Tari Tor-Tor, Klaim Malaysia, Latah, dan Gegar Budaya

9 Responses

  1. ini bukan saja tanggung jawab pemerintah, tapi merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, sadar ato tidak sadar kita sudah terlalu besar bias akibat globalisasi yg melunturkan budaya nasional sendiri

    • Lalu Fahmy Aditia says:

      benar mas,ketika perhatian remaja Indonesia (termasuk saya) begitu besar teralihkan pada trend2 saat ini seakan tidak peduli dengan kebudayaan nasional sendiri,saatnya kita introspeksi diri

  2. Novan Iman Santosa says:

    Sebenarnya bukan mengklaim, tapi mengiktiraf itu bisa diterjemahkan menjadi recognize, mengakui, sebagai bagian kekayaan budaya malaysia karena ternyata ada WN Malaysia yang keturunan Mandailing.

    Kasusnya mungkin sama dengan rebana, qasidahan, marawis yang asli Arab serta barongsai dan liong yang asli Cina yang pada akhirnya menjadi kekayaan budaya Indonesia juga.

    Yang jadi masalah adalah perhatian masyarakat, generasi muda dan pemerintah indonesia sendiri yang kurang perhatian akan kekayaan budayanya sendiri.

    Di Korea Selatan semua kekayaan budaya ada nomer registernya, tanginble dan intangible. Ini mungkin perlu ditiru.

    Sebagai pengingat sedikit, orang Asli di Malaysia itu kurang lebih sama dengan orang Kubu, Anak Dalam, Talang Mamak atau Sakai. Yang lainnya ya turunan Aceh, Arab, Batak, Bugis, Cina, India, Jawa, Madura, Minangkabau dll dst dsb.

    • Betul sekali dan setuju bapak,

      Sebenarnya org asli Malaysia itu ya berasal dari keturunan yg sama dgn Indonesia. Akan tetapi ketika satu rumpun terpecah jadi dua dan berpisah dalam dua negara yg berbeda dimana suku asli mandailing berasal dari Sumatera Indonesia, tentu sewajarnya dgn sopan Malaysia tidak mengusulkan budaya tsb sbg budaya Malaysia ke khalayak Dunia, krn mayoritas suku mandailing tetaplah aseli org Indonesia yg duduk di Sumatera Indonesia.

    • betul pak novan, sebenarna saya juga melihat bahwa masyarakat Indonesia ini sudah sentimen duluan terhadap malaysia. Dan setelah ada klarifikasi malaysia, ternyata memang mereka hanya mendata. Nah kita patut juga bersyukur, karena dengan kejadian ini kelatahan pemerintah membuat survei budaya nasional dipercepat. Meskipun kata2 mencari, mendata budaya yang layak juga menjadi perdebatan karena menyimpan potensi penolakan sebuah produk budaya oleh standar pemerintah

  3. Riyat Hindra Iwawan says:

    assalammualaikum wr wb , salam sejahtera
    yang dikatakan pak Novan ada benarnya juga, tetapi mohon maaf bapak dalah hal tor tor dan sebagainya, Malaysia berusaha memasukan itu dalam kasanah budaya mereka dan itu yang sebagian dari kita kurang sependapat,
    karena jika kita bercermin dari suriname dimana disana sebagian penduduknya adalah orang keturunan jawa, dan dimana kebudayaan orang jawa seperti jatilan, ketoprak/ludrok “kabaret dalam fersi suriname”, reog dan lain2 juga masih di lestarikan dan dipentaskan oleh orang suriname keturunan jawa. tetapi mereka tidak lantas memasukan kebudayaan-kebudayaan itu sebagai budaya suriname dan ketika seorang turis atau yg lainya bertanaya ” itu apa dan berasal dari mana? ”

    orang suriname akan menjelaskan kalau itu jatilan dan itu kebuyaan nenk moyang mereka yang dibawa dari tanah asli mereka yaitu jawa “dalam hal Ini Indonesia”

    jelas berbeda hal dengan tari kuda kepang yang tempo hari sempat kena klaim,dimana malaysia kemudian memberikan fersi mereka sendiri. ketika sekarang ada tari tor tor yang ” diclaim ” maka wajar jika sebagian dari kita kemudian merasa memiliki dan berusaha melindungi.

    tetapi dari semua yang ada diatas, bener.. sebenarnya kita juga yang salah, karena kita sendiri yang tidak lagi membelihara dan dalam bahasa jawa “nguriuri kabudayan” dalam hal sepele saja, jika ada konser band atau film box ofice dan pagelaran wayang , mana yang sebagian dari kita ingin lihat
    bagaimana kita mau merawat dan memelihara dengan baik jika kita mencintai atau menyukai terlebih dahulu .

    terimakasih , wasallammualaikum wr wb

  4. Bambang Trisutrisno says:

    Kalau saya pribadi berpendapat, ada 2 hal yang dapat kita ambil dari kejadian ini:
    1. Kita seharusnya BANGUN dan bersiap, bahwa sebenarnya kita sudah diserang dan menjadi target dari peperangan asimetris dimana kita dibuat lupa dan melupakan kebudayaan serta Jatidiri kita sehingga kita mudah dilumpuhkan dan tidak pernah beranjak maju.
    2. Kita sebenarnya harus berterima kasih kepada Malaysia, karena mereka “rajin” mengingatkan kita akan pentingnya persatuan dan upaya untuk melindungi warisan kebudayaan yang kita miliki..

  5. Mochamad Istamar says:

    saya kurang tahu,
    1. apakah memang kebudayaan Indonesia itu distandarisasi dan apakah memang ada standarisasi budaya.
    2. Apakah pemerintah memang benar2 telah mendata kebudayaan apa saja yang kita miliki. sebagai contoh wayang, saya tidak masuk dalam daftar nomor keberapa dari data kebudayaan yang dimiliki pemerintah.

    Saya hanya tahu bahwa kebudayaan2 yang sering diributkan masih eksis di tengah masyarakat, meski saya juga kurang tahu bagaimana upaya pelestarian dan penghargaan yang layak itu seperti apa. apakah hanya diregister atau bagaimana. kebudayaan mesir kuno meski telah punah tetap diakui sebagai milik mesir dan bukan milik negara lain. adakah spinx itu milik turki? atau libya?

    yah, kebudayaan itu dinamis dan berkembang, apakah memelihara budaya berarti itu bersikap statis terhadap budaya? tau ah….

    • belum mas, ini baru direncanakan kementrian pendidikan dan kebudayaan. Sebenarnya kita tidak musti bersikap statis, selama pemerintah mau memberikan perhatian dan mendorong masyarakat untuk memelihara, karena pada dasarnya budaya itu sendiri akan membuat penyesuaian2 supaya tidak lekang oleh jaman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.