Kekuatan TNI : Dilema Sang Penjaga Negara (Bagian 2)

Bambang Trisutrisno

Pemerhati Pertahanan

23 Responses

  1. Brata says:

    Menarik sekali masb,

    Semua memang butuh proses, namun harapannya prosesnya tidak lama 🙂

    Sebuah kisah Mapatih Mpu Mada ketika beliau kumandangkan Sumpah Palapa atau Sumpah Merah Putih bahwa sekecil apapun ancaman yang akan berpotensi utk berbuat kerusakkan, kehancuran dan kegagalan Negara hukumnya “WAJIB” dibunuh….

    Namun, sekarang kita mau membunuh siapa? musuhnya gak jelas…atau musuhnya jelas namun terdapat tirai besar yg menghalangi utk dapat menghancurkannya…

    Salam

    • Bambang Ts says:

      Siiiapp…
      Nah proses yang lama itu yang mengganggu pikiran saya mas, karena proses bisa berjalan sesuai rencana jika tidak ada yang mengganggu (baik faktor internal ataupun eksternal). Seperti yg saya tulis di penutup bagian 1, siklus itu sepertinya yang diganggu (oleh orang-orang yang tidak suka dengan proses) sehingga proses yang diinginkan menjadi terganggu, terlambat atau bahkan batal…

      • THambrata says:

        Minimum Essential Force,

        Sudahlah targetnya minimum, jangan pula hasilnya minimum…

        • Bambang Ts says:

          Semoga implementasinya tidak sesuai dengan namanya ya mas… 😀

          • THambrata says:

            Sebenernya dengan target minimum bagiku gak masalah…asal beneran minimum dari kekuatan yg ideal, minimum kemampuan yg mencukupi menjaga negara.

            Jangan diminimumkan hasilnya…

          • Bambang Ts says:

            Jika berdasar pada “Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama”, Apabila implementasi yan dibagi dalam 3 tahap terebut dapat dilaksanakan secara konsisten, secara pribadi saya yakin kekuatan minimum yang diharapkan akan tercapai. Namun, lagi-lagi semua itu terpaku pada kata “KONSISTEN” dan tidak ganti kebijakan ketika Pucuk Pimpinan berubah…

          • THambrata says:

            Betul masb,

            Dengan syarat target minimum tidak dgn hasil yg minimal…

  2. Shinto says:

    Seakan-akan sekarang ini warga negara mulai terlena terhadapa keamanan nasional mas, tidak sedikit masyarakat yang aku temui berkomentar disaat kita kedatangan alutsista baru, kurang lebihnya begini.. “Ga ada musuh koq beli pesawat/ tank baru, emangnya mau perang dengan siapa..?” atau “Lha rakyatnya masih susah makan begini koq ya buang-buang uang beli persenjataan mahal..? perang aja engga koq..”
    Nah dari situ mungkin diperlukan adanya pemahaman terhadap masyarakat awam tentang perlunya pertahanan negara yang salah satunya ditunjang oleh alutsista yang mumpuni, sehingga kedepan jika anggaran pertahanan dinaikkan tidak ada pemikiran negatif dari masyarakat pada umumnya.

    • Bambang Trisutrisno says:

      Betul mas shinto, memang jika ada masyarakat yang beranggapan seperti itu saya sendiri berpendapat wajar karena memang hampir 32 tahun pertahanan di negeri ini seperti “dikultuskan” sehingga terlihat sangar dan banyak masyarakat yang tidak merasa memiliki.

  3. salim says:

    “Pembangunan harus dilaksanakan secara komprehensif dan bersifat strategis, termasuk dengan mengikutkan di dalamnya pengembangan strategi pertahanan negara yang tangguh, demi suatu bangsa yang bermartabat,”

    Untuk itulah reorientasi penataan strategi pertahanan nasional dan upaya penangkalan dalam konsep geopolitik dan geostrategi berkenaan dengan dislokasi geografi Indonesia yang luas dan masih mempunyai banyak titik rawan (vulnerable points) perlu mendapat perhatian serius. Sebab tidaklah mungkin menjaga luasnya wilayah negara dengan perangkat yang minimalis dan tanpa dukungan (politik dan ekonomi) dari seluruh elemen bangsa demi terwujudnya sistem pertahanan yang kuat dan disegani. Sehingga harapan wibawa bangsa dapat kembali terangkat tanpa harus berteriak-teriak “Ganyang Malaysia!!! ” dapat diwujudkan melalui keberanian para pemimpin bangsa mengambil kebijakan, serta sikap dan mentalitas profesional seluruh elemen bangsa, dalam penciptaan kekuatan militer yang disegani menjadi pilar-pilar yang saling menguatkan.

    Anggaran pertahanan suatu negara menduduki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan suatu negara. Strategis artinya apabila hal ini dikaitkan dengan pertimbangan bahwa, kalau anggaran pertahanan tidak mencukupi maka negara tersebut akan kesulitan mengatasi ancaman yang terjadi. Dalam batas-batas tertentu hal ini akan dapat mengganggu pembangunan yang dilakukan oleh negara tersebut.

