Dilema Pemberitaan Media tentang “Hibah Barang Rongsok”
Beberapa waktu yang lalu kita disuguhi berita tentang rencana hibah 24 pesawat tempur F-16 Blok 32 dari pemerintah AS. Media didalam negeri tak kalah heboh saling berlomba-lomba untuk memberitakan kepada masyarakat, tapi alangkah hebohnya tanggapan di masyarakat dikarenakan ada media penyiaran yang hampir tiap hari memberitakan masalah ini dengan tagline: Hibah Pesawat Rongsok, dan itupun pemberitaannya selalu diulang-ulang dan ditekankan pada kata-kata Rongsok. Sayapun tergelitik untuk mengupas permasalahan ini lebih jauh.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rongsok berarti rusak sama sekali, bejat (adjektiva). Dalam kasus pemberitaan hibah F-16 tersebut jika merunut kamus Besar Bahasia Indonesia diatas berarti F-16 yang akan dihibahkan merupakan barang rusak sama sekali, atau dengan kata lain sudah tidak bisa dipakai lagi. Adapun menurut keterangan Juru Bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin kepada VOA mengatakan bahwa pesawat F-16 tersebut masih memiliki ketahanan sekitar 20 tahun dengan 4.000 jam terbang, jadi bisa kita artikan disini bahwa pesawat tersebut masih layak pakai & tidak rusak. Pesawat masih dirawat dengan sangat baik di lembah gurun Arizona. Intinya adalah bahwa pesawat tersebut tidak digunakan bukan dikarenakan rongsok, tetapi lebih disebabkan karena overstock alutsista pesawat tempur di AS.
Sekarang kita kembalikan ke media-media tersebut, apakah dalam proses pengumpulan informasi mengenai berita yang akan ditampilkan tersebut didalam metode pengumpulan informasinya sudah akurat & dapat dipertanggung jawabkan, kenapa media tersebut bisa menyimpulkan bahwa pesawat yang akan dihibahkan tersebut dikategorikan rongsok? Sekarang kita coba lihat dari Kode Etik Jurnalis :
Pasal 1 : Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran dari Pasal 1 tersebut diatas :
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Jadi dapat kita lihat bahwa isi pemberitaan tersebut sangat jauh dari kenyataan yang ada, yaitu kondisi pesawat tersebut tidak dikategorikan Rongsok tetapi masih layak pakai (dengan beberapa catatan).
Didalam pasal 3 juga disebutkan :
Pasal 3 : Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Jadi jika pemberitaan media tersebut kurang sesuai dengan Pasal 1 dan Pasal 3 kode etik Jurnalistik maka apakah isi pemberitaan tersebut bisa dikategorikan produk jurnalistik..? Tidak menutup kemungkinan jika media tersebut memang mengejar deadline pemberitaan atau rating tayang, tapi alangkah baiknya sebelum memberikan kajian tentang suatu permasalahan, alangkah baiknya jika disertai dengan penilitan yang menyeluruh serta metode pengumpulan data yang lebih konprehensip sehingga bukan terkesan menghakimi suatu masalah dengan caranya sendiri.
ya memang susah di jaman sekarang ini apalagi kalau kita berbicara tentang media masa cetak mau pun elektronik, pasal di atas muungkin sekarang sudah jarang yang memakai walaupun memang harusnya jurnalis di lapangan wajib nerapkannya agar berita yang di sajika tidak memihak atau merugikan orang lain.
tapi dalam kenyataannya media masa sekarang ini sudah banyak di tunggangi berbagai jenis kepentingan.
menurut saya sebagai orang awam pastinya hibah tidak akan di setujui jika tidak di lihat dulu barang yang mau di hibahkannya itu, untuk apa menerima barang yang sudah tidak bisa di pakai sama sekali.
maksud saya dari tulisan ini mam cuma satu… mengkritik itu bagus, tapi tolong sesuai dengan realita yang sebenarnya.
betul,
walaupunsaat ini bisa dikatakan serba “abu-abu” atau tidak jelas mana yang hitam dan putih akan tetapi sangat bijaksana jika kita berbicara berdasarkan data penelitian….
sepertinya kata bijaksana sudah menjauhi kawan2 media mas, terutama yg jelas2 ownernya sangat berkepentingan dengan isi pemberitaan
makanya semua berita harus kita cerna, jangan kita telan mentah-mentah
dengan kata lain, mencari berita yg positif lebih baik, krn berita yg “normal” saat ini rata rata negatip
buahahaha… bad news is good news
iya mas… saya mengerti ko….
seperti yang mas tedi bilang serba “abu – abu” … 😀
walau harusnya yg putih harusnya tetap putih dan yang hitam tepat menjadi hitam… 😀
hitam dan putih tidak pernah berubah warna Mam…cuma kadang2 ada aja yg suka nyampurin sehingga jd abu2…