UAV Militer Indonesia, Jalan Berliku Menuju Kemandirian Teknologi UAV (3)
Penggunaan dan Perkembangan Teknologi UAV di Kawasan Asia Tenggara dan Sekitarnya
Dalam menggunakan sebuah teknologi, terlebih untuk militer, perimbangan di kawasan sekitar juga menjadi hal penting. Beberapa negara tetangga Indonesia di kawasan Asia Tenggara telah menggunakan teknologi UAV. Diantaranya bahkan sudah ada pula yang menggunakan UAV rancangan dalam negerinya. Dengan melihat perkembangan UAV di kawasan, setidaknya akan memberi masukan dalam memilih dan mengoperasikan UAV. Sehingga minimal UAV yang kita gunakan secara kemampuan dan detterent setara atau lebih dibandingkan dengan milik negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.
Malaysia
Negara tetangga yang kerap bersitegang dengan Indonesia ini sudah menggunakan teknologi UAV dari awal tahun 2000an. Malaysia mengoperasikan 3 macam UAV, yaitu CTRM (Composites Technology Research Malaysia) Aludra Mk.1 dan Mk.2, CTRM Eagle ARV, serta Insitu Scan Eagle. CTRM adalah perusahaan asli Malaysia yang mulai mengembangkan UAV dari tahun 2001. Proyek pertamanya adalah Eagle ARV, hasil modifikasi dari pesawat ringan kerjasama CTRM dan Eagle Aircraft Australia, Eagle Aircraft 150 yang sebelumnya merupakan pesawat ringan berawak menjadi dapat dikendalikan dari jarak jauh. Untuk memodifikasi Eagle Aircraft 150, CTRM bekerja sama dengan Bae Systems, Inggris. Eagle ARV digunakan Royal Malaysian Air Force-RMAF khusus untuk misi-misi pengintaian.
Eagle ARV buatan CTRM Malaysia (aviationcraft2011.blogspot.com)
UAV buatan CTRM lainnya yang digunakan RMAF adalah Aludra. UAV jenis taktis ini diakuisisi dengan sistem sewa. Aludra digunakan untuk pemantauan daerah perbatasan di Sabah, Kalimantan. Aludra memiliki kemampuan untuk membawa muatan seberat 25Kg yang berupa sensor EO(electro optic) dan IR (infra red). Untuk patroli perbatasan, Malaysia juga menggunakan UAV Boeing/Insitu Scan Eagle. Insitu merupakan anak perusahaan dari Boeing. Uav yang berdesain kompak ini dapat pula ditempatkan di kapal perang, karena dapat lepas landas dengan bantuan ketapel catapult dan dapat mendarat dengan bantuan “skyhook” yaitu tali baja yang digunakan untuk “menangkap” UAV Scan Eagle. Walaupun kecil dan ringan (berat hanya 22 kg, panjang 1,71 m, dan bentang sayap 3,11 m), UAV Scan Eagle dapat beroperasi maksimal 24 jam pada radius 100Km dari kontrol di darat. UAV Scan Eagle selain dapat membawa muatan standar seperti kamera, juga dapat membawa SAR-Synthetic Aperture Radar jenis ImSAR NanoSAR yang dapat memetakan target permukaan dengan resolusi 35 cm
Scan Eagle meluncur dari katapel dan “ditangkap” dengan tali baja (naval-technology.com & navy.mil)
Singapura
IAI Searcher MK.II milik Singapura (flickr.com/fortsillcannoneer)
Singapura merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menggunakan teknologi UAV. Tercatat sejak tahun 1990an Singapura sudah menggunakan UAV buatan Israel Aerospace Industries (IAI) jenis Searcher MK.II. UAV dengan panjang 5,85 meter dan bentang sayap 8,54 meter ini memiliki kemampuan terbang selama 18 jam dengan tinggi terbang maksimal 6,100 meter dari permukaan laut. Dengan kemampuan membawa muatan maksimum 68Kg, Searcher MK.II dapat membawa berbagai sensor optik, kamera inframerah, dll. Memasuki tahun 2000an, Angkatan Udara Singapura (RSAF-Republic Singapore Air Force) melengkapi armada UAV nya dengan membeli UAV Hermes 450 buatan Elbit, Israel. Hermes 450 memiliki ukuran kemampuan diatas Searcher dengan daya kemampuan membawa muatan seberat 150Kg.