    Yang harus dilakukan pemerintah adalah :

    1. Pemenuhan atau peningkatan Alutsista yang handal dan mampu melindungi serta menahan kemungkinan berbagai ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri.

    2. SDM yang memiliki jiwa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi dan mampu mengatasi berbagai permasalahan akibat perkembangan globalisasi baik tehnologi maupun informasi.

    3. Dukungan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan peningkatan baik untuk pengembangan Alutsista maupun untuk peningkatan kesejahteraan.

    • Brata says:

      Sepakat sekali Menthor,

      Sebagai tambahan adalah:
      1. Menyiapkan mentality dan morality bangsa agar tetap berada pada posisi moril yg baik, tidak lemah dan juga tidak over confident. Karena kalo kita lihat di luar “maintanance of morale” berada pada tempat kedua setelah “maintanance of aim” dalam azaz perangnya, sedangkan kita menempatkan moral selalu pada tempat ke “sekian”,
      2. Membunuh pola fikir sektoral yg berpotensi memecah belah TNI sebagai ancaman nyata di internal.
      3. Melihat kompetensi di atas kompetisi sehingga unity of command benar2 lebih tertata

      Salam

      • Brata says:

        Yang saya maksud “moralle” adalah “moril” , karena dalam bahasa Indonesia terdapat dua pengertian antara moral dan moril…

  4. Bambang Ts says:

    Sepakat dengan Mas Salim dan Mas Brata…. dan sebagai tambahan adalah perlunya menyadarkan kembali tentang “sense of defense” yang bukan hanya harus dimiliki oleh TNI namun juga semua warga negara yang hidup dan akan mati di Negeri ini….

  5. Yuniarti Dwi P says:

    kalau saya cermati tentang anggaran pertahanan-yang pemenuhan belanja barang dan modal lebih kecil/rendah dibandingkan anggaran pegawai, saya sempat teringat dengan artikel bapak Cheppy hakim yang mengatakan armada yang kuat juga didukung dengan sumber daya manusia yang “sejahtera”.. tetapi kalau saya lihat..begitu timpangnya antara pemenuhan kebutuhan Alutsista dengan pembiayaan SDM..(jauh sekali)..padahal kita mengetahui Indonesia negara kepulauan.. yang tidak jarang terkadang kasus2 kedaulatan yang merugikan Indonesia..misalnya Ambalat.. itu bagaimana ya mas? mohon ditanggapi (masih heran).. dan sebenarnya pembagian rincian RAPBN untuk alokasi dana masing-masing sektor sebenarnya bagaimana ya..

    • Bambang Ts says:

      Terima kasih atas komentarnya mbak yuyun, selamat datang dan selamat bergabung…
      Jika melihat data diatas ya seperti itu kondisinya, belum lagi soal transparansi keuangan KEMHAN/TNI yang kadang jadi polemik. Memang mencetak seorang prajurit yang profesional itu sangat mahal, namun akan menjadi lebih mahal jika sistemnya masih seperti sekarang. Kita ketahui bersama bahwa anggaran gaji prajurit TNI saat ini masih disalurkan oleh satuan bukan oleh negara langsung ke rekening prajurit yang menurut hemat saya, potensi “ketidaksampaian” hak prajurit akan sangat banyak disitu. Sehingga untuk mewujudkan prajurit yang sejahtera sangatlah masih jauh. mengenai pembagian alokasi sektor, saya sendiri belum paham apa kriteria nya, namun datanya bisa dilihat di ota keuangan dan rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara Perubahan Tahun anggaran 2012

      Salam

  6. Yuniarti Dwi P says:

    kalau saya cermati tentang anggaran pertahanan-yang pemenuhan belanja barang dan modal lebih kecil/rendah dibandingkan anggaran pegawai, saya sempat teringat dengan artikel bapak Cheppy hakim yang mengatakan armada yang kuat juga didukung dengan sumber daya manusia yang “sejahtera”.. tetapi kalau saya lihat..begitu timpangnya antara pemenuhan kebutuhan Alutsista dengan pembiayaan SDM..(jauh sekali)..padahal kita mengetahui Indonesia negara kepulauan.. yang tidak jarang terkadang kasus2 kedaulatan yang merugikan Indonesia..misalnya Ambalat.. itu bagaimana ya mas? mohon ditanggapi (masih heran).. dan sebenarnya pembagian rincian RAPBN untuk alokasi dana masing-masing sektor sebenarnya bagaimana ya..

    • Bambang Ts says:

      Itulah dilematisnya dari anggaran pertahanan kita mbak, dan selama anggaran belanja pegawai masih include dalam anggaran dan dihitung sebagai anggaran pertahanan maka komposisi tersebut tidak akan pernah berubah. Terlihat besar namun sebenarnya kecil dalam komposisinya….

