Anti Manouverist Approach Menjaga Desired End State Musuh Yang Samar
Dalam artikel kali ini, penulis ingin sekali membahas tentang “desired end state”, sebagai sebuah keadaan akhir yang diinginkan sebuah Negara dalam mencapai tujuan memenangkan peperangan demi kepentingan “self-interest” dan ideologi yang diinginkan, dimana terdapat sebuah cara yang cukup indah tanpa mengeluarkan effort yang besar, tanpa mengorbankan banyak nyawa serta sedikit kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh perang. Kemudian dapat dijadikan sebagai bahan introspeksi diri untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Suatu kondisi atau keadaan yang ingin dicapai untuk menyelesaikan atau memenangkan sebuah pertempuran ataupun dalam sebuah situasi yang menguntungkan bagi pihak kita, disebut sebagai “desired end state”. Jika kita menelisik tentang perkataan seorang punggawa medan pertempuran asal Amerika Serikat, Jenderal George S Patton,
“No one ever won a war by dying for his country. He won it by making some other poor bastard die for his country”
Sehingga dapat diartikan bahwa kemenangan sesungguhnya dari sebuah pertempuran adalah ketika sebuah Negara berhasil mengalahkan musuhnya tanpa mengakibatkan korban maupun kerugian yang banyak dari pihak sendiri. “Desired End State” itu sendiri akan lebih mudah untuk dipahami dengan melihat tabel di bawah ini:
Konflik | Desired End State |
Perang Dunia Kedua | Jerman menyerah tanpa syarat |
Perang Teluk | Mengembalikan kedaulatan Kuwait dan menghancurkan kekuatan Irak agar tidak mengancam Negara tetangganya |
Maka dapat terlihat jelas bahwa menyerah tanpa syarat yang dilakukan oleh Jerman secara universal pada saat perang dunia kedua dapat diterima sebagai keadaan akhir “desired end state” yang diinginkan oleh hampir semua orang di dunia terutama Amerika Serikat dan NATO. Kemudian dalam tabel berikutnya tentu banyak orang mengira keadaan akhir yang diinginkan adalah kematian Saddam Hussein serta kehancuran total militer Irak, akan tetapi sebenarnya ada yang lebih menjadi keadaan akhir dalam memenangkan perang teluk, yakni, dengan kembalinya kedaulatan Kuwait sehingga posisi tawar Amerika terhadap penguasaan minyak di Kuwait akan semakin berjaya serta dengan hancurnya kekuatan Irak maka Akan memperlancar Amerika Serikat “menguasai” wilayah minyak Timur Tengah.
Mengenai “desired end state” itu sendiri, ada beberapa hal yang sewajarnya dapat disepakati oleh sebuah Negara, antara lain: mengesampingkan diri dari perasaan pribadi dan selalu berdasarkan aspirasi nasional rakyat, sehingga apapun hasilnya semua elemen harus siap untuk mencapai keputusan bersama; terdapat perwakilan media internasional dengan beberapa tim media sudah pada posisi yang netral daripada pihak-pihak yang berlawanan; terlepas dari segala hal, maka keadaan akhir yang diinginkan harus berhasil dicapai dengan sedikit korban; mereka harus mempertimbangkan segala yang mungkin akan terjadi terhadap reaksi negara-negara lain.
Dalam beberapa paragraf di atas telah dijelaskan secara rinci tentang keadaan akhir atau “desired end state” yang dicapai dalam sebuah peperangan, kemudian berikutnya adalah beberapa cara yang dapat digunakan dalam mencapai keadaan akhir, antara lain: Attritionist approach dan manouverist approach.