Hermes 450 buatan Israel yang dimiliki RSAF (shepardmedia.com)
Kemampuan skadron UAV Singapura semakin mumpuni dengan diakuisisinya UAV Heron, masih produk dari IAI. UAV yang tergolong MALE (Medium Altitude Long Endurance) ini memiliki kemampuan yang sangat mumpuni untuk melakukan patroli udara. Kemampuannya yang mampu terbang 52 jam serta dapat mengangkut muatan hingga 1000Kg merupakan yang terbaik di kelasnya. Singapura diketahui memiliki setidaknya 2 buah UAV Heron yang dioperasikan oleh Skuadron 119 berkedudukan di Murai Camp, Tengah Air Base sejak tahun 2012. Selain RSAF, RSN-Republic Singapore Navy juga menggunakan UAV, yaitu dari jenis Boeing/Insitu Scan Eagle. UAV ini dideploy dari kapal-kapal perang RSN.
Searcher MK.II dan Heron Singapura (airforce-technology.com)
Thailand
UAV G-star, hasil kerjasama Thailand-Israel (flightglobal.com)
Thailand diketahui saat ini mengoperasikan UAV Aerostar Tactical UAS yang merupakan buatan Aeronautics Defence Systems, Israel. 6 unit UAV jenis ini melengkapi Royal Thai Air Force-RTAF. UAV yang juga diisukan dibeli oleh Indonesia ini sepertinya akan menjadi tulang punggung skadron UAV RTAF sampai UAV lokal mereka siap, yaitu UAV G-Star buatan perusahaan Thailand G-Force Composites. UAV yang berdimensi hampir sama dengan UAV Aerostar Tactical ini sejatinya merupakan hasil kerjasama G-Force Composites dengan Innocon dari Israel. Pada Maret 2015 dikabarkan UAV G-Star sukses diuji sampai ketinggian 10.000 feet dan pada pengujian yang lain sukses lepas landas dan mendarat secara otomatis dengan berat maksimal 200 kg. Selain RTAF, RTA-Royal Thai Army memiliki UAV yang lebih ringan, yaitu RQ-11B Raven. Dengan dimensi yang compact serta bersistem modular (mudah dibongkar-pasang di lapangan) , RQ-11B digunakan untuk mendukung gerak infanteri RTA. RQ-11B sendiri adalah produk dari AeroVironment, perusahaan teknologi yang berbasis di California, Amerika Serikat. UAV yang dapat terbang radius 10 km pada ketinggian sekitar 500 feet (150 m) ini sangat laris dipasaran, dengan lebih 19.000 airframe yang telah dikirimkan ke berbagai angkatan bersenjata di seluruh dunia, dengan Angkatan Darat Amerika/ US Army sebagai pengguna terbesarnya.
Seorang dari Royal Thai Army meluncurkan RQ-11 Raven (defence-studies.blogspot.com)
Australia
Royal Australian Air Force atau RAAF memiliki 4 unit UAV Heron Buatan Israel yang dioperasikan oleh Skadron 5 RAAF yang bermarkas di RAAF Base Amberley. Skadron ini juga aktif terlibat dalam perang di Afghanistan, tercatat UAV Heron RAAF pernah ditempatkan di Kandahar, Afghanistan. RAAF sebenarnya hanya menyewa UAV Heron dengan perusahaan dari Kanada. Dimasa depan, RAAF sendiri berencana mengoperasikan RQ-4 Global Hawk atau MQ-4C Triton buatan Grumman yang akan diproyeksikan sebagai pelengkap pesawat berawak P-8 Poseidon yang akan menggantikan P-3C Orion sebagai pesawat patroli maritim. MQ-4C sendiri aslinya pesanan dari US Navy dan merupakan pengembangan dari RQ-4 Global Hawk. Kecanggihan MQ-4C Triton dapat filihat dari muatan utama yang dibawa, yaitu radar AN/ZPY-3 X-Band AESA-active electronically scan array. Radar ini dapat beroperasi 360 derajat dan dapat menyapu lautan/daratan seluas 7.000.000 mil persegi dalam sekali terbang atau 5,200 km persegi dalam satu waktu (real time). MQ-4C akan menjadi UAV tercanggih dan terbesar di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya jika nantinya RAAF jadi mengakuisisinya.
