Surface to Air Missile, Guardian of the Sky
Rudal Darat ke Udara, atau biasa disebut Surface to Air Missile(SAM) merupakan sebuah sistem senjata pertahanan udara yang memiliki karakteristik berupa munisi yang berpendorong roket, dan digerakan oleh pemandu berupa laser, infra merah, maupun radar (aktif maupun pasif). Sistem senjata ini memiliki kemampuan mengejar pesawat lawan dengan kecepatan melebihi 2 kali kecepatan suara dan manuverabilitas yang tinggi sehingga dapat melayani manuver evasif target. Rudal Darat ke Udara pada mulanya diciptakan untuk menggantikan peran artileri pertahanan udara yang dinilai sudah obsolete dan tidak mampu menandingi kecepatan dan ketinggian dari pesawat-pesawat lawan begitu memasuki era mesin jet.
Kelahiran Rudal Pertahanan Udara
Dimulai di era Perang Dunia 2, di mana pertama kali teknologi roket diperkenalkan ke dunia, begitu juga dengan penggunaanya untuk menembak jatuh pesawat musuh. Amerika Serikat, Inggris dan Jerman saling bahu-membahu menciptakan roket anti pesawat yang mumpuni. AS dan Inggris sebagai negara pemenang perang memiliki keuntungan besar dalam evolusi teknologi SAM mereka dengan menambahkan kemampuan pemandu, namun sebaliknya bagi Jerman, PD2 ternyata terlalu singkat bagi ilmuwan-ilmuwan NAZI untuk menyempurnakan konsep mereka. Paska perang, Rusia yang juga keluar sebagai pemenang perang berhasil menguasai teknologi peroketan melalui ilmuwan-ilmuwan yang ditawan oleh Pasukan Merah dalam upaya menguasai Jerman. Hal ini pun menuntun mereka dalam perlombaan menciptakan rudal darat ke udara. Perang dingin menjadi titik kulminasi perkembangan SAM yang terbelah menjadi dua kutub besar, Barat dan Timur dengan AS dan Uni Soviet sebagai pemain di garis terdepan. Tak lama setelah perang dingin berakhir, beberapa negara Eropa dan Asia juga ikut menggeliat dalam mengembangkan teknologi SAM mereka masing-masing sebagai upaya meninggalkan ketergantungan terhadap produk-produk SAM, baik dari AS maupun Rusia.
Perkembangan Surface to Air Missile
Dengan semakin berkembangnya kemampuan peperangan elektronika defensif pada pesawat tempur, maka mau tak mau industri pembuat SAM juga mengembangkan kemampuan produk-produknya untuk meng-counter kemampuan defensif target, baik dari segi pemandu, penyala awal (fuze), hulu ledak, dan propulsi atau sistem pendorong. Dimulai dengan sistem pemandu yang menjadi inti dari kemampuan rudal darat ke udara, diawali dengan teknologi Remote Guidance yang contohnya di antara lain berupa radio command guidance, beam riding, dan wire guided. Kelemahan dari teknologi ini adalah diperlukannya kontak terus menerus antara command post atau sistem peluncur dengan target. Ketepatan kerja Command Post juga menentukan tingkat kesuksesan perkenaan rudal karena sedikit saja kesalahan dalam penuntunan rudal ke target, maka semakin besar pula penyimpangannya dari target yang dikehendaki. Oleh karena itu dikembangkanlah sistem pemandu berupa Homing Guidance, yang ditandai dengan penggunaan radar, laser dan infra merah sebagai sistem sensor yang menghasilkan sinyal sensing ke target yang dikirim balik ke sistem peluncur sebagai penuntun rudal menuju ke target pesawat musuh. Sistem pemandu ini secara garis besar dibagi menjadi Active Homing, Semi Active Homing dan Passive Homing yang dibedakan dari sistem kerja masing-masing pemandu.