Attritionist approach, adalah sebuah cara yang dapat digunakan untuk mencapai keadaan akhir yang diinginkan dengan langsung menghancurkan titik sasaran musuh. Secara definitif, cara Attritionist approach lebih cenderung gagah berani, mengandalkan kekuatan dan peralatan dan keberanian. Cara seperti ini pun kurang memperdulikan arti dari sebuah nyawa, karena apapun caranya perang harus dapat dimenangkan baik itu dengan atau tanpa korban kematian. Berperang demikian adalah perang model zaman perang dunia pertama dimana berlaku prinsip “siapa yang kuat maka dialah pemenangnya”. Sebuah contoh, ketika tentara Inggris yang begitu berjaya menguasai banyak tempat di dunia karena mereka memiliki kemampuan serta peralatan yang terbaik di dunia pada saat itu. Prinsip perang dengan Attritionist approach akan berhasil apabila: memiliki kekuatan yang memadai; menempatkan kekuatan pada posisi yang tepat; dan dapat menggunakan kekuatan dengan tujuan yang benar.
Manouverist approach, adalah sebuah pendekatan yang dilakukan dalam peperangan dengan mengutamakan penyerangan pada titik lemah musuh; menghindari dari titik terkuat musuh; serta menyerang dari arah yang tidak dapat diprediksi, kemudian keutamaan dari Manouverist approach ini adalah dengan menghancurkan keseluruhan kohesi lawan (adu domba sehingga musuh terpecah-pecah keinginannya) dan menghilangkan kemauan musuh untuk berperang. Mencari alternatif yang sulit diduga sebagai sebuah softpower yang matang dikombinasikan dengan berbagai soft action dari orang-orang yang sulit diduga pula.
Dalam Manouverist approach, terdapat fungsi utama yang harus diperhatikan, yaitu: pertama adalah find, definisinya yakni temukan, yang berarti segera temukan musuhmu sebelum dia melakukan maneuver yang akan anda lakukan, ketika anda mendapatkan musuh dalam keadaan yang samar, maka sebenarnya musuh anda sudah berada disekitar anda. Kedua, fix, adalah menetapkan siapa lawan anda sebenarnya, anda harus jeli karena semakin musuh anda samar sama arti bahwa wujud kasar yang anda kira musuh bukanlah musuh yang sebenarnya. Dengan berhasil menentukan siapa musuh yang asli, maka anda dapat merusak tujuan mereka sebelum mereka merusak tujuan anda; menggangu konsentrasi musuh sebelum musuh benar-benar menjadi kuat; dan merusak kebebasan musuh dalam melaksanakan aksinya sebelum mereka merusak kawan-kawan anda. Ketiga, setelah anda berhasil temukan dan tetapkan maka dengan mudah anda dapat melakukan strike atau menyerang. Ketika anda menyerang, ada dua kemungkinan yang akan anda capai untuk sebuah kemenangan, yaitu: kohesi musuh telah rusak tanpa kesatuan komando serta tanpa rasa persatuan yang memadai atau anda akan menemukan musuh tanpa semangat bertempur dengan kata lain moril pasukan lawan telah goyah dan hancur tanpa keinginan untuk loyal kepada Komandan perangnya. Dan dengan mudah anda dan Negara anda tampil sebagai penguasa baru di wilayah yang baru pula.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa hal yang dapat menjadi pelajaran berharga untuk melihat posisi Bangsa Indonesia saat ini. Apakah benar saat ini Indonesia telah atau sedang menikmati sebuah Manouverist approach dari orang-orang “samar” yang sama sekali tidak ketahui wujud dan asalnya. Kita dapat lihat satu per satu, dimulai dari kondisi masyarakat yang tidak suka dengan peraturan (contohnya adalah menerabas lampu merah jalan raya adalah hal biasa); mau hidup enak dengan sedikit bekerja (terjadi premanisme tersebar di penjuru wilayah Nusantara); menginginkan lapangan pekerjaan tanpa memiliki kemampuan; senang dengan kebebasan ala barat tanpa tanggung jawab (demokrasi kebablasan, padahal kita punya Pancasila yang asli buatan Indonesia); anti kedisiplinan berkedok Hak Asasi Manusia (dalam kasus cebongan Jogjakarta, dimana Komnas HAM menganggap bahwa korban seorang tentara yang dianiaya tidak memiliki HAM); kejadian di tanah Papua pun sempat memanas beberapa minggu lalu (padahal dengan membuka pasar serta mengoptimalkan pendidikan berkualitas saja selesailah masalah Papua); Provinsi Aceh yang gegap gempita mengibarkan bendera GAM sebagai bendera daerahnya sembari menurunkan Sang Merah Putih di beberapa bagian daerahnya; serta berbagai macam kejadian yang jika kita jeli sesungguhnya Bangsa ini sedang dalam kondisi dipecah-pecah.
