Pepatah Jawa dan Perang Asimetris
Nglurug Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondho
-
Pendahuluan
Banyak sekali definisi tentang perang asimetris, yang paling umum dan mudah dipahami adalah bentuk dari peperangan yang menggunakan cara-cara yang tidak lazim dan menyimpang dari hukum dan kebiasaan perang, karena pada umumnya, perang selalu identik dengan kekuatan senjata dari militer sebuah Negara atau kelompok untuk menyerang, menguasai atau mengambil manfaat dari Negara atau kelompok lain. Namun, dalam peperangan asimetris kekuatan senjata kadang tidak dimunculkan namun menitikberatkan pada kekuatan-kekuatan lain yang dijadikan senjata untuk menyerang dan menjatuhkan lawannya, seperti kekuatan budaya, ekonomi, teknologi, informasi dan lain-lain namun tetap dengan tujuan yang sama yaitu untuk menguasai atau mengambil manfaat dari Negara atau kelompok yang menjadi musuhnya. Uniknya, dalam perang asimetris, aktor yang bermain dalam perang tersebut bisa bukan merupakan sebuah Negara seperti jika dalam perang konvensional, namun bisa jadi organisasi-organisasi atau individu-individu, yang berdiri sendiri atau atas sokongan Negara yang kemudian melancarkan serangan secara asimetris sehingga dapat menghancurkan atau menguasai Negara yang menjadi musuhnya. Ancaman perang asimetris ini cukup nyata dan sudah “ada” dihadapan kita, semisal: bagaimana kebudayaan kita semakin tergerus oleh kebudayaan asing yang kadang jauh berlawanan dari norma dan adat dan budaya asli Indonesia, bagaimana sumber daya alam Indonesia banyak yang dibawa kabur keluar negeri dan jauh dari amanat UUD 1945, dan banyak hal lain yang menunjukan perlunya sebuah persiapan khusus untuk menghadapi ancaman peperangan ini.
Dibalik itu semua, jika kita sedikit mau meresapi warisan leluhur Bangsa ini, sebenarnya apa yang disebut dengan peperangan asimetris tersebut sudah dicontohkan dengan berbagai bentuk cerita rakyat, pepatah dan pitutur yang mengandung arti yang cukup untuk menjawab tantangan tersebut jauh sebelum Negara ini berdiri. Dalam hal ini, penulis ingin membahas sedikit tentang pepatah Jawa yang berbunyi Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondho dan hubungannya dengan ancaman perang asimetris yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia sekarang ini.
-
Nglurug Tanpo Bolo
Pepatah jawa tersebut dapat diartikan secara bebas sebagai Menyerang Tanpa Kawan, atau bisa diartikan secara luas lagi menjadi Menyerang Tanpa Pasukan. Jika kita melihat trend peperangan pada abad 21 sekarang ini, penggunaan kekuatan militer merupakan pilihan terakhir ketika kekuatan asimetris semisal ekonomi, budaya, teknologi dan informasi dianggap sudah tidak mampu untuk membuat kepentingan dari sebuah Negara atau kelompok dapat dilaksanakan oleh Negara atau kelompok lain yang menjadi sasaran kepentingannya. Sehingga selama Negara atau kelompok yang menjadi sasaran kepentingan tersebut dapat diatur dan dikuasai dengan menggunakan cara-cara asimetris (tanpo bolo), maka tidak mungkin Negara atau kelompok tersebut akan menyerang (nglurug) menggunakan kekuatan senjata.
-
Menang Tanpo Ngasorake
Pepatah ini dapat diartikan secara bebas sebagai Menang Tanpa Merendahkan atau Mempermalukan Lawan. Dalam perang asimetris, kebanyakan tujuan utama dari perang tersebut adalah bagaimana dapat menguasai lawan dengan kekuatan seadanya dan dengan resiko kerugian sekecil mungkin. Biasanya, cara-cara asimetris cenderung tidak secara langsung menyakiti, menghancurkan atau merendahkan lawan karena sifat alami manusia dimanapun berada pasti akan berusaha untuk tetap eksis dan melawan setiap bentuk penindasan atau tindakan yang berpotensi merendahkan martabatnya. Jika potensi tersebut dapat dihindari dengan cara-cara asimetris, potensi perlawanan dari musuh dapat ditekan sekecil mungkin karena secara kasat mata lawan tidak direndahkan (Ngasorake).
