Geliat Terorisme dalam Periode Digital
A. Pendahuluan
Saat ini peradaban manusia telah mencapai suatu titik kemajuan teknologi yang sangat memukau. Kemajuan Teknologi Informasi dan khususnya media berbasis internet merupakan sebuah maha karya umat manusia yang sangat spektakuler yang tidak pernah dikenal dalam sejarah beberapa abad lalu. Internet menciptakan “dunia baru” yang abstrak tetapi nyata dampaknya terhadap umat manusia. Selain itu internet berperan sebagai media komunikasi yang efektif dan efisien. Komunikasi tidak lagi mengenal jarak dan waktu. Kehadiran internet telah memotong jarak dan waktu menjadi sempit dan langka, seakan-akan dunia terlipat dua.
Namun kehadiran internet sudah barang tentu membawa dampak negatif dan positif. Sudah menjadi teori umum bahwa sesuatu dapat baik maupun buruk tergantung siapa yang memakainya dan apa niatnya. Salah satu yang sangat berbahaya adalah kehadiran internet di tangan kelompok radikal terorisme. Di tangan kelompok radikal terorisme, saat ini media internet menjadi media yang efektif dalam peningkatan propaganda, pembangunan jaringan, dan sarana rekruitmen baru. Salah satu bentuk propaganda kelompok radikal ISIS yaitu pada tahun 2014, seorang yang diduga anggota ISIS bernama Abu Jandal Al Yemeni Al Indonesi menantang Panglima TNI melalui Youtube untuk turun ke medan peperangan di Irak dan Suriah memerangi ISIS. Ini menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan internet, kelompok-kelompok terorisme menciptakan propaganda-propaganda serta menyebarkan, membangkitkan perasaan teror, sehingga dapat menimbulkan ketakutan, kengerian terhadap sekelompok masyakarat.
Bentuk teror yang dilakukan oleh kelompok terorisme lainnya adalah pada kejadian yang masih hangat dan baru-baru ini terjadi yaitu pada serangan di Paris pada 13 November 2015. Saat itu reaksi media massa begitu masif pasca kejadian serangan dibeberapa tempat di Paris, yang menyebabkan ratusan korban meninggal dan mengalami luka-luka, tidak sedikit dari pengguna media sosial yang bereaksi dengan menyatakan bela sungkawa dengan cara masing-masing atas kejadian ini dan mengutuk pelaku teror. Mark Zuckerberg, founder facebook sampai menyediakan fitur untuk berbelasungkawa dengan memberikan layar setiap pengguna facebook dengan layar bendera prancis. Kabar yang berkicau di twitter pun tidak mau kalah, kasus terror ini menjadi trending topik menggunakan tagline #PrayforParis diseluruh dunia pengguna media sosial ini hingga beberapa pesan di bulan November. Melalui media-media inilah, kemudian pesan yang disampaikan oleh kelompok terorisme kepada masyarakat tersampaikan, yaitu menciptakan perasaan ketakutan akan tindakan teror.
Fenomena-fenomena ini menjadi unik lantaran proses radikalisasi baru ini menjelaskan bagaimana kelompok radikal terorisme saat ini secara cerdas telah memanfaatkan jaringan internet, khususnya media sosial, sebagai propaganda dan rekruitmen. Dengan hadirnya internet dan dimanfaatkan oleh kelompok terorisme maka mereka tidak lagi mengandalkan pola gerakan dengan komunikasi tertutup (eksklusif) atau diam-diam. Sedangkan masyarakat memiliki peranan dalam penyebaran informasi terorisme melalui internet yang diwakili oleh media. Oleh karena itu perlu model penanggulangan terorisme yang mengedepankan upaya pencegahan daripada penindakan guna mengatasi radikalisme baru tersebut. radikalisasi di dunia maya tidak akan tuntas dengan sekadar melakukan penindakan. Dibutuhkan suatu upaya sistemaatis untuk mengubah dunia maya yang disesaki dengan konten bermuatan negatif menjadi tidak radikal. Diperlukan rekayasa sosial dan budaya untuk menjalin kerjasama dan sinergi dengan semua pihak. Di sinilah pentingnya “Deradikaliasi Dunia Maya” yangn melibatkan seluruh komponen bagsa untuk membanjiri jagat maya dengan pesan dan konten bernuansa perdamaian.
B. Hubungan Terorisme dengan Media
Dalam masa teknologi informasi, media memiliki peranan untuk menyebarkan berbagai informasi, terutama yang berkaitan dengan masalah publik seperti bencana alam, terorisme, isu politik, isu sosial dan budaya, isu ekonomi, dan lain sebagainya. Terorisme memang menempati posisi unik, baik dalam media, maupun dalam pemerintahan. Martin (2006:392) Sebagaimana telah kita ketahui terorisme merupakan isu yang ada jauh sebelum teknologi informasi dan komunikasi secanggih sekarang. Berkat media, aksi terorisme memperoleh sorotan dan menempati peringkat teratas kejaran paparazi. Menurut Martin (2006:396), media berperan dalam hal publikasi, penyebaran global, dan menyajikan bentuk komunikasi massa baru bagi terorisme.
