Membunuh Sektoral Minded Dalam Pikiran Saya
“ini bukan kritik buat siapa pun”
“ini bukan ajakan untuk siapa pun”
“ini adalah curahan hati atas kegalauan untuk orang-orang yang ingin lebih baik dari sekarang”
Motivasi adalah salah satu faktor bagi seseorang untuk mau bekerja secara optimal apa pun profesi dan ilmu terapan yang dilakoninya. Motivasi juga yang akan membuat seseorang untuk bertahan dari segala macam bentuk permasalahan dalam hidup. Banyak sebagian orang di dunia ini menentukan motivasi berdasarkan kebanggaan dari kemampuan yang dimiliki. Jika kebanggaan ini diarahkan ke posisi yang benar tentunya akan sangat menunjang moril suatu bangsa agar memiliki kebanggaan yang tidak semu, sebagai kesatuan bangsa Indonesia yang memiliki kebanggaan berupa jati diri dan identitas berbangsa sehingga termotivasi untuk tampil menjadi bangsa yang terdepan di kawasan maupun internasional. Akan tetapi apa yang terjadi jika kebanggaan tersebut menjadi blok-blok tersendiri atau sering kita pahami sebagai kebanggaan sektoral, sehingga setiap komponen bangsa ini justru dipecah oleh kepentingan masing-masing golongan maupun perseorangan? Contohnya, seseorang yang sangat membanggakan kemampuannya dalam menganalisa prediksi bangsa dimasa depan tanpa peduli terhadap pendapat orang disekitarnya, ataupun seorang yang sangat menggebu-gebu memburu informasi tanpa didasari fakta dan data akurat hanya demi mengejar deadline saja, dan sekelompok orang yang senang menerima kucuran dana dari suatu golongan sehingga rela menjual identitas bangsanya dengan terus mencerca kesalahan pihak lain sekecil apapun kesalahan tersebut. Semua hanya demi sebuah kepentingan pribadi dan golongan berdalih kepentingan bangsa dan hak asasi manusia. Sungguh sedih nasib bangsa ini jika di dalamnya terdapat “peperangan” kepentingan sektoral.
Kemudian kemana hilangnya identitas bangsa Indonesia yang dari zaman dahulu kala terkenal dengan bangsa gotong royong, ramah dan cinta damai jika secara internalnya berkelahi? Tentunya rakyat tidaklah bodoh dengan kondisi yang terlihat, walaupun nampak tanpa ada kekerasan bersenjata, akan tetapi sesungguhnya bangsa ini sudah terjadi perang saudara terselubung antara satu kelompok melawan kelompok lainnya disebabkan oleh sectoral minded yang mereka ciptakan sendiri. Kemudian apabila demikian, siapa yang sebenarnya peduli dengan nasib dan masa depan bangsa ini? Jika seseorang yang berprofesi sebagai katakanlah “A” telah disetir arah pikirannya untuk tidak mengetahui apapun tentang bangsa selain daripada pekerjaannya tersebut, begitu pula dengan profesi “B”, “C” sampai “Z”. Virus sectoral minded telah merasuki sebagian besar masyarakat yang dahulu terkenal sebagai masyarakat gotong-royong dan berevolusi menjadi masyarakat individual yang disebabkan oleh pola pikir untuk kepentingan golongan sehingga masyarakat tersebut lelah untuk menilai siapa yang tulus dan siapa yang bulus. Dengan kata lain, “lebih baik pikirkan dan selamatkan diri masing-masing sajalah”. Ironis, memang!
Persatuan Indonesia, demikian bunyi dari pasal ketiga ideologi Pancasila, juga tentang kegotong-royongan untuk mufakat dalam pasal keempat. Menjadi bangsa yang satu yaitu Indonesia, pun disiratkan dalam sumpah pemuda 1928. Namun, kemana hilangnya komitmen berbangsa tersebut? Sekali lagi, sangat ironis! Saat menulis ini pun nasionalisme saya sedang berapi-api karena setiap melihat televisi isinya hanya perseteruan antara cicak dan kadal, kadal dan buaya serta pembodohan masal melalui acara-acara yang tidak membangun rakyat agar menjadi masyarakat yang pandai dan berkemampuan tinggi. Masyarakat yang ada menjadi cenderung konsumtif serta penuh angan-angan tanpa usaha karena menonton acara yang mencontohkan gaya hidup mewah ataupun kisah seorang miskin yang tiba-tiba mendadak kaya raya. Semua itu muncul bukan tanpa sebab, akan tetapi memang ada karena pola pikir para stakeholder yang sektoral sehingga berjenjang kebawah tidak tahu arti penting membangun jiwa kebangsaan.