-
Sekti Tanpo Aji-Aji
Pepatah ini dapat diartikan secara bebas sebagai Berwibawa atau Ampuh Tanpa Mengandalkan Kekuasaan, Kekuatan, Kekayaan atau Keturunan. Dalam perang asimetris, penggunaan teknologi informasi menjadi salah satu kebutuhan utama untuk membangun sebuah kekuatan perang informasi (information warfare) dan perang psikologi (psychological warfare) yang membuat Negara atau kelompok yang menjadi sasaran kepentingannya menjadi segan dan takluk sehingga mau menuruti kemauan Negara atau kelompok yang mempunyai kepentingan. Sebuah Negara atau kelompok yang mempunyai luas wilayah, jumlah penduduk , kekayaan alam atau jumlah tentara yang banyak bisa jadi dapat di taklukan dan dipaksa menuruti kemauan Negara atau kelompok yang lebih kecil yang tidak mempunyai wilayah yang luas, jumlah penduduk yang sedikit, kekayaan alam yang terbatas atau jumlah tentara yang sedikit namun mempunyai kemampuan pengendalian informasi, ekonomi dan teknologi yang baik. Sebagai contoh nyata, kita dapat melihat bagaimana Negara Singapura, negeri yang luasnya tidak lebih luas Propinsi DKI Jakarta namun merupakan negara yang Ampuh dan Sekti dikawasan ASEAN karena didukung oleh penguasaan ekonomi, perdagangan, teknologi, informasi dan didukung oleh Angkatan Bersenjata yang canggih sehingga membuat Singapura menjadi Negara yang disegani oleh Negara-Negara lain dikawasan.
-
Sugih Tanpo Bondho
Pepatah ini dapat diartikan secara bebas sebagai Kaya Tanpa Harta, atau bisa diartikan secara luas lagi menjadi Kaya Tanpa Mempunyai Kekayaan. Cara-cara asimetris digunakan oleh banyak Negara atau kelompok yang tidak mempunyai sumber daya yang cukup untuk membangun Negara atau kelompoknya karena dalam perang asimetris, salah satu bentuk implementasinya adalah mementingkan hasil yang didapat bukan cara untuk mendapatkannya. Jika kita melihat sekarang, berapa banyak Negara atau kelompok yang disebut sebagai Negara atau kelompok maju dan kaya (Sugih) padahal mereka tidak mempunyai kekayaan (Bondho) sumber daya alam yang cukup, bandingkan dengan berapa banyak Negara atau kelompok yang sebenarnya mempunyai kekayaan(Bondho) sumber daya alam yang melimpah namun tetap menjadi Negara atau kelompok yang terus bergulat dengan kemiskinan diberi status sebagai Negara atau kelompok miskin atau berkembang.
-
Penutup
Sebuah Negara atau kelompok tergantung dari manusia-manusia yang menghuninya. Sebagai Bangsa yang dihuni oleh banyak suku dan ras dan mempunyai berbagai bentuk warisan kebudayaan yang tinggi baik dalam bentuk cerita rakyat, pepatah, pitutur dan lain-lain yang tentunya mempunyai nilai, arti dan makna yang tersimpan didalamnya, seharusnya Bangsa Indonesia mampu untuk memprediksi sehingga mampu untuk mempersiapkan cara untuk menghadapi perubahan kedepan yang pasti akan datang dan tentunya berpengaruh pada keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika penulis hanya mengambil tiga pepatah yang kebetulan berasal suku jawa yang kebetulan merupakan suku terbesar yang mendiami Indonesia, semata-mata untuk mengajak kembali meresapi makna dari pepatah yang sudah ada sejak sebelum Indonesia berdiri khususnya untuk Warga Negara Indonesia yang berasal dari suku jawa, dan umumnya untuk seluruh Warga Negara Indonesia bahwa nenek moyang kita sudah memberikan arah akan bentuk sifat manusia yang menjadi dasar perubahan dunia kedepan, sehingga sudah semestinya kita menjaga dan mengingat warisan leluhur tersebut dan tidak termasuk sebagai kelompok manusia yang lupa akan budayanya.
Kearifan lokal, salah satu senjata melawan kegagapan terhadap globalisasi.
Betul, senjata pamungkas yang sengaja atau tidak sengaja dikikis habis padahal seharusnya kearifan tersebut menjadi modal untuk menentukan langkah di masa depan….
Bedanya antara buah matang di pohon dibanding matang di “perem” pakai karbit….rasanya tetap nikmat yg matang di pohon….demikian yg terjadi di kita, sebegitu banyak pepatah2 bagus namun belom ada yang mampu menjalankan dengan benar….
Cak nun pernah berpendapat, bahwa kita adalah generasi yang “belum siap” untuk merdeka sehingga ketika kemerdekaan hadir kita tidak bisa membedakan mana demokrasi dengan anarki dll. dan begitulah suratan Bangsa ini, dan yang terbaik menurut saya saat ini adalah bagaimana berusaha “membuminkan” pepatah2 tersebut khususnya kepada diri sendiri sukur-sukur bisa mengajak yang disekitar kita sehingga kita tidak termasuk manusia-manusia yang lupa akan akar budayanya…
saya yakin di setiap peradaban manusia ada nilai-nilai luhur, bukankah kita di masa lampau pernah berjaya dengan Sriwijaya, Kutai, Majapahit? seandainya kita bisa mengetahui dan mewarisi faktor2 keberhasilan para pendahulu kita itu, saya yakin kita benar-benar akan menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo…. salam
Terima kasih atas komennya mas bejo…
Betul mas, dan carut marutnya bangsa kita sekarang sebagian besar karena kita lupa akan peradaban dan warisan luhur para pendahulu kita, padahal jika kita sedikit untuk “rumongso” maka setidaknya dalam setiap nilai-nilai luhur yang diwariskan, terhdap cara untuk menghadapi masa depan…