Dampaknya, terorisme kemudian berbasis media, dengan segala proses penyebaran informasi, pengiriman pesan kepada penonton, dan pembentukan iklim teror dilakukan oleh peran aktif media. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Poland J dalam Understanding Terrorism yang memaparkan bahwa sejak dahulu, meski tentu saja tidak semasif ini, ada banyak aksi teror yang ditujukan hanya untuk menarik perhatian media. Beberapa diantaranya bahkan sengaja dilakukan di waktu-waktu penting agar bisa mendapatkan sorotan media secara maksimal.
Bagi media, penyediaan informasi ini berhubungan langsung dengan tingkat pendapatan korporasi media. Jika informasi yang disiarkan menarik minat banyak penonton, rating media akan meningkat dan profit yang dihasilkan juga bertambah. Oleh karenanya, media tidak sembarangan dalam menampilkan berita. Hanya isu-isu tertentu yang dianggap dapat menarik perhatian penontonlah yang ditampilkan. Isu tertentu ini, salah satu yang paling bisa menarik perhatian, adalah isu terorisme. Terorisme sebagai breaking news yang sempurna terlihat dari dihentikannya semua program acara televisi demi tayangan aksi terorisme yang mungkin saja lokasinya jauh dari penonton (Nacos, 2002:35).
C. Deradikalisasi Dunia Maya
Ada beberapa istilah yang terkait sebelum mendefinisikan radikalisasi, dan deradikalisasi. Radikalisasi adalah sebuah proses perubahan di mana individu maupun kelompok mengalami transformasi yang mengarah pada penolakan nilai dan sistem yang ada (seperti demokrasi, keragaman, ideologi yang ada, dan lain-lain) dengan keinginan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan politiknya.
Deradikalisasi berarti proses sebaliknya yakni individu dan kelompok radikal menolak ideologi radikal dan mendelegimitasi penggunaan kekerasan sebagai metode mencapai tujuan politiknya serta secara perlahan menerima perubahan sosial politik yang beragam. Maka dengan kata lain, deradilakisasi merupakan bagian dari strategi kontraterorisme yanh dipahami sebagai sebuah cara mengubah ideologi kelompok teroris secara drastis. Sederhananya, deradikalisasi bertujuan untuk mengubah seseorang yang semula radikal menjadi tidak lagi radikal, termasuk diantaranya adalah menjauhkan mereka dari kelompok radikal tempat mereka bernaung.
Namun pada perkembangannya memang muncul kontroversi terkait istilah dan kebijakan yang dianggap sebagai proses de-islamisasi, pendangkalan akidah, dan tuduhan lainnya. Nasaruddin Umar dengan cukup jelas menyatakan bahwa deradikalisasi bukan berarti sebuah menghadirkan pemahaman dan wawasan baru, apalagi sebagai pendangkalan keagamaan, melainkan sebagai upaya mengembalikan dan meluruskan kembali pemahaman yang benar tentang agama dan wawasan bernegara.
Program deradikalisasi memiliki multitujuan bagi penanggulangan masalah terorisme secara keseluruhan yaitu :
1. Melakukan counter terrorism;
2. Mencegah proses radikalisme;
3. Mencegah provokasi, penyebaran kebencian, permusuhan antarumat beragama;
4. Mencegah masyarakat dari indoktrinasi;
5. Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk meno;ak paham terror
6. Memperkaya khazanah atas perbandingan paham.
D. Langkah Kebijiakan Deradikalisasi Dunia Maya
Perlu kita ketahui, bahwa karakteristik terorisme baik di dunia nyata maupun dunia maya memiliki ciri yang sama yaitu tidak akan mudah patah dan tumbang dengan sendirinya apabila hanya menggunakan penegakan hukum semata. Berbagai aktivitas terror dan penyebaran konten negatif yang bermuatan radikal tidak akan berhenti meskpun dengan kebijakan pemerintah dan berbagai instansi terkait telah melakukan tindakan tegas dengan memblokir situs, blog, atau akun dengan cara menangkap pemiliknya. Atas dasar inilah maka diperlukan upaya yang lebih terintregatif dengan menggabungkan dengan pendekatan lunak (soft approach) yang menyentuh pada hulu persoalan.
Dalam konteks ini maka jelas bahwa deradikalisasi dunia maya menjadi kebijakan yang penting untuk dilakukan sebagai kebijakan yang diharapkan mampu meminimalisai dan menghilangkan konten bernuansa negatif atau radikal terorisme berserta dampaknya terhadap masyarakat.