Dengan beberapa kasus diatas, maka saya tergerak untuk membuat tulisan ini agar dapat menyadarkan diri saya sendiri untuk mau terus tidak lelah mencari dan memilih mana yang tulus dan bukan bulus. Jujur, hanya untuk diri saya pribadi walaupun tetap berharap ada orang selain diri saya yang membaca tulisan ini sehingga dapat bersama-sama bangun dari tidur panjang yang kita alami bersama sehingga, STOP! Generasi yang baru harus lebih baik dari sekedar generasi cengeng yang hanya bisa meratapi kegagalan tanpa wujud nyata. Karena saya menyadari bahwa rasa tidak mampu untuk merubah orang-orang diatas, akan tetapi saya bisa merubah diri saya sendiri dan siapa tahu ada yang mau mengikuti niat saya untuk sama-sama tulus bukan bulus.
Simple dan tidak sulit, yang saya lakukan terberat adalah membunuh pola pikir sektoral yang sedikit tertanam dalam otak, kemudian berusaha untuk memberanikan diri berpihak pada kebenaran. Sulit, memang! Karena lawan saya adalah diri sendiri. Paksakan, harus! Karena saya ingin Indonesia tetap bernama Indonesia dan utuh sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat adil dan makmur sesuai dengan tujuan bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. UUD adalah Undang-Undang Dasar Negara, bukan Ujung-Ujungnya Duit Negara. Berat, pasti! Karena membuat perubahan pasti banyak yang bertentangan dengan dunia yang dianggap “wajar”. Mudah, seharusnya! Karena dengan kesadaran pribadi seharusnya saya bisa, dan saya hanya ingin merubah diri pribadi bukan merubah orang lain, walaupun berharap ada orang lain yang mengikuti niat saya yang tulus bukan bulus. Tersinggung, mungkin! Mungkin ada yang tersinggung jika membaca tulisan ini dan bagi yang tersinggung menandakan penyakit sectoral minded anda melebihi saya kadarnya.
Legenda si Pitung yang kita ketahui hanya dapat terbunuh oleh peluru yang berbahan dasar emas. Apa yang tersirat dalam filosofi legenda tersebut?Yakni, suatu legenda yang menggambarkan bahwa banyak sekali orang Indonesia saat masa perjuangan tersebut yang dapat “dibeli” oleh bangsa imperialisme. Kemudian apa yang tersirat dari legenda sang Sisingamangaraja XII yang hanya dapat dibunuh jika terkena darah anaknya? Ini menggambarkan kalau orang Indonesia pada saat itu sebenarnya sulit untuk dikalahkan selain oleh pengkhianatan (darah/saudara). Tentunya hal ini adalah filosofi hasil buatan imperialisme yang ingin terus membodohi bangsa Indonesia. Untuk itu perlu untuk kita bersama merubah image yang ditanamkan oleh bangsa imperialis tersebut. Mari kita rubah image bulus dan merubah diri kita dari pengaruh pembodohan dan sectoral minded tersebut diatas. Sebelum berhasil saya tidak akan punya keinginan untuk merubah anda. Bagi yang tidak mau merubah dirinya, saya hanya minta tolong untuk doakan saya berhasil merubah diri saya. Karena jika saya berhasil merubah diri sendiri, saya akan paksa anda untuk merubah diri anda.
Laa Tahzaan, jangan bersedih! Kita mampu! Kita bisa untuk maju! Jangan hiraukan kebulusan, demi tercapainya sebuah ketulusan. Laa Tahzaan! Jangan bersedih! Terus bergerak maju dan buat perubahan mulai dari diri pribadi bukan dari pribadi-pribadi yang lain. Laa Tahzaan, jangan bersedih! Pahlawan tidak pernah bersedih kecuali melihat bangsa yang mereka pertaruhkan dengan nyawa dan darahnya hancur perlahan-lahan. Laa Tahzaan, jangan bersedih! Karena kalian generasi muda yang ingin berubah adalah pahlawan! Laa Tahzaan..!