Sebuah Bangsa sebesar Indonesia, dengan wilayah Kepulauan terluas serta garis pantai terluas di dunia, dimana sungai-sungai mengalir di dalamnya sebagai ciri daerah tropis yang tidak pernah kepanasan ataupun kedinginan. Sumber daya alam yang melimpah maupun isi lautan yang sangat besar nilainya, membuat semua mata tertuju pada Indonesia karena terpukau oleh isinya yang indah nan permai, namun sayang “kerdil”. Hanya mampu berkoar tanpa aksi, ada yang mampu beraksi namun hanya untuk pribadi atau golongan dan ada pula yang mau beraksi, akan tetapi takut menabrak “tembok raksasa” yang berpotensi mengakibatkan mereka tak bisa “makan”.
Anti Manouverist Approach, harus dapat dllakukan bangsa Indonesia sebelum softpower “musuh-musuh” tersebut benar-benar merusak kohesi bangsa serta keinginan mempertahankan kesatuan pun menjadi hancur. Menyadari bahwa bangsa kita adalah memang bangsa yang sangat mudah dipecah belah adalah sebuah sejarah sejak zaman Kerajaan yang senantiasa berebut tahta, harta dan wanita. Dengan menyadari kelemahan sesungguhnya kita dapat dan mampu mengetahui apa yang perlu kita perkuat untuk bangsa ini. Dengan demikian semoga saja sebelum Manouverist approach mereka sampai pada desired end state-nya, Indonesia dapat bersatu kembali, rukun, aman dan sejahtera.
Referensi
- NBD RBAF Junior Staff Course Handbook, 2011.
- Seet Pi Shen, 2006. The Manoeuvrist Approach and Dislocation Warfare for the SAF in the Information Age, Singapore
Apakah benar saat ini Indonesia telah atau sedang menikmati sebuah Manouverist approach dari orang-orang “samar” yang sama sekali tidak ketahui wujud dan asalnya. Kita dapat lihat satu per satu, dimulai dari kondisi masyarakat yang tidak suka dengan peraturan (contohnya adalah menerabas lampu merah jalan raya adalah hal biasa); mau hidup enak dengan sedikit bekerja (terjadi premanisme tersebar di penjuru wilayah Nusantara); menginginkan lapangan pekerjaan tanpa memiliki kemampuan; senang dengan kebebasan ala barat tanpa tanggung jawab (demokrasi kebablasan, padahal kita punya Pancasila yang asli buatan Indonesia); anti kedisiplinan berkedok Hak Asasi Manusia (dalam kasus cebongan Jogjakarta, dimana Komnas HAM menganggap bahwa korban seorang tentara yang dianiaya tidak memiliki HAM); kejadian di tanah Papua pun sempat memanas beberapa minggu lalu (padahal dengan membuka pasar serta mengoptimalkan pendidikan berkualitas saja selesailah masalah Papua); Provinsi Aceh yang gegap gempita mengibarkan bendera GAM sebagai bendera daerahnya sembari menurunkan Sang Merah Putih di beberapa bagian daerahnya; serta berbagai macam kejadian yang jika kita jeli sesungguhnya Bangsa ini sedang dalam kondisi dipecah-pecah.
Memang nampaknya sekarang aksi2 manouverist approach menjadi pilihan utama dalam mendestabilisasi suatu negara mas. Jamak dilakukan oleh Super Power Dunia, Regional power, dan negara yang ingin menjadi Regional Power baru. Saya ingin mencontohkan Mesir yang punya kebijakan untuk mengamankan kepentingannya untuk menguasai Sungai Nil, maka Mesir melakukan destabilisasi negara2 yang dialiri sungai nil.