MQ-4C Triton buatan Northrop Grumman yang diminati Australia (wonderfulengineering.com)
China
Sebagai kekuatan militer yang berkembang pesat sejalan perkembangan ekonominya yang luar biasa, teknologi UAV China juga berkembang pesat. Di kawasan Asia, China dapat dikatakan memimpin teknologi UAV. China memiliki UAV yang sangat lengkap, dari berukuran mini sampai yang sekelas dengan UAV Global Hawk buatan Grumman, Amerika Serikat. Adalah Xianglong, UAV terbesar China, UAV kelas HALE (high-altitude long-endurance) yang memiliki panjang 14,33 meter dan bentang sayap 24,86 meter. Xianglong yang berarti “soar dragon” atau naga yang membumbung tinggi, memiliki bentuk sayap yang tidak lazim, bentuk yng disebut “tandem wingplan”, dimana kemungkinan memilki karakter aerodinamika yang khusus. Saat ini Xianglong masih dalam tahap prototype dan kemungkinan masih membutuhkan beberapa tahun lagi untuk aktif di PLAAF-People Liberation Army Air Force.
Xianglong, UAV China sekelas RQ-4 Globalhawk yang memiliki desain sayap tak lazim (sinodefence.com)
UAV lainnya yang mendapat perhatian dari internasional adalah Wing Loong/Yi Ling. UAV yang mirip dari segi bentuk, spesifikasi, dan fungsi dengan MQ-1 Predator buatan Amerika ini pertama kali ditunjukkan ke publik pada China International Aviation and Aerospace Exhibition di Zhuhai tahun 2010. Sama seperti MQ-1 Predator, Wing Loong sanggup membawa berbagai jenis roket, bom, dan rudal maksimal seberat 100 kg. Status terakhir, Wing Loong sudah masuk operasional PLAAF.
Wing Loong, UAV China yang sangat mirip RQ-1 Predator (sinodefence.com)
Selain UAV yang bertugas untuk pemantauan dan serang ringan, China saat ini sedang mengembangkan UCAV (Unmanned Combat Aerial Vehicle) dengan kode Lijian/Sharp Sword. Dari bentuknya pun lagi-lagi menyerupai kompatriatnya dari Amerika, X-47 buatan Northrop Grumman. Lijian yang masih dalam tahap pengembangan ini menggunakan mesin dari Rusia yaitu Klimov RD-93.
Li Jian, UAV buatan China tandaingan X-47 buatan Amerika (sinodefence.com)
Diluar dari 3 UAV yang sudah disebutkan di atas, sebenarnya China masih memilki banyak jenis UAV. Hal ini didukung oleh banyaknya perusahaan China dalam bidang UAV. Memang secara teknologi dan konsep pergelaran China masih dalam tahap pengembangan dan belum sepenuhnya operasional. Akan tetapi perkembangan teknologi UAV China sangat terbantu dengan adanya dukungan dari teknologi-teknologi lain yang saat ini dikembangkan pula oleh China. Teknologi navigasi misalnya, China kedepan akan dapat mengintegrasikan dengan sistem navigasi BeiDou (sistem navigasi global milik China-seperti GPS milik Amerika). Kemudian dalam hal komunikasi, China juga dapat mengintegrasikan UAV miliknya dengan satelit komunikasi nya sendiri. Artinya, kemampuan UAV milik China akan meningkat drastis. Kerahasiaan dan kemandirian dalam teknologi UAV China akan sangat tinggi. Dimasa depan teknologi UAV China bukan hanya menjadi perhatian bagi negara-negara yang dekat dan berseteru dengan China, tapi juga menjadi perhatian masyarakat internasional.
Disclaimer: Tulisan ini adalah bagian dari kajian Lembaga Keris yang berjudul “UAV Militer Indonesia, Jalan Berliku Menuju Kemandirian Bangsa di Bidang Teknologi UAV”, ada 6bagian:
- UAV The Game Changer
- Penggunaan dan Perkembangan Teknologi UAV di Indonesia
- Penggunaan dan Perkembangan Teknologi UAV di Kawasan Asia Tenggara dan Sekitarnya
- Permasalahan dan Hambatan Pengembangan Teknologi UAV di Indonesia
- Penggunaan dan Perkembangan Teknologi UAV di Kawasan Asia Tenggara dan Sekitarnya
- Solusi Pengembangan UAV di Indonesia