Klasifikasi Rudal Hanud
Rudal darat ke udara terkecil dikenal dengan nama rudal panggul darat ke udara atau lebih dikenal dengan Man Portable Air Defense System (MANPADS) yang merupakan rudal hanud dengan mobilitas tertinggi karena dapat diawaki oleh satu orang namun memiliki kemampuan yang sangat terbatas. Rudal jenis ini lebih sering digunakan untuk target yang bergerak lambat dengan ketinggian sangat rendah seperti helikopter dan pesawat angkut. Sedikit di atas MANPADS, terdapat sista rudal yang masih masuk dalam klasifikasi VSHORAD dan SHORAD. Sista rudal ini biasanya dipasangkan pada platform bergerak seperti truk dan APC yang dilengkapi dengan lapisan armor sebagai perlindungan diri terbatas dari gangguan serbuan pasukan infantri musuh selama gerakan perpindahan menuju daerah penggelaran. Sista rudal ini juga biasanya dilengkapi dengan satuan FCS yang terdiri dari radar kontrol penembakan dan kendali operasi. Ini yang membedakannya dari sista rudal MANPADS, selain jangkauan operasional yang umumnya lebih jauh. Selanjutnya dikenal pula dikenal varian Medium Range SAM dan Long Range SAM. SAM jarak jauh seperti S-300 dan Patriot digelar menggunakan prinsip penggelaran pertahanan udara area untuk menjaga area yang berada dalam jarak jangkau sampai dengan 150Km dan ketinggian sampai 20.000m. Sedangkan SAM jarak menengah sendiri dapat digunakan dalam pola penggelaran pertahanan udara area maupun titik sebagai komplementer dari SAM jarak jauh dan jarak pendek.
Menjawab Tantangan Masa Kini
Rudal darat ke udara berdasarkan jarak jangkauannya diklasifikasikan mengikuti klasifikasi sistem pertahanan udara yang ada antara lain dikenal, Very Short Range Air Defense (VSHORAD), Short Range Air Defense (SHORAD), High to Medium Air Defense (HIMAD) dan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD). Selain itu rudal darat ke udara juga diklasifikan berdasar pola gelar sistem senjata hanud di antara lain, Area Air Defense, dan Point Air Defense. Sistem pemandu, jangkauan (ketinggian dan jarak) dan mobilitas menjadi faktor yang berpengaruh dalam pengkategorian rudal darat ke udara. Sistem-sistem pertahanan udara tersebut bersifat komplementer dan tidak bisa saling menggantikan karena jenis ancaman yang bervariasi mulai dari pesawat udara sampai rudal balistik. Selain itu dengan semakin majunya teknologi Supression of Enemy Air Defense(SEAD) yang mengandalkan rudal anti radiasi yang dilepaskan dari platform pesawat tempur maupun pesawat serang dari jarak yang tidak bisa dijangkau rudal hanud jarak pendek semakin menguatkan bahwa sistem pertahanan udara haruslah komprehensif dengan menggabungkan semua sistem senjata hanud yang ada, baik VSHORAD, SHORAD, HIMAD maupun THAAD untuk mencapai daya hancur dan daya tangkal yang efektif.