  7. Shinto says:

    Saya ada sedikit pertanyaan mas, ga sedikit loh pemimpin kita yang berasal dari lingkungan TNI, dan pasti tahu donk tentang seluk-beluk dan keterbatasan di lapangan selama bertahun-tahun, akan tetapi mengapa koq setelah menjabat dia lupa akan “lingkungan dia berasal”
    Dan pada akhirnya dapat ditebak, walaupun setiap pemimpin berganti walaupun dari background TNI, akan tetapi niat untuk meningkatkan anggaran pertahanan belum terlaksana sesuai kebutuhan minimal.

    terima kasih

    • Bambang Ts says:

      Pemimpin ber background TNI tidak mesti menjamin anggaran pertahanan bakal pasti Naik. karena tidak dianggap bijak bila terus membangun pertahanan Negara yang kuat sementara rakyat masih bergelut dengan kemiskinan dan kelaparan. Apakah kita ingin hidup di negeri seperti Korea utara..?? tentu tidak bukan. Sesuai kata penutup saya di tulisan ini, semua sektor pembangunan itu saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan, sehingga harus selaras dalam pembangunannya…

      Salam

      • Shinto says:

        maksud saya ga se ekstrim korut mas, disini khan anggaran pertahanan masih banyak berkutat 60% di belanja pegawai, jadi artinya khan anggaran masih sangat minim sekali, setidaknya anggaran pegawai di level 25-30% aja, jadi sisa anggaran bisa dimaksimalkan untuk pemeliharaan & pembaruan alutsista… 😀

        • Bambang Ts says:

          Mas shinto.. porsi tersebut kan berdasar pada besarnya anggaran.
          jika seperti yang sampean harapkan tersebut, maka total besar anggaran pertahanan mungkin 2 kali atau bahkan tiga kali lipat dari anggaran pertahanan sekarang. permasalahannya, bangsa ini belum “cukup mampu” untuk memberikan anggaran tersebut…. 🙂

  8. Hester Nieves says:

    Sebuah analisis yang dipublikasikan Global Fire Power belum lama ini memberikan evidence yang obyektif untuk menunjukkan peta kekuatan militer negara-negara di seluruh dunia. Berdasarkan uji data yang mendukung kekuatan militer, daya tahan, stamina dan survival yang mendukungnya, Indonesia berada pada tempat terhormat, di urutan ke 18, menduduki puncak klasemen di kawasan ASEAN, bahkan mengungguli kekuatan Australia yang ada di posisi ke 24 ranking militer seluruh dunia.Urutan 10 besar ranking militer se dunia dipegang secara berturut-turut : AS, Rusia, China, India, Inggris, Turki, Korsel, Perancis, Jepang dan Israel. Kemudian urutan 11 sampai dengan 20 besar adalah Brasil, Iran, Jerman, Taiwan, Pakistan, Mesir, Italia, Indonesia, Thailand dan Ukraina. Ranking negara ASEAN yang lain adalah Filipina ada di posisi ke 23, Malaysia posisi ke 27, Singapura ke 41.Analisis ini memberikan sebuah definisi tentang peta kekuatan militer yang sesungguhnya, tidak terfokus pada keunggulan jumlah pesawat tempur atau kapal combatan seperti yang selama ini menjadi opini publik. Itu sebabnya walaupun Singapura punya kekuatan pesawat tempur terbanyak di ASEAN, negara pulau itu tetap tidak mampu mengungguli Malaysia, Filipina dan Indonesia. Indikator kekuatan alutsista bukan merupakan faktor penentu keunggulan militer sebuah negara.Kita selama ini terpengaruh dengan opini psikologis bahwa Jakarta akan hancur dalam waktu dua jam jika diserang oleh pesawat tempur Singapura. Padahal apa iya, ini kan negara kepulauan yang paling besar di dunia, punya 240 juta penduduk berkarakter nasionalis, sumber daya alamnya melimpah dan yang terpenting dalam strategi militer, negara kita terdiri dari ribuan titik pertahanan. Bandingkan dengan negara pulau itu, hanya beberapa titik di sebuah pulau. Secara hankam, pulau itu lebih mudah ditaklukkan. Yang jelas angkatan udara tidak menjadi faktor utama untuk memenangkan pertempuran karena ibu dari segala perang adalah angkatan darat.

    • Bambang Ts says:

      Terima kasih Pak Hester atas perkenan komentarnya…
      Dalam tulisan saya yang pertama (Bagian 1) awalnya saya memakai data Global Fire Power, namun setelah menelaah lebih jauh ada beberapa hal yang menurut hemat saya lemah dalam data tersebut, semisal (1) yang dihitung adalah jumlah, (2) jenis yang tidak dibedakannya DLL, sehingga tidak mempresentasikan hal sebenarnya. oleh karen itu saya mengambil data dari CSIS yang lebih mendekati kondisi real kekuatan TNI. Alutsista memang bukan penentu sebuah peta kekuatan militer Pak, namun dari situ kita dapat melihat SIAP atau TIDAK SIAPnya sebuah angkatan perang. Secara personel kita memang banyak dan didukung oleh rakyat yang banyak, namun setidaknya dalam perang modern dapat terlihat bagaimana banyaknya tentara dan rakyat tidak dapat berperan banyak dalam perang, apalagi jika perang asimetris sudah dijalankan….

      Salam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.