AWR Siabu: Antara Kepentingan Nasional Versus Kepentingan Pribadi dan Golongan
Air Weapon Range Siabu atau biasa disebut dengan “Siabu Range” adalah sebuah area yang terletak pada 21 Nm (40 km) dengan arah barat daya dari kota Pekanbaru Riau. Area latihan penembakan udara ke darat yang rutin digunakan oleh Skadron Udara 12 ini dipimpin oleh seorang perwira menengah berpangkat Mayor. Beberapa kali area tersebut juga kerap kali digunakan untuk latihan-latihan TNI AU seperti “Jalak Sakti” maupun latihan puncak TNI AU yakni “Angkasa Yudha” serta beberapa latihan antar bangsa antara lain; “Elang Malindho” (Malaysia-Indonesia); “Elang Indopura” (Indonesia-Singapura); dan “Elang Thainesia” (Thailand-Indonesia). Latihan Instruktur Tempur atau Fighter Weapon Instuctor Course (FWIC) antara beberpaa negara-negara tetangga pun selalu dilaksanakan di Pangkalan TNI AU Pekanbaru yang tentunya menggunakan fasilitas “Siabu Range”. “Siabu Range” memiliki fasilitas latihan antara lain, dua buah bomb court, sebuah tactical range dan menara control untuk “Range Safety Officer” (RSO). RSO bertugas untuk mengontrol jalannya latihan penembakkan serta bertanggung jawab dalam hal “safety” di sekitar area latihan selama latihan penembakkan berlangsung.
Skadron Udara 12 yang rutin melaksanakan latihan penembakkan di “Siabu Range”, didalam setiap siklus latihan selalu berhasil memiliki “Circullar Error Probability” (CEP) yang memuaskan sehingga didalam pelaksanaan tugasnya sebagai Skadron Udara tempur taktis dapat selalu mengamankan dan menjaga wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala macam ancaman dan tantangan. Dengan kemampuan penerbang yang profesional tentunya segala tugas negara yang diemban dapat terlaksana dengan optimal dan semua itu dapat terwujud dengan profesionalisme dan latihan yang memadai. Secara langsung “Siabu Range” ini sangat memiliki peran penting dalam menciptakan dan membina penerbang-penerbang TNI AU yang handal serta berkemampuan tinggi. Sehingga menjaga keutuhan wilayah NKRI sebagai suatu kepentingan nasional dapat dilaksanakan dengan baik pula dimana kita pahami bersama bahwa kepentingan nasional Negara berada diatas kepentingan probadi, golongan maupun warisan. TNI AU telah lama menggunakan “Siabu Range” sejak abad ke 20 dimana saat itu Skadron Udara 12 masih mengoperasikan pesawat A-4 Skyhawk. Di abad 21 yang semakin canggih ini Skadron Udara 12 telah menggunakan pesawat tempur buatan British Aerospace dan peran penting “Siabu Range” masih tetap berguna dalam menciptakan operator pesawat jet yang handal sebagai sarana latihan penembakan udara ke darat dalam rangka meningkatkan profesionalisme penerbang TNI AU sesuai dengan jati diri TNI sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional.
Riau, sebagai satu-satunya Provinsi di Wilayah Sumatera yang memiliki Skadron Udara Tempur, tentunya sangat penting untuk menjaga wilayah NKRI dan khususnya di Sumatera yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Singapura, Thailand dan India. Terdapat banyak sekali objek vital negara yang berbasis di Pulau Sumatera seperti kilang-kilang minyak, gas alam serta Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan dunia tentunya juga membutuhkan patroli udara dalam penjagaannya. Bersama-sama dengan TNI AL koordinasi pengamatan dan pengintaian dikoordinasikan karena TNI AU memiliki karakteristik “kecepatan”, “daya jangkau” dan fleksibilitas yang tinggi. Peran serta segenap rakyat Indonesia mapupun pemerintah daerah Riau sangatlah dibutuhkan guna pencapaian dari tujuan dan kepentingan nasional Indonesia dalam hal ini turut melestarikan “Siabu Range” sebagai sarana latihan tempur untuk TNI AU karena kami adalah tentara langit yang senantiasa siap sedia menjaga keutuhan wilayah negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional yang berkedudukan di atas kepentingan pribadi, golongan mapun warisan.
Kondisi yang terjadi saat ini adalah kita ketahui bersama bahwa perkembangan perekonomian Indonesia telah membawa rakyat Indonesia terus berkembang dan memajukan perekonomian terutama melalui sektor riil seperti perkebunan kelapa sawit. Namun, disayangkan jika perkebunan kelapa sawit yang ditanam disekitar “Siabu Range” yang notabene sering digunakan untuk penembakkan bombing dan rocketing. Sangat berbahaya jika perkebinan kelapa sawit tersebut berada di area dalam radius penembakkan. Sejak awal TNI AU telah mendapatkan sumbangan dari dinas kehutanan untuk mengelola hutan Siabu menjadi area latihan tembak udara ke darat, namun sangat disayangkan jika saat ini “tanah tak bertuan” tersebut digunakan dan diakui hak milik oleh orang-orang tak bertanggung jawab yang sedikit melupakan kepentingan nasional negara sebagai tanah warisan maupun oleh pengusaha-pengusaha perkebunan kelapa sawit. Benar sekali, jika antara perkeonomian dan pertahanan seharusnya dapat sinergi dengan baik, akan tetapi kedudukan pertahanan negara sebagai kepentingan nasional tentunya berada jauh posisinya diatas segala macam kepentingan pribadi, golongan maupun warisan.