Pussenarhanud, Penjaga Langit Nusantara di Lini Terakhir
Pussenarhanud sebagai satuan yang membawahi sistem senjata hanud yang dimiliki Angkatan Darat memiliki 2 peran penting yaitu sebagai unsur hanud titik atas objek vital berupa satuan lapangan maupun instalasi lapangan dalam operasi darat gabungan maupun operasi gabungan darat dan sebagai unsur hanud titik atas objek vital maupun titik rawan dalam rangka Operasi Pertahanan Udara Nasional di bawah komando Kohanudnas. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi dua peran di atas, Pussenarhanud sudah sepantasnya dilengkapi dengan beberapa sistem senjata hanud yang bervariasi dari meriam hanud berbagai kaliber dan rudal hanud VSHORAD dan SHORAD. Aset rudal VSHORAD seperti RBS-70 dan POPRAD yang merupakan bagian dari sistem hanud komposit Kobra. Sedangkan untuk sista rudal SHORAD sendiri pada awalnya Pussenarhanud mengandalkan sistem rudal Rapier buatan Inggris, namun dikarenakan embargo yang diterapkan Inggris dan rudal yang mendekati masa kadaluarsa, pada akhirnya rudal Rapier ini terpaksa harus dipensiunkan. Mengingat akan pentingnya pemenuhan kebutuhan penggantian rudal Rapier, sudah sepantasnya Pussenarhanud mempertimbangkan untuk mengakuisisi sista rudal SHORAD yang memiliki daya tangkal dan daya hancur yang setara atau lebih baik dari yang digantikan. Selain itu mobilitas juga faktor penting yang pada prakteknya mempermudah dalam penggelaran sista hanud rudal ini di lapangan.
RBS-70 MANPADS
RBS-70 adalah rudal darat ke udara panggul buatan Swedia yang mulai memperkuat Pussenarhanud sejak tahun 80an. Sistem rudal hanud ini memiliki mobilitas sangat tinggi sehingga mampu digotong oleh satu regu tembak yang berjumlah 7 orang. Peluncurnya sendiri terdiri dari tabung kontainer rudal, tripod pedestal dan alat bidik optikal.
Peluncur Rudal RBS-70
Spesifikasi Sistem Rudal RBS-70 :
– Negara pembuat : Swedia
– Panjang misil : 1320 mm
– Diameter : 106 mm
– Berat misil : 24 kg
– Berat hulu ledak : 1,1 kg
– Jarak capai : 200-5000 m
– Maksimal tinggi sasaran : 3000 m
– Kecepatan maksimal : Mach 1,6
– Kemungkinan perkenaan : 70-90 %
Rudal RBS-70 ini dapat beroperasi sendiri secara independen maupun sebagai bagian dari baterai pertahan udara. Apabila beroperasi dalam pola baterai, rudal ini dapat dihubungkan dengan sistem radar deteksi Giraffe sampai dengan 9 unit peluncur. Baterai pertahanan udara ini sanggup menjaga cakupan wilayah seluas 175Km2 di mana masing-masing peluncur ditempatkan pada jarak 4Km antara satu sama lain. Selanjutnya data target yang berhasil dideteksi radar, termasuk di dalamnya jarak, baringan dan kecepatan target ditransfer ke masing-masing regu tembak.
Radar Giraffe
KOBRA SAM System
Sistem Pertahanan Udara KOBRA, copyright BUMAR
Sistem SAM Kobra/Grom merupakan sistem pertahanan udara VSHORAD yang memiliki mobilitas tinggi. Setiap baterai terdiri dari Mobile Multi-Beam Search Radar (MMSR), empat Poprad mobile anti-aircraft systems dan dua WD-95 battery command vehicles (BCVs).
Mobile Multi-Beam Search Radar, copyright BUMAR
Sistem ini dapat pula dilengkapi dengan tambahan berupa 14 ZUR-23-2KG Jodek-G gun/missile anti-aircraft system. Setiap sistem Poprad mampu beroperasi beberapa kilometer dari BCV dan setiap ZUR-23-2KG mampu beroperasi 1km dari BCV. Radarnya sendiri memiliki jangkauan 40km dengan kemampuan deteksi target ber RCS rendah termasuk helicopter dan UAV serta memiliki kemampuan menangkal electronic countermeasure. Rudal yang digunakan merupakan rudal Grom berpemandu infra merah.
