Sebuah Komunikasi Sosial Atau Propaganda

8 Responses

  1. Bambang Ts says:

    Dijaman yang semakin “edan” ini sulit untuk membedakan mana Komsos atau Propaganda karena semua akan kembali pada satu kata yang sangat krusial yaitu NIAT, dan melihat kejadian sepertinya kata terakhir tersebut sudah dinafikan (dengan tidak mau mendengar dan melihat dari berbagai sisi) oleh manusia yang melakukan komsos tersebut…

    • THambrata says:

      Sebenarnya lebih kepada arah siapa orangnya masb, atau kata lain oknum. Karena banyak sekali rekan2 yg masih sadar…

      • Bambang Trisutrisno says:

        Betul mas, dan itulah kenapa saya sampaikan faktor krusialnya adalah kata NIAT, jika niatnya baik, Insya Alloh walau pahit menyampaikan kebenaran itu akan terasa manis…

        • THambrata says:

          Sepakat dengan kata NIAT, sebuah kata simple terdiri dari empat huruf tetapi jarang yang memilikinya di negeri ini. Merindukan saat saat bangsa ini mau bekerja tulus untuk bangsa dan negara, pernah dengar sebuah ilustrasi tentang seorang profesor di India, dia seorang ahli yg paling pakar dibidang pembangunan pesawat Sukhoi yg di lisensikan di India, namu sesuai jabatannya dia hanya menggunakan sepeda ontel untuk pulang dan pergi ke tempat bekerja…dia bisa ikhlas untuk India…salute for him!

  2. Arief Yunan Priyoutomo says:

    Kebebasan di mana-mana selalu disertai tanggung jawab dan kewajiban..
    Ini yang mungkin sudah dilupakan segelintir oknum pers yang demi rating dan oplah rela melakukan apa saja walau itu merugikan negaranya sendiri..
    Masyarakat memang butuh informasi, tapi informasi yang dibutuhkan pun dapat diperoleh dengan cara yang baik..
    Saya rasa kalau Bapak Wartawan itu meminta dengan baik-baik saya rasa tidak akan ada kejadian seperti ini..
    Sama halnya bila kita seorang mahasiswa ingin menggali informasi tentang mata kuliah ke dosen, pastinya akan dilayani dengan baik bila kita bertanya dengan sopan, bukan dengan gaya preman nodong minta duit ke korbannya..
    Sudah saatnya UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik diperjelas dan kalau perlu dibuat protap standar tentang peliputan mengenai hal-hal yang menyangkut rahasia negara dan keselamatan orang banyak..
    Sayang sekali inti berita yang harusnya mengenai kenapa sebuah pesawat bisa jatuh malah berubah jadi hal-hal yang tidak mendidik masyarakat..
    Saya rasa banyak profesional jurnalistik yang baik dan ingin mengabarkan berita dengan proporsional tapi oknum-oknum yang saya disebut di atas pun tidak kalah jumlahnya dan kadang malah menjadi suara mayoritas hanya akibat solidaritas buta yang tidak pernah mau memahami bagaimana duduk perkaranya..
    Saya turut prihatin..

  3. Yossie Noor Yanto says:

    Pada level pencerahan dapat mengkotomis antara komunikasi sosial dan propaganda.

    Ketika seseorang atau sekelompok atau suastu komunitas mampu memnerikan tanggapan dan analitis sesungguhnya sdh dpt dikategorikan mengalami penceraham.

    Lalu, dalam realita kita menemukan bagaimana dua frame tadi bisa digunakan dg dalil2 permisif. Yg saya maksudkan, menempatkan propaganda dg cover komunikasi sosial atau sebaliknya.

    Ada hal2 yg mendasari itu: diantaranya :
    1. Macetnya komunikasi antara masyarakat, oposan dg penguasa
    2. Akumulasi kekecewaan yg membuat jarak terlalu jauh antara harapan dan kenyataan
    3. Fihak pemerintah, birokrasi, legislatif, yudikatif dan executive justru menikmati komunikasi ala bias ini. Sehingga fihak masyarakat dan oposan mengadopsi serta merasa mendapat angin utk memanfaatkan keadaan spt ini.

