F-15ID, Akankah Mendarat Lengkap Dengan EPAWSS?

F-15EX Eagle II, credits : Ethan Wagner
Oleh: Hanif Rahadian
Belum 24 jam, sejak Indonesia menandatangani kontrak pembelian jet tempur generasi 4,5 ‘Rafale’ dari Prancis di Jakarta, kabar mengejutkan kembali hadir manakala Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (Deplu AS) menyetujui kemungkinan penjualan 36 unit pesawat tempur F-15EX Eagle II dengan spesifikasi lengkap ke Indonesia. Rilis resmi dari persetujuan penjualan tersebut termuat dalam sebuah publikasi resmi pada halaman website Defense Security Cooperation Agency (DSCA), dan diunggah pada Jum’at 11/02/22 dini hari.
Kabar dari persetujuan ini, merupakan sebuah titik terang dari upaya negosiasi Kementerian Pertahanan untuk dapat mendatangkan kembali pesawat tempur yang diproduksi oleh pabrikan dari AS. Awalnya, AS bersikukuh untuk menawarkan untuk mengupgadare armada F-16 yang dimiliki oleh Indonesia sampai pada varian block 70/72 atau “Viper“. Penawaran AS tersebut kemudian ditolak oleh Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) Prabowo Subianto. Menhan RI menginginkan pesawat tempur generasi ke-5 yaitu F-35 untuk bisa diboyong ke Indonesia. AS berpendapat bahwa Indonesia belum siap untuk menerbangkan F-35 disebabkan oleh adanya gap teknologi yang cukup signifikan, antara pesawat tempur generasi ke-4 dan generasi ke-5. Pilihan akhirnya terbagi di antara dua pesawat jenis lain, yaitu F/A-18 Super Hornet Block III dan F-15EX Eagle II, yang kemudian pengumuman oleh DSCA di atas menegaskan bahwa akhirnya F-15EX Eagle II yang kemudian dijuluki sebagai F-15ID lah yang disetujui oleh Deplu AS untuk bisa dijual ke Indonesia.

Rilis resmi DSCA terkait kemungkinan penjualan F-15ID ke Indonesia dengan spesifikasi lengkap
Dengan total estimasi harga mencapai USD13,9 miliar atau kurang lebih sekitar Rp 200 triliun, F-15ID dengan spesifikasi lengkap dapat dikirimkan ke Jakarta. Menurut rilis resmi yang telah dikeluarkan tersebut, spesifikasi yang ‘ditawarkan’ untuk bisa dijual ke Indonesia meliputi :
- 87 unit mesin F110-FE-129 atau F-100-PW-229 (72 unit terpasang, 15 unit cadangan)
- 45 unit radar AN/APG-82 (V) 1 Advanced Electronically Scanned Array (AESA) (36 unit terpasang, 9 unit cadangan)
- 48 unit teknologi An/ALQ-250 Eagle Passive Active Warning Survivability System (EPAWSS) (36 unit terpasang, 12 unit cadangan)
- 48 unit komputer Advanced Display Core Processor (ADCP) II digital (36 unit terpasang, 12 unit cadangan)
- 80 unit Joint Helmet Mounted Cueing System (JHMCS) (72 unit terpasang, 8 unit cadangan)
- 92 unit Embedded Global Positioning Systems (GPS)/Inertial Navigation System (EGI) security devices
- 40 unit AN/AAQ-13 LANTIRN Navigation Pod (36 unit terpasang, 4 unit cadangan)
- 40 unit An/AAQ-33 Sniper Advanced Targeting Pod/ATP (36 unit terpasang, 4 unit cadangan)
- 156 unit rel peluncur senjata LAU-128 (144 unit terpasang, 12 unit cadangan)
- 40 unit sistem senjata M61A “Vulcan” kaliber 20mm (36 unit terpasang, 4 unit cadangan)
Selain spesifikasi di atas, pemerintah AS juga siap untuk memberikan dukungan logistik, fasilitas perawatan, pelatihan personil, dan lain sebagainya. Salah satu point yang menarik, F-15ID dapat dijual ke Indonesia dengan teknologi EPAWSS, sebuah perangkat digital yang memiliki fungsi untuk mendeteksi segala macam bentuk ancaman yang berisiko untuk pesawat, singkatnya nya teknologi ini dapat diartikan sebagai mata dan telinga pesawat yang berguna untuk membantu pilot dalam mendeteksi dan merespon segala bentuk ancaman saat berada di sebuah medan operasi, teknologi ini akan bermanfaat dalam meningkatkan situational awareness pilot, survivability chance pesawat serta efektifitas misi.
Teknologi EPAWSS merupakan teknologi mutakhir yang ditanamkan pada jet tempur F-15EX, kongres AS sampai saat ini belum menyetujui penjualan dan penggunaan teknologi EPAWSS oleh negara-negara yang juga sebelumnya juga telah membeli pesawat tempur ini, sejauh ini EPAWSS hanya boleh digunakan khusus oleh United States Air Force (USAF). Negara-negara seperti Singapura, Jepang, Israel, Arab Saudi, Qatar, Korea Selatan yang juga sudah membeli F-15 pun tidak diperbolehkan membawa serta teknologi ini untuk Angkatan Udara mereka. Apabila rencana pembelian pesawat ini akan berjalan sesuai dengan spesifikasi lengkap yang ditulis pada laman website DSCA, artinya Indonesia dapat menjadi negara pertama diluar AS yang mengoperasikan pesawat ini lengkap dengan teknologi EPAWSS nya, hal tersebut tentulah merupakan bentuk pencapaian negosiasi yang luar biasa oleh Indonesia.
Perlu diingat, bahwa spesifikasi yang dimuat oleh DSCA tersebut, masih harus menanti persetujuan kongres. Meskipun tertulis spesifikasi lengkap namun hal tersebut tidaklah lantas mengikat, pada skema Foreign Military Sales (FMS) dalam banyak kasus, saat kontrak telah ditandatangani, paket spesifikasi yang dihadirkan bisa sangat berbeda dari apa yang telah dirilis sebelumnya. Boeing hingga saat ini belum menentukan spesifikasi pasti untuk F-15ID, setidaknya sampai persetujuan dari kongres telah keluar dan Indonesia telah menentukan spesifikasi seperti apa yang ingin dibeli.
Dalam setiap rilis resmi DCSA, yang tidak kalah penting untuk digarisbawahi adalah hadirnya kalimat yang bertuliskan “The proposed sale of this equipment and support will not alter the basic military balance in the region.” yang artinya, kondisi keseimbangan kekuatan militer dan faktor geopolitik di kawasan sudah dipertimbangkan oleh AS, sehingga penjualan sistem persenjataan ini dipastikan tidak akan mengganggu keseimbangan kekuatan militer di antara negara-negara tetangga Indonesia yang ada di kawasan.
Berdasarkan dua fakta di atas, bisa dipastikan bahwa belum tentu F-15ID nantinya akan tetap mendarat di Jakarta lengkap dengan teknologi EPAWSS nya, masih ada kemungkinan perubahan spesifikasi apabila Indonesia berniat untuk tetap mendatangkan pesawat tersebut, pemilihan spesifikasi dari F-15ID pun juga harus menyesuaikan dengan kemampuan fiskal Indonesia, terlebih Jakarta telah mengantongi perjanjian kontrak dengan Paris untuk pengadaan 42 unit pesawat tempur Rafale yang menelan biaya hingga USD8.1 miliar.