Kendaraan peluncur rudal POPRAD, copyright Pentak Pussenarhanud
Spesifikasi Sistem Rudal POPRAD :
– Negara pembuat : Polandia
– Panjang misil : 1596 mm
– Kaliber misil : 72 mm
– Berat misil tanpa launcher : 10,5 kg
– Berat misil plus launcher : 16,5 kg
– Berat hulu ledak : 1,82 kg
– Jarak capai : 5500 m
– Maksimal tinggi sasaran : 3000 – 4000 m
– Minimal tinggi sasaran : 10 m
– Kecepatan maksimal : 650 m/det
– Suhu operasional : -35 s/d + 50 derajat Celcius.
Battery Command Vehicle, copyright BUMAR
Battery Command Vehicle berperan sebagai pos pengendali baterai. BCV yang dimiliki sistem senjata ini sanggup mengkoordinasikan tembakan dari 2 unit peluncur rudal POPRAD dan 6 pucuk meriam ZUR-23-2KG secara serentak. Dilengkapi dengan alat bidik optronic yang terdiri dari laser rangefinder, kamera TV dan optical director, BCV mampu memandu tembakan hingga sejauh 20Km dan membedakan sasaran ganda. Satu unit radar MMSR sendiri sanggup memasok data kepada 2 unit BCV sehingga sanggup membentuk 2 baterai penembakan hanud.
Menimbang Beragam Pilihan Rudal Penangkis Serangan Udara untuk Pussenarhanud TNI-AD
Produsen-produsen rudal hanud di dunia kini semakin bersaing dalam memproduksi sista rudal hanud SHORAD yang efektif, mobile dan memiliki daya tangkal yang besar. Pemain lama seperti Amerika Serikat dan Rusia kini juga bersaing sengit dengan Perancis, Swedia dan konsorsium pembuat rudal dari Eropa, MBDA. Negara yang selalu dirundung konflik, Israel, juga semakin menunjukkan geliatnya sebagai produsen rudal hanud yang mumpuni dikarenakan faktor “keterpaksaan” dalam melindungi apa yang menjadi national interest mereka. Selain itu dari Asia, muncul pemain baru yang berhasil menggabungkan kelebihan dari masing-masing rudal hanud buatan blok Barat maupun Blok Timur, yakni Korea Selatan. Terbukti dengan keputusan Korea Selatan menggandeng Thales dari Perancis dan Almaz Antey dari Rusia dalam proyek rudal hanud mereka. Berikut adalah profil singkat masing-masing sista rudal SHORAD dari negara-negara di atas.
Rusia
Rusia selama ini dikenal sebagai pembuat rudal hanud dengan kualitas jempolan dan sudah teruji memakan korban pesawat-pesawat musuh baik di dalam negerinya sendiri maupun di ajang peperangan luar negeri. Tentu kita masih ingat dengan kejadian ditembak jatuhnya pesawat mata-mata U2 milik AS di daerah Ural dan langit Kuba oleh rudal SA-2(S-75) Dvina. Selain itu Perang Vietnam dan Perang Arab-Israel menjadi saksi sejarah kedahsyatan sista rudal buatan negara pewaris utama pecahan Uni Soviet ini. Dalam peperangan modern kita juga tidak bisa melupakan ditembak jatuhnya F-16 Kapten Scott O’Grady di atas langit Bosnia pada Perang Kosovo tahun 1995 silam. Untuk keperluan SHORAD, Rusia melalui KBP Tula menawarkan konsep sista hanud komposit Pantsir-S1 dengan memadukan 2 laras kanon otomatis 30mm dan 8-12 rudal SAM 57E6-E. Sistem ini dapat dipadukan dengan platform rantis maupun ranpur beroda rantai. Dilengkapi dengan radar dan elektro-optikal sekaligus, sista ini dapat mendeteksi 20 target secara simultan sampai dengan jarak 32-36 Km dan mengakuisisi target pada jarak 24-28 Km menggunakan piranti radarnya sedangkan bila menggunakan elektro-optikal mampu mengakuisisi target pada jarak 17-26 Km. Jangkauan target efektif bila menggunakan rudal pada jarak 1,2-20Km dan ketinggian 5-10.000m, sedangkan bila menggunakan kanon 30mm memiliki jarak efektif 0.2-4Km dan ketinggian 0-3.000m. Selain itu kanon otomatis 30mm ini memiliki rate of fire mencapai 4.500-5000 peluru per menit. Sista hanud ini memiliki tempo reaksi yang cukup cepat yaitu 4-6 detik dari deteksi hingga ke penembakan. Sistem yang serba otomatis pada sista hanud ini menyebabkannya hanya cukup diawaki oleh 3 orang kru saja.
