sisi teknologinya.
Untuk masalah hubungan tentara-rakyat saya pribadi juga merasakan gap memang masih ada dan syukurlah kami masih menemukan beberapa anggota TNI yang bisa diajak berdiskusi dan mau down to earth, kami sendiri berharap hakikat tentara rakyat dipahami dan dilaksanakan, sehingga tidak terjadi ‘ekslusivitas’. Untuk masalah hubungan TNI-rakyat mungkin nanti salah satu dewan penasehat kami akan ikut berdiskusi dalam topik ini
Salam
Adrianus Prima
Salam Pak Djoko,
Maaf saya cuma anak kecil yg ingin ikut rembug…
Untuk yang trimatra terpadu saya merasa itu adalah impian yang sangat mungkin bagi TNI dan kajian demi kajian sedang dijalankan oleh para stakeholder kami dan pastinya kata kunci sabar dan percaya adalah yang paling tepat, karena 66 tahun merdeka adalah umur yang relatif muda bagi negara sebesar, seluar, Indonesia dengan segala macam bhineka tunggal ika nya.
Kemudian, tentang pesan eksklusif,
saya rasa tidak ada manusia dimuka bumi ini yang eksklusif selain daripada Tuhan YME, kecuali ada manusia lain yang menganggapnya eksklusif.
Singkatnya kalo berkenan bapak sangat diharapkan sama sama berdiskusi dengan kami di
https://lembagakeris.net/2012/02/hubungan-militer-dengan-masyarakat/
Maaf, kalo saya lancang. InsyaAllah ada jalan yang terbaik untuk Bangsa Indonesia menuju kejayaan baru.
salam,
Teddy
Disini juga bisa di diskusikan bahwa cara berpikir sektoral adalah racun mematikan untuk Indonesia
https://lembagakeris.net/2012/01/demi-sebuah-ketulusan-bukan-kebulusan/
maaf ijin nimbrung pak Djoksar…
Apa yang bapak rasakan mungkin karena perubahan yang terasa cukup cepat sebagai akibat dari proses reformasi yang berimbas terhadap reformasi TNI. TNI menjadi Eksklusif dalam konteks tugas pertahanan itu harus pak. karena memang demikianlah setting pembentukan TNI yang sudah diatur dalam berbagai perundangan dan konstitusi. tetapi saya rasa TNI tidaklah eksklusif dalam mendiskusikan berbagai permasalahan pertahanan. buktinya TNI baik perorangan dan institusional bersedia dan menyambut gembira ajakan diskusi mengenai pertahanan. entah diskusi secara tertutup maupun umum semisal seminar.
Menyikapi persoalan riil yang terjadi di masyarakat, sebagai unsur dari negara dan bagian integral dari bangsa yang bernama Indonesia, TNI tentu mempunyai keprihatinan dan sikap. akan tetapi penyikapan TNI tidak serta merta harus terlibat secara langsung dalam penyelesaian itu, kecuali memang diijinkan dalam peraturan yang ada. misalkan saja persoalan bencana yang melanda rakyat Indonesia, TNI akan serta merta turun langsung karena diperbolehkan dalam peraturan. beda halnya dengan permasalahan korupsi atlet wisma, tentu TNI tidak dapat melakukan intervensi langsung. yang paling mungkin dilakukan oleh TNI adalah agar kasus semacam itu tidak terjadi dalam lingkungan institusi TNI. jadi Intinya bapak, dalam negara Demokrasi Militer memang dibatasi perannya dalam persoalan sipil. Meski demikian harusnya hal ini tidak menjadikan TNI menjadi jauh dengan basisnya yakni rakyat indonesia.
soal simulasi :
1. Kasus libya memang menarik, dan memang ada titik panas di Indonesia yang dapat dengan mudah dimanfaatkan agar terjadi situasi semacam libya. meski demikian, saya meragukan untuk saat ini Indonesia dapat ‘dilibyakan’ seperti halnya suriah yang sedang dalam proses kearah ‘pelibyaan’. konflik politik yang terjadi di Indonesia masih menunjukkan kestabilan politik. lain halnya konflik politik yang terjadi di papua new guinea atau yang rentan menjadi tidak stabil misal myanmar, dan Timor Leste. saya rasa Indonesia masih jauh dari ketiga negara tersebut. dan oleh karenanya menjadi cukup sulit juga bagi pihak luar untuk membuat Indonesia menjadi semacam Libya misal dengan kasus papua. hal itu sama halnya membuat China menjadi semacam Libya dengan kasus Tibet.
2. Sangat menarik untuk dikaji dan digali fakta objektif mengenai kondisi rakyat saat ini jika terjadi kasus semacam itu (Irak). akankah rakyat kita bereaksi seperti halnya masa revolusi dan awal kemerdekaan dulu, atau tidak. apakah rakyat akan membela (mendukung/mensupport) TNI dalam mempertahankan keberlanjutan dari kemerdekaan, dan keutuhan NKRI atau tidak. harus kita akui bersama bahwa kita baru teruji selama perang di awal kemerdekaan dengan menghadapi sekutu dan Belanda secara khusus dalam Agresi Militer I dan II.
Salam..