    Padahal, komunikasi sosial dan propaganda jika diletakkan pasa tempatnya akan sangat mempengaruhi kepribadia dua kubu (masy dan penyelenggara negara).

    Jika tetap saya membiarkan komunikasi ala bias itu berlangsung. Maka sesungguhnya kita sbg bangsa akan menerima akibat dari ulah itu.

    Lalu dari mana mulainya jika ingin merubah? Melakukan pembenahan dan perbaikan?. Jawababbya: dari fihak penyelenggara negara terlebih dahhulu sebai pioneer.

  4. Yossie Noor Yanto says:

    Pada lapisan masyarakat yg sdh pada level paradigma “tertentu”, mereka ini faham dikotomis antara komunikasi sosial dan propaganda. Namun, dalam realita kita menemukan bias penggunaan dua katergori ini.

    Para pelaku Propaganda membungkus dengan istilah komunikasi sosial. Hal ini biasanya dilakukan oleh fihak2 yg “ngebet” untuk merebut opini masyarakat luas, merebut simpati dari kolega2 yg dapat diajak bekerja sama demi suatu tujuan yg hendak dicapai.

    Propaganda itu sesungguhnya diperlukan karena dengan propaganda dapat menyampaikan pesan. Tentu saja propaganda yg disertai dg tanggungjawab . Propaganda itu tidak jauh beda dengan promosi. Maka propaganda dapat dilakukan dengan bentuk berita, tulisan buku, gerakan atau bentuk-bentuk aksi sosial. Bedanya dengan komunikasi sosial, ini merupakan alat untuk menterjemahkan dari suatu lembaga sosial, politik, ekonomi, legistatif, yudikatif, executive dll kepada masyarakat luas baik itu melalui media, in house magazine dari dari dalam lebaga itu sendiri.

    Jika kita temukan adanya propaganda yang tidak sehat, sesungguhnya dapat dianalisis ke dalam dan ke luar

    Ke dalam :
    1. Macetnya dialog antara masyarakat dan pihak penyelenggara negara (termasuk militer dan kepolisian)
    2. Adanya gap yang jauh antara harapan dan kenyataan dari penyelenggara negara tehadap rakyat
    3. dll

    Ke luar:
    1. Kondisi tidak harmonis yang tajam antara rakyat dan negara akan tercium dan dimanfaatkan fihak luar negeri
    2. Kebutuhan luar negeri terhadap aset negeri yang diincarny
    3. Mengusung nilai2 demokrasi, HAM yang disosialisasikan sebagai pengkondisian untuk pemetaan
    4. Alat yang dipakai pihak luar negeri ini yaitu media sosial, LSM dll sebagai komunikasi sosial (kamuflase)

    Jika kita sebagi bangsa ada mental sense of belonging terhadap bangsanya, negaranya maka mari bersama2 saling membimbing dengan santun. Tentu saja, kita harus melakukan pula komunikasi sosial yang tidak arogant, “propaganda” yg smooth. Sebab, lapisan masyarakat itu bertingkat2. Kita harus pandai menempatkan komunikasi sosial dengan cara yang mendidik, mengayomi. Misalnya saja, bagi yg sudah pny pengalaman jam terbang yg tinggi maka daya jangkau pemahaman,, informasi, referensinya cukup kuat sehingga bisa wise. Tapi, bagi temen2 atau masyarakat muda yang baru nongol tapi pny semangat sense of belonging terhadap bangsanya, mereka ini meletup2 dan cenderung merasa lebih tahu. Jadi, berikanlah analogi2 yg bisa dicerna dengan menyertai refernsi atau historis dari suatu kasus telaah atau materi yg sdh dikaji.

    • THambrata says:

      Gap, jarak ataupun miss communication apapun itu namanya adalah refleksi dari trauma masa lampau yg dimanfaatkan pihak pihak asing utk terus “membodohi segenap komponen bangsa Indonesia. Silahkan dibayangkan, sebagai apakah Indonesia saat ini? Begitu hebohnya org Indonesia men-elu-elu kan pemilu Amrik, begitu pentingkah? Amrik dan Indonesia bagaikan Daha dan Kahuripan didalam Majapahit…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.