Pantsir-S1E Uni Emirat Arab, copyright KBP Tula
Perancis
Perancis sebagai anggota NATO dan Uni Eropa memiliki prinsip yang agak sedikit unik dalam pengembangan senjatanya. Di saat anggota Uni Eropa lain saling bekerja sama dan bahu membahu menciptakan sistem senjata melalui perusahaan konsorsium, Perancis tetap melanjutkan tradisinya menerapkan independensinya dalam hal produksi senjata. Walaupun tetap bergabung dalam konsorsium Eropa, Perancis juga terus mengembangkan sendiri senjatanya. Hal ini dapat dilihat dengan produksi sista rudal hanud Crotale NG yang diproduksi oleh pabrikan Thales Air Defense. Crotale NG sendiri merupakan versi pengembangan dari rudal Crotale yang pertama kali dikembangkan pada akhir dekade 60an. Sista rudal Crotale NG ini dilengkapi dengan rudal VT1 dan sistem radar pencari target Shikra yang baru sehingga meningkatkan jarak jangkauan maksimumnya hingga 16Km dan ketinggian 9.000m. Sistem ini menggunakan pemandu Command Line of Sight yang menggabungkan radar pencari target dan elektro-optikal sehingga lebih kebal terhadap serangan peperangan elektronika pesawat musuh. Selain itu rudal VT1 menggunakan RF electromagnetic proximity fuse sehingga memaksimalkan kemampuan rudal pada segala cuaca dan menghindari sistem pernika pasif yang dimiliki target. Sista ini berhasil diujicoba dengan sukses pada tahun 2007 dan 2008.
Crotale NG AB Finlandia pada platform Sisu XA-185, copyright Finnish Army
Konsorsium Eropa
Pada tahun 2001, beberapa pabrikan rudal di Eropa yaitu Aerospatiale-Matra Missiles, Finmeccanica dan Matra BAe Dynamics menggabungkan diri dan membentuk sebuah konsorsium produsen rudal bernama MBDA. Merger ini otomatis menggabungkan kelebihan teknologi yang dimilili masing-masing-masing pabrikan. Pada tahun 2008, MBDA sukses mengujicoba sista rudal hanud VL-MICA. VL-MICA sendiri merupakan derivatif dari rudal udara ke udara MICA yang awalnya dikembangkan saat pabrikan Matra masih berdiri sendiri. Sista rudal hanud ini memiliki kelebihan yakni dua macam sistem penuntun pada rudal yakni IR guided dan RF guided. Kelebihan ini sangat menonjol pada situasi di mana terjadi peperangan elektronika hebat. Dilengkapi dengan radar pencari target dan 4 rudal dalam peluncur vertikal, sistem ini hanya membutuhkan 3 orang kru untuk mengoperasikannya dari kendaraan Platoon Command Post. Rudal ini sendiri memiliki jarak jangkauan efektif hingga 20Km dan ketinggian intersep hingga 30.000 kaki. Dengan platform berupa kendaraan rantis yang dimodifikasi, sistem ini hanya membutuhkan 10 menit untuk penggelaran dan 15 menit untuk mengisi ulang peluncur rudal yang dapat dilakukan hanya oleh 2 orang.
