Konsep Guidance System Pada Anti Ship Missile
Sejak ditemukan, Anti Ship Missile (ASM) telah merubah jalannya pertempuran laut secara signifikan. Selepas era 50-an SS-N-2 Styx telah mempelopori eksistensi ASM dan merajai pasaran ASM pada waktu itu, terutama dioperasikan oleh negara yang condong ke blok timur. Ditenggelamkannya Destroyer Eliat milik Israel oleh rudal Styx menginspirasi pihak barat untuk mengembangkan ASM mereka, pada tahun 1977, diluncurkanlah RGM-84 Harpoon oleh Amerika, disusul oleh Otomat buatan Italia, dan Exocet buatan prancis. Pada perkembangannya, ketiga family ASM barat ini terus dikembangkan tanpa melenceng dari rudal asalnya. Sedangkan untuk ASM buatan Uni Soviet(Kemudian dilanjutkan Russia) dalam perkembangannya telah menjadi bermacam family dengan ciri khasnya masing-masing. China juga mengembangkan ASM, sejak akhir 50an, China secara aktif telah mengkopi ASM buatan Uni Soviet, oleh pihak barat. ASM buatan China diberi kode CSS-N-x. pada akhir 80-an, China juga aktif mengembangkan ASM seri YJ (C-801) yang menurut beberapa sumber merupakan turunan dari Exocet, kemudian mengembangkannya menjadi C-802 yang bisa dikatakan setara dengan Harpoon. Selain beberapa negara di atas, Israel, Swedia, dan Inggris, serta beberapa negara lain juga memproduksi ASM dalam skala kecil.
Untuk konsep guidance systemnya, akan saya bagi kedalam 2 kelompok yaitu rudal yang mempunyai jarak jangkau dalam jarak cakrawala, misalnya MM-38 Exocet, C-701 dan Sea Skua. Kelompok kedua adalah rudal yang mampu menghantam target dibalik cakrawala (Over the horizon) misalnya RGM-84 Harpoon, MM-40 Exocet, C-802, dan otomat. Namun, pada dasarnya ada 2 fase navigasi yaitu navigasi inersia/GPS dan fase navigasi dengan seeker. Konsep 2 navigasi umum tersebut berlaku pada semua ASM, kecuali pada ASM jarak pendek macam Sea Skua dan penguin yang sejak diluncurkan navigasinya langsung bergantung pada internal seeker untuk mencari sasarannya.
Untuk ASM berjangkauan dalam jarak cakrawala, pencarian sasaran sepenuhnya dilakukan oleh radar kapal, radar kapal seperti Variant buatan Thales mampu menjangkau jarak 60km. Adapun radar sendiri jarak deteksinya terbatas pada horizon karena gelombang radar akan berjalan lurus (tidak mengikuti kelengkungan bumi) sehingga target permukaan di balik horizon tidak akan terdeteksi oleh radar. Untuk ASM tipe ini, setelah radar kapal menemukan sasaran, rudal akan diplot menuju sasaran dan diluncurkan, setelah diluncurkan rudal akan dipandu oleh sistem navigasi inersia (bisa berupa INU maupun INS) karena masih dalam jarak horizon, kapal dapat memberikan update posisi sasaran melalui radio link/command line of sight. Menjelang fase terminal (mendekati sasaran), biasanya pada jarak 5-10km rudal akan mengaktifkan seeker internalnya, bisa berupa TV Camera, Infrared, maupun radar. Disini kita bisa lihat bahwa untuk seeker sendiri ada tipe aktif dan pasif. Sensor aktif memiliki keunggulan pada kemampuan mencari sasaran, sedangkan seeker pasif membutuhkan banyak processing power serta kemungkinan perkenaannya sangat tergantung pada keadaan luar seperti suhu, hujan, dan kabut.
Untuk ASM berjangkauan dibalik cakrawala, pada dasarnya sama, kecuali pada ASM tipe ini ada apa yang disebut datalink dan midcourse update. Datalink pada dasarnya adalah sistem komunikasi antara platform peluncur dan rudal yang sedang melaju menuju sasaran. Datalink mampu berjalan saat masih dalam jarak horizon, setelah diluar jarak horizon diperlukan armada udara (Heli Anti Kapal Permukaan atau Maritime Patrol Aircraft) untuk melakukan relay datalink. Datalink sangat diperlukan untuk memberi update posisi sasaran kepada rudal, proses inilah yang disebut mid course guidance. Karena keterbatasan jarak jangkauan radar kapal, maka selain untuk merelay datalink, Heli AKPA atau MPA juga diperlukan untuk mendeteksi dan memonitor pergerakan sasaran dengan radar yang ada padanya. Pada rudal generasi ini, setelah diluncurkan maka navigasi yang aktif adalah navigasi inersia (INS maupun GPS) navigasi GPS memungkinkan adanya waypoint alias titik belok, adanya waypoint bisa membuat mungkinnya saturation attack dimana beberapa misil dapat menyerang target secara bersamaan sehingga sistem pertahanan udara kapal kewalahan menghadapi ASM yang datang menyerang. Setelah mencapai jarak aktifnya seeker internal, pada rudal ini biasanya pada jarak 15-25km maka rudal akan sepenuhnya dipandu oleh seeker internal. Untuk rudal jenis ini juga ada yang mempunyai seeker aktif seperti radar, maupun seeker pasif seperti Inframerah maupun Kamera TV. Perkembangan teknologi telah membuat seeker pasif makin maju sehingga pengenalan citra sasaran menjadi lebih akurat serta sensor inframerah juga lebih condong mengarah ke cerobong asap kapal.
Selain guidance diatas ada juga mode peluncuran yang disebut Bearing Only Launch dimana tidak ada kuncian radar yang diperlukan. Platform peluncur cukup memberikan data baringan (arah mata angin) dan jarak kedalam rudal. Setelah diluncurkan, rudal akan sesuai trayektorinya mengarah ke arah mata angin yang telah diprogram dengan panduan INS/GPS. Setelah mencapai jarak yang diset, seeker internal akan aktif. Mode ini adalah mode peluncuran paling sederhana, tetapi kemungkinan tepat sasaran yang diinginkan tidaklah sebesar mode yang melibatkan radar. Kemungkinan rudal menyambar target lain pada saat dalam mode navigasi inersia juga ada, selain itu pada saat seeker internalnya aktif, jika menggunakan radar akan mencari sasaran dengan radar cross section terbesar dan jika menggunakan infra merah akan mencari sasaran dengan emisi panas terbesar. Moda ini cocok digunakan apabila berada dalam situasi peperangan dan mengincar kapal musuh di pelabuhan.