Curahan Hati
Seveneleven
Pola pikir sektoral…..akar dari KKN, UUD, dan hilangnya identitas bangsa. Dan setuju mas, memang benar kita kadang terjebak pada legenda, tanpa memahami filosofi dari legenda tersebut
Masih terngiang petuah AA gym dulu… ada 3 syarat perubahan: 1. Mulailah dari diri sendiri 2. Mulailah dari hal yang paling kecil 3. Mulai dari sekarang….
Iyaa….sedihkan?
Kadang ketika otak sudah berontak untuk diajak sedikit pun berfikir untuk Negeri ini, saya hanya bisa berdo’a..”Allahummaj’al baladana baladan aminan, waj’al ummatana ummatan shalihan, waj’al aimmatana aimmatan amanah, waj’al ardhona ardhon barakah…amin.”
Betul mas….tapi hrs tetap semangat….
kalau kata pak Dahlan Iskan, kita harus senantiasa ‘manufacturing hope’ hehehe
@ Mas Brata : Insya Alloh mas…. Hehehehe
Kalo aku bilang….kita harus realizing hope….hehehe
Terkadang bingung juga melihat realita yang ada.. mindset yang kurang tepat mengenai penjajahan sejak masih sekolah dasar tertanam kuat di pemikiran.. Sayangnya, walau yang mengajarkan sudah mengerti kenyataan yang sebenarnya, tetapi masih tetap diajarkan karna sudah terikat dengen “kurikulum pendidikan”.. Semoga ada yang mau merubah nantinya..
saya pernah ada pikiran agak aneh,, kurikulum sekolah kita kembalikan seperti kurikulum zaman Orba, sistem catur wulan,. kurikulum sekarang saya melihatnya menekankan untuk memperoleh pekerjaan, sehingga pelajaran vital seperti PMP / PPKN,. dan Sejarah pun sudah tidak di hiraukan lagi, bahkan di anggap sebelah mata,.
seingat saya wktu masih sma, PPKN dan PMP itu sudah tidak ada mas… kalo tidak salah diganti menjadi tata negara… entah kalo untuk jenjang yang lebih rendah seperti SMP atau SD..
SMA-ku masih ada PPKN, tapi namanya menjadi PKN. Begitu kuliah ada Pancasila dan KWN (kewarganegaraan) sayangnya kurang diapresiasi oleh mahasiswa 🙁
Anehnya, kenapa kata Pancasila itu dihilangkan? walau pun depdiknas beralasan sudah termasuk kedalam kewarganegaraan, Sempat baca bahwa selama era orde baru, pendidikan pancasila penuh dengan muatan politis, hingga akhirnya membuat tidak di minati…
Jangan cuma semoga…tetapi siapa lagi kalo gak kita ??
minimal kalo punya adek, anak, keponakan dll bisa kita jelaskan yg benar pada mereka
Alhamdulillah…………
Walau ada yg bicara bahwa bumi ini kian renta dan sarat dgn sgala keburukan…, ternyata masih byk anak2 muda yang dengan penuh kesadaran dan kecintaan kepada ibu pertiwi, bangkit dan berbuat ssuai kemampuan masing2 demi kebaikan umat manusia….
Tetap sabar…. terus bakar semangatmu, Ted !!! Jgn padamkan keyakinanmu,bro.
Allah SWT selalu ada dan insya allah meridhoi langkah hidup yg kita tempuh karena kecintaan-Nya pd hamba yang berbuat baik dan memperjuangkan kebenaran…….
“mmg baik jadi orang penting. tapi jauh lbh penting jadi orang baik !!” (memoar kang Ebet)
“Jgn pernah menyesali perbuatan baik yg telah kita lakukan! sekecil apapun,bro!!!
Siap bang, terima kasih sudah mampir dan membaca website ini. 6bulan sekolah sama abang banyak memberikan suatu pencerahan dari semua yg abang lakukan dalam tindakan. Terima kasih bang….