VL-Mica, copyright DGA-CEL
Swedia
Swedia dengan perusahaan produsen senjatanya SAAB dan Bofors juga mempunyai andalan tersendiri di segmen Ground Based Aerial Defence (GBAD). Produk andalan SAAB Bofors Dynamic ini bernama BAMSE. BAMSE RBS-23 merupakan sistem rudal pertahanan udara yang diklaim mampu bekerja di segala cuaca dan mampu menangkal segala target mulai pesawat, helikopter, UAV, bahkan rudal (berkemampuan rudal anti rudal). BAMSE saat ini masih digunakan oleh angkatan bersenjata Swedia. Kemampuan teknisnya adalah mampu mengkover hingga ketinggian 15.000 m, mobilitas tinggi dan mampu diangkut pesawat sekelas hercules, jangkauan rudal 15 km. Setiap baterai BAMSE terdiri atas Surveillance Co-ordination Centre (SCC) dan maksimal 6 Missile Control Centres (MCCs). SCC terdiri dari sebuah Giraffe 3D surveillance radar yang memiliki fungsi BM/C4I. MCC sendiri terdiri dari Fire Control Radar (FCR) dan peluncur misil. Guidance system yang dipakai adalah CLOS (Command Line Of Sight) Kombinasi sebuah baterai BAMSE dengan 3 unit penembak mampu mengkover area seluas 1.500 m². Rudalnya sendiri menggunakan impact dan proximity fuse serta fragmentation and shape charge warhead untuk menjamin kehancuran target.
.
BAMSE , copyright army-technology.com
Israel
Sebagai negara yang sering berkonflik dengan tetangga sekitarnya, industri senjata Israel menjadi salah satu industri senjata yang mampu berinovasi sekaligus menguji produknya di medan perang. Untuk segmen SHORAD, RAFAEL, produsen senjata asal Israel, memiliki produk unggulan yang diberi nama SPYDER. SPYDER sendiri mempunyai dua versi yaitu SR (Short Range) dan MR (Medium Range). Mobilitas tinggi juga menjadi fitur yang ditawarkan. Setiap baterai terdiri dari Truck-mounted command and control unit (CCU) beserta radarnya, Missile firing units (MFU) with communication equipment, Missile supply vehicle (MSV), serta Field service vehicle (FSV). SPYDER diklaim mampu bekerja di segala cuaca, menghancurkan target multi spektrum(pesawat tempur, helikopter, bomber, cruise missiles, UAV dan stand-off weapons), mempunyai SSKP (Single Shoot Killing Probability) tinggi serta proteksi area luas. Misil yang digunakan berupa Python-5 dual waveband imaging infra red (IIR) missile yang bisa juga digunakan untuk air to air mission. Kemampuan slant launching serta dua mode penguncian target, yaitu Lock On Before Launch (LOBL) dan Lock On After Launch (LOAL) menjadi keunggulan lainnya. Pendekatan desainnya adalah mengutamakan kemampuan reaksi cepat, kesamaan dengan rudal udara ke udara, network centric approach, serta penangkalan 360 º. Jarak jangkau misilnya 15 km dengan ketinggian sasaran 20m – 9 KM.
Spyder , copyright defense-update.com
Korea Selatan
Sebagai negara yang secara resmi belum berhenti berperang dengan tetangganya, Korea Selatan senantiasa mengembangkan sistem senjata dan kemandirian industri senjatanya. Doosan DST sebagai salah satu produsen senjata Korsel memiliki produk unggulan untuk segmen SHORAD yaitu Chun Ma (Pegassus). Secara bentuk luar, Chun Ma memiliki keunggulan dari sisi platform yang berupa kendaraan tracked lapis baja yang tentu saja meningkatkan perlindungan kru serta jenis medan yang bisa dilalui. Chun Ma sering disebut versi Korsel dari Crotale. Chun Ma ditujukan untuk menangkal ancaman dari ketinggian rendah dan medium. Dalam satu platform, terdapat Guidance and Control system dan 8 buah rudal siap tembak. Guidance dan control systemnya terdiri dari radar, FLIR, IR localizer dan CLOS. Chun Ma diklaim mampu beroperasi di segala cuaca, siang dan malam, segala medan, serta mampu beroperasi di tengah clutter dan hostile ECM. Radar Chun Ma mampu mendeteksi sasaran sejauh 20KM dan menjejak sasaran sejauh 16KM, ketinggian maksimal target adalah 5KM. Rudalnya memiliki jangkauan 9KM, ketinggian 5KM dan kecepatan Mach 2,6. Waktu reaksi Chun Ma diklaim sebesar 10detik.