Deradikalisasi dunia maya dalam hal ini dipilih sebagai strategi baru yang diarahkan dengan melakukan berbagai bentuk kebijakan :
- Melakukan perlawanan narasi (counter narrative) yang disebarkan oleh kelompok radikalteror;
- Mencegah proses radikalisasi yang terjadi melalui media internet (radikaliasi online);
- Mencegah konten-konten negatif yang berupa provokasi, penyebaran kebencian, permusuhan, dan ajakan kekerasan yang mengarah pada tindakan provokasi;
- Membentengi masyakarat dari keterpengaruhan ideologi dan indoktrinisassi kelompok teror melalui dunia maya;
- Memperkaya khazanah pengetahuan masyarakat dengan perbandingan informasi yang kredibel dan konten edukatif yang mencerahkan;
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menolak paham teror (terorisme);
- Menjalin sinergitas seluruh komponen bangsa, khusus para pegiat dunia maya, dalam mencegah penyebaran paham dan ideologi radikal.
Program deradikalisasi ini bertujuan untuk membendung konten-konten atau informasi yang penuh pesan negatif terutama konten berisi radikal menjadi konten yang sarat akan pengetahuan dan informasi terutama pesan-pesan kebangsaan dan cinta NKRI.
Hal ini juga sejalan dengan visi dan misi BNPT sebagai lembaga non kementrian yang diamanatkan dalam penanggulangan terorisme. Dalam penanggulangan terorisme BNPT bertumpu pada penguatan kebijakan, strategi, dan program yang mengedepankan aspek pencegahan. Pencegahan menjadi arus utama yang diemban oleh BNPT dalam merumuskan kebijakan dan strateginya.
E. Kesimpulan
Berbagai upaya deradikalisasi sudah dilakukan untuk membendung derasnya propaganda radikal di dunia maya, seperti yang dilakukan pemerintah, memonitor hingga melakukan pemblokiran terhadap situs-situs radikal dan dapat memprovokasi masyarakat luas. Pemblokiran ini dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya bibit terorisme dalam rangka mengantisipasi penyebaran informasi provokatif dari kelompok-kelompok garis keras di dunia maya.
Masyarakat juga harusnya tak tinggal diam terutama remaja yang sering menjadi sasaran kelompok-kelompok radikal. Penguatan literasi media menjadi upaya yang harus dilakukan, masyarakat perlu diberi pemahaman yang baik dalam berinternet, agar tidak terprovokasi oleh tulisan maupun konten lainnya yang radikal. Cara yang lain untuk membendung konten-konten negatif di media radikal yaitu dengan melakukan kontra propaganda di media sosial. Kontra propaganda juga berfungsi membalikkan pesan yang disampaikan oleh propaganda radikal. Kontra propaganda ini perlu dipikirkan secara matang. Perlu dilakukanperencanaan strategi propaganda yang efektif dan tepat sasaran. Dengan menentukan siapa sasarannya, saluran propaganda media sosial apa saja yang dipakai, bagaimana bunyi pesan, hingga kapan pesan itu harus ditayangkan adalah bagian dari perencanaan tersebut. Kontra propaganda harus dilakukan secara berkelanjutan. Sebab, proses komunikasi yang efektif tidak bisa dicapai dalam waktu sekejap.
Menangkal paham radikalisme yang dapat berkembang menjadi tindakan terorisme yang disebarkan melalui propaganda di dunia maya memang tidaklah mudah. Namun, bagaimanapun juga harus kita lawan dengan berbagai upaya deradikalisasi di dunia maya.
Daftar Pustaka
- SB, Agus, (2016). Deradikalisasi Dunia Maya Mencegah Simbiosis Terorisme dan Media. Jakarta : Daulatpress;
- Seto, Indiwan, (2015), Terorisme Dalam Pemberitaan Media, Deepublish : Tanggerang
- Ahlalla, Tsauro, (2016) Hubungan Media dan Terorisme : Studi Kasus Aksi Teror Dalam
- Pemberitaan Global Serangan 13/11 di Paris Hubungan Internasional Universitas Airlangga (https://www.academia.edu/20026070/Hubungan_Media_dan_Terorisme_Studi_Kasus_Aksi
- Teror_dalam_Pemberitaan_Global_Serangan_13_11_di_Paris) (diakses pada 15 Oktober 2016)
http://dutadamai.id/perlunya-upaya-deradikalisasi-di-dunia-maya.html (di akses pada 15 Oktober 2016) - http://jurnalintelijen.net/2015/12/28/perubahan-pola-pendanaan-terorisme-di-indonesia/ (diakses pada 15 Oktober 2016)
Era Cyberwars sdh dimulai dan akn ttp berkembang seiring perkmbangan teknologi informasi yg bgtu pesat..
Waspada, kritis, trus belajar adlh sbgian cara agr masyarakt tk mnjdi korban di era digital