Mencari solusi bukan menambah permasalahan adalah kalimat bijak dalam kasus ini, namun untuk satu kata “mengalah” tentunya akan habis ratusan lembar uang rupiah. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” – pasal 33 UUD 1945. Jadi sangat jelas bahwa induk dari undang-undang di Indonesia mengatakan bahwa segala macam kekayaan negara akan dikuasai oleh negara dan kemudian digunakan untuk kemakmuran rakyat, bukan sebaliknya : “Dikuasai oleh rakyat dan di gunakan untuk kepentingan pribadi, golongan mapuan warisan”.
“Swa Bwana Pakca”- Sayap Tanah Air Indonesia
Jayalah Selalu!
dalam audiensi kami dengan Pangdam IV DIponegoro Mayjen TNI Mulhim Asyrof, beliau menceritakan ketika menjadi Asrena KASAD salah satu tantangan beliau adalah sertifikasi lahan yang dipercayakan negara kepada TNI AD. Dari puluhan ribu, bahkan ratusan ribu ha lahan latihan TNI AD (baru dari TNI AD saja) potensi konfliknya bisa bersumber dari 2 hal:
1. Sertifikasi yang tak kunjung selesai prosesnya di BPN Pusat
2. Pendudukan lahan oleh masyarakat/perusahaan secara ilegal maupun atas sepengetahuan TNI
untuk poin yang nomor 2 keterbatasan personel yang mengawasi serta ‘nganggurnya’ lahan membuat TNI mengijinkan lahan latihan yang belum terutilisasi digunakan/diolah/diberdayakan masyarakat. Celakanya setelah turun temurun biasanya mereka akan mengklaim bahwa itu tanah nenek moyangnya.
Inilah masalah yang harus kita sikapi dengan bijak, dimana yang lemah belum tentu yang tertindas 🙂
sangat setuju dengan poin
“Dikuasai oleh rakyat dan di gunakan untuk kepentingan pribadi, golongan mapuan warisan”.
Saya jadi ingat kejadian di AWR Pulung, Ponorogo sekitar tahun 2007 di mana seorang warga tewas tertimpa bom latih seberat 250 kg, hanya karena kebiasaan buruk warga yang menjadikan sisa-sisa selongsong, bom, dan roket yang ditembakkan sebagai sumber mata pencaharian.
Celakanya kebiasaan itu dilakukan ketika latihan masih berlangsung, bukan beberapa jam setelah latihan selesai.
Menambah dari cerita Pangdam seperti kata Prima diatas, keterbatasan jumlah personel yang menjaga sekian luas area latihan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan lahan latihan milik TNI oleh warga secara ilegal, selain dari faktor warga sendiri yang suka mbalelo kalau diberi peringatan.
Ya inilah jadinya ketika semua hal dimaklumi bahkan disupport oleh para pejabat pemerintahan lokal.
Padahal di luar negeri, memasuki area militer secara ilegal dapat dtangkap dan dipidanakan, bahkan ditembak di tempat.
Semoga ini menjadi perhatian bagi Pemerintah dan tentunya para warga yang berdomisili di dekat area militer.
Sejujurnya utk awr siabu saat ini sdh ada titik terang dimana para pengusaha diwajibkan utk reboisasi kembali menjadi hutan lindung lagi utk lebun sawitnya. Dan ternyata warga yg mengaku milik moyangnya jg gak berkutik lagi ketika bukti2 ganti rugi hak guna pakai dari tni au dan dinas kehutanan ternyata lengkap plus pembuktian ganti rugi berasal dari dana apbn. Demikian semakin jelas kepentingan nasional yg dikedepankan bukan karangan semata. Krn dana apbn jelas merupakan kepentingan nasional. He he.
Terkadang rakyat pun tak patut untuk dibela. Sulit memang jika diperhadapkan pada situasi perebutan lahan antara rakyat dan TNI. Apalagi jika masalah ini sudah sampai ke ranah politis yang melibatkan anggota anggota DPR yang terkadang sok pintar dan sok membela rakyat. Belum ada keterpaduan antara segenap elemen bangsa untuk bersama sama menjaga keutuhan bangsa ini. Kepentingan pribadi dan golongan diatas kepentingan bangsa
setuju mas 🙂 kita harus obyektif kalau melihat konflik agraria yang terjadi antara (oknum) masyarakat dan TNI. Sering kali terjadi karena kesalahpahaman, provokasi pihak luar, ataupun klaim sepihak. Seperti saya utarakan sebelumnya, yang lemah belum tentu yang tertindas dan butuh dibela
Salah satu penerapan demokrasi yang kebablasan, ketika masyarakat berfikiran bahwa semua kepunyaan Negara adalah kepunyaannya TANPA mau berfikir bahwa keberlangsungan Negara juga adalah tanggung jawabnya…
Tugas siapa pun yg sadar utk menyadarkan kawan kawan yg lain bahwa bangsa ini butuh kesadaran utk membangun kekuatan yg solid dari segala lini demi kepentingan nasional
Tahun 1996 awal didirikan AWRSiabu hanya 3200 ha, sekarang setelah sawit ditanam rakyat mengganti karet tua di luar kawasan 3200 Ha,kok kini 2012 tni minta luasnya menjadi 10500 ha, cukup untuk satu PKS.?
gak kebalik itu bapak?
bisa kita adu data?
Karena justru yg terjadi 3200 ha itulah yg kita pertahankan saat ini dgn dasar Hak Guna hutan dari Kemen Hutan.
Menurut bapak mana yg lebih penting antara kepentingan Nasional versus kepentingan pengusaha PKS yg mengatas namakan rakyat.
Ingat pasal 33 tentang perekonomian: “…..dikuasai oleh negara utk kepentingan rakyat/nasional” bukannya….”….dikuasai pengusaha rakyat untuk kepentingan pengusaha PKS”