Chun Ma, copyright primeportal.net
Demikian sedikit tinjauan teknologi serta ulasan singkat dari beberapa contoh sistem SHORAD terkini yang digunakan oleh beberapa angkatan bersenjata di dunia. Dari beberapa contoh sistem diatas dapat kita garis bawahi bahwa mobilitas, kemampuan network centric warfare, serta kecepatan dan ketepatan penangkalan menjadi faktor utama dalam menyusun sistem SHORAD. Semoga dapat memperkaya khazanah pengetahuan tentang sistem pertahanan udara serta bisa menjadi pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam membangun sistem pertahanan udara demi menjaga kedaulatan NKRI. Salam pertahanan, NKRI harga mati!
Oleh:
Arief Yunan Priyoutomo (Sekretaris Jenderal)
Adrianus Prima Manggala (Kepala Divisi Kajian)
oh ya koq yang dibahas sebatas rudal SHORAD ya mas..? tidak ada ulasan tentang medium SAM.. soalnya kita pernah mengoperasikan SA-2 dan belum pernah ada pengganti yang sepadan. Untuk mengantisipasi kecepatan, kecanggihan pesawat tempur dan kemampuan daya serang tertanam (multirole)… apakah tidak terlalu riskan jika tetap menggunakan SHORAD…? dikarenakan jika hanya dengan kemampuan daya tangkal sejauh 30Km… apakah system baterei tidak rentan terhadap serangan AGM yg dibawa pesawat tempur lawan…?
Kapan ya ada Long Range SAM lagi menjaga Langit Nusantara…
Memimpikan TNI mempunyai sistem pertahanan udara berlapis yang mumpuni yang terdiri dari SAM jarak pendek,medium dan longrange SAM.
sebelum membahas medium/long range SAM, saya tertarik membahas tupoksi Arhanud, benarkah arhanud hanya memiliki tupoksi untuk pertahanan titik dan jarak pendek? sedangkan kalau sejarahnya Rudal Jarak Menengah SA-2 itu di satrudalnya bukan dibawah TNI AD
kenapa arhanud ga dibawah satu atap kohanudnas ya…?
jadi ada 2 mas, pembinaan dan komando, pembinaan kan di TNI AD, tapi komando bisa lewat Kohanudnas
Kalo diluar negeri gimana yah?
kalau di russia ada angkatannya sendiri mas, VKO, terpisah dari AD dan AU, kalau di Amerika, ada yang bertanggung jawab untuk area, pertahanan udara brigade, pertahanan udara divisi, bahkan pertahanan udara batallion, kalau di amerika di bawah divisi infantri atau lebih kurang sama dengan di TNI AD, kecuali di amerika mulai shorad sampai long range dipegang TNI AD
sebenarnya yang patut ditekankan bukan dibawah siapa dalam pembinaannya mas, yang penting semua bentuk air defence (arhanud, SAM, KRI kemampuan hanud) berada dalam komando dan jalur perintah yang responsif dan efisien ketika menghadapi ancaman udara. Jadi Kohanudnas sebenarnya sudah cocok dalam memegang komando pertahanan udara asalkan ketika ada ancaman bisa responsif dan satuan operasional dapat merespon tanpa harus menghadapi jalur yang panjang
Hehehe… Sekarang masih ditangan Presiden ya Prim..??