Maka dari itu saya ingin menyampaikan bahwa yang harus kita waspadai bukan hanya super power, tapi juga negara2 yang mempunyai ambisi untuk menjadi regional power
Betul sekali Prima,
Dan kompleksitas di kita sebenarnya jauh lebih variatif daripada sekedar berebut sungai Nil….kita ada selat Malaka, ada Selat Sunda….singkatnya kita punya ALKI 1, 2, 3….kita juga punya papua, ada juga ambalat blok, ada juga Aceh yg notabene penghasil gas alam n minyak….hmmm….
Siapa yg sadar? Siapa yg perduli?
betul mas, banyak hal menarik dari bumi nusantara yang membuat negara lain tertarik untuk menguasai baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan ini jauh lebih kompleks, karena kalau di sepanjang sungai nil memang mudah dipecah belah dengan isu suku dan agama, dan sepertinya isu isu itu mulai dimanfaatkan di Indonesia juga
Siapa yang sadar? Siapa yang peduli?
Tepat sekali mas pertanyaan ini jikalau melihat fakta bahwa sebagian besar manusia Indonesia cenderung tidak peduli dan tidak menyadari adanya bahaya Manouverist approach negara-negara tersebut. Betul juga kata Prima di atas, selain adanya perna super power, adanya juga orang2 yang berupaya mengimpor konflik di Timur Tengah, utamanya Syria ke Indonesia.
Periode Balkanisasi Nusantara sepertinya memang telah dimulai.
Pandangan pribadi saya pun melihatnya demikian, Karena mereka cukup kewalahan mengatasi TimTeng dengan cara kasar dan menghabiskan banyak dana. Maka dari itu manuverist approach mereka lakukan dengan tujuan dapat memenangkan perang terhadap Indonesia tanpa mengeluarkan banyak dana, waktu dan korban maupun kerusakan.
Dana: mengingat mereka saat ini sedang dalam kondisi kurang baik dari segi moneter
Waktu: bayangkan dengan spot perang TimTeng saja sudah berapa tempat? Asia Tengah?
Korban: rekrutmen manusia utk perang pun tidak murah, apalagi menyangkut nyawa manusia
Kerusakan: hmmm, bayangkan jika mereka menang perang tanpa melakukan kerusakan, bukankah mereka akan menempati wilayah baru yang “siap pakai”?
Just my two cents..
Sebelum Bangsa ini Merdeka, Bung Karno pernah mengingatkan kita dengan kata-kata yang sangat terkenal yang berbunyi “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu lebih susah karena melawan bangsamu sendiri”. Dulu ketika pertama kali membaca saya bingung dengan maksud perkataan Bung Karno tersebut, namun sekarang saya paham. Sebelum merdeka musuh Bangsa ini sangatlah jelas, Bangsa Belanda (Bule) yang jelas segala-galanya berbeda dengan Bangsa kita.
Namun saat sekarang, Bagaimana mengenali musuh kita diantara banyaknya “Komprador” di Negeri ini..??
Betul sekali masb,
Sulit membedakan ketika orang2 bule sudah punya “anak cucu” yang selalu meng-amini apa yg bule2 itu rencanakan.
Musuh kita memang tidak jelas, dulu kita dijajah Belanda, kemudian Jepang…sekarang kita dijajah oleh HAMerika…
Mas, selama ini kan kita memposisikan diri sebagai target destabilisasi negara2 lain.
Ya kenyataan itu memang sudah jelas di depan mata sih, walau banyak yang gak mau tau.
Tapi yang ingin saya tanyakan dari pihak kita ada juga gak upaya untuk menerapkan Manouverist Approach ini kepada negara-negara yang potensial menjadi musuh?
Bukankah salah satu Anti Manouverist Approach ini adalah melakukan counter di negara lawan?
Atau apa karena negara kita ini selalu Inward Looking, gak pernah Outward?
Nah, itu med…utk ke arah sana semestinya sdh ada, tp gk gau juga mentoknya dimana, krn secara kasat mata kita masih tetap berada dalam posisi terbelenggu…
Kawan2 disana sebenernya amat sangat handal….namun, menyesuaikan pesan sponsor…