Ijin mengklarifikasi..
Dulu pas bikin tulisan ini memang saya berpatokan pada Pussenarhanud, dengan tupoksinya yang terbatas dan menurut saya memang lebih kepada memberi perlindungan pada penggelaran pasukan darat dari serangan udara..
Makanya kenapa saya berpikir untuk Pussenarhanud sudah cukup sampai VSHORAD dan SHORAD tadi, terutama lagi yang memiliki mobilitas tinggi..
Kenapa? Ya karena itu tadi untuk memberikan payung udara untuk penggelaran operasi di darat..
Sedangkan untuk HIMAD (High to Medium Air Defense) saya belum berani nulis, soalnya Satrudal milik AU kan baru akan dibentuk..
Yang menarik adalah Satrudal ini dulu bagian dari Wing Pertahanan Udara 100 milik Kohanudnas yang berkekuatan SA-2/S-75 pada jaman keemasannya..
Nah ke depan ketika Satrudal direaktivasi, apakah akan di bawah Koopsau atau di bawah Kohanudnas atau hanya sekedar Balakpus Mabes AU?
Mungkin kalau saya udah dapat sedikit pencerahan tentang wacana Satrudal ini, saya akan mencoba menulis tentang HIMAD..
Soalnya di dalam strategi Kohanudnas sendiri, mengakui adanya 3 lapis pertahanan udara, yaitu pertahanan udara terminal, titik dan area..
Jadi masih ada korelasinya lah..
Hehehehe…
Ditunggu ulasan selanjutanya mengenai HIMAD om… jika Wing Pertahanan Udara 100 bener-bener mau direaktivasi…
Ditunggu tulisannya med….pasti bagus banget tuch…..:)
Ass wr wb.
Pemerintah dan DPR Komisi 1 harus melakukan kebijakan2 dan tindakan peningkataan alutsista yg dibarengi transfer teknologi yg menitikberatkan pada pemberdayaan, pengayaan Litbang Pertahanan disetiap Instansi terkait ,jadi tidak hanya sebagai end user saja dan yg tidak ditumpangi kebijakan luar yg “memaksa”. KKIP diharapkan dpt memaksimalkan kordinasinya.
1. Pengadaan dan peningkataan Batre2 Missile di TNI AD merupakankeharusan (urgent), Short,Medium Long Range pada kemampuan SAM/ SSM/ ASM dan Cruise Missile, sementra ini alutsista yg ada sangat kurang.( RBS,Proprad,Rapier??? dll ).
2. Peningkatan electronic threats yg cepat, TNI AD harus membentuk YON EW Electronic Warfare (mobile).
3. C3I yg dulu di bentuk Mabes TNI harus dioptimalkan pada setiap Matra, tidak hanya pada komunikasi radio tapi optimalisasi pda C3I data Link .
4. Pemerintah & Komisi 1 DPR harus meningkataan kemampuan EW di TNI AU/TNI AL yg paling urgent . salah satunya mengoptimalkan CN235 MPA dan C295 AWACS .
5. Peningkataan alutsista harus disertai transfer teknolgi dan pemberdayaan Litbanghan pada instansi trkait DISLITBANG TNI AD,TNI AU, AL, BALITBANG DEPHAN, KEMRISTEK,BPPT PTIPK,LAPAN dll yg trkodinir oleh KKIP.
6. peningkataan fasilitas,anggaran dan SDM di litbanghan dan di TNI sendiri yg sbagai user, pemerintah sudah saatnya membawa kembali SDM yg diluar
Jika kita hanya berjalan di tempat atau bahkan jalan mundur, setidaknya CVN jhon Stennis hiir mudik dng bebas, EF 111,hawkeye,EA 6B powler dll bisa bebas bergaya 🙂 ..
semoga Pemerintah dan DPR dapat menindaklanjutinya.
terima kasih saya haturkan.
wass
